Sebelumnya, kementerian keuangan mengatakan risiko beban subsidi tanpa kenaikan harga menjadi RP 698 triliun, dari alokasi saat ini sekitar RP 502 triliun. Kini setelah harga BBM subsidi dinaikkan, anggaran untuk BBM diprediksi tetap membengkak menjadi RP 650 triliun-meningkat lebih dari  empat kali lipat dibanding anggaran APBN 2022 sebesar RP 152,5 triliun.Â
Hal ini menunjukkan bahwa jika pemerintah melihat subsidi sebagai sebuah beban, memang hal ini akan terasa memberatkan. Namun jika subsidi dipandang sebagai bentuk usaha pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka subsidi tidak akan menjadi sebuah beban bagi pemerintah.
Jika pemerintah belum memberi keputusan dan solusi terkait penstabilan  ekonomi masyarakat atas naiknya harga BBM, tentunya masyarakat juga akan kesulitan untuk tetap beraktivitas demi kelangsungan hidupnya, dan mau tidak mau kita harus mengurangi konsumen yang kita impor sehari-hari atau meminimalisir membeli barang-barang yang kurang berguna.
Karena kita setelah mengalami pandemi covid-19, cukup sulit untuk memulihkan ekonomi baru yang sebelumnya terdampak oleh pandemi atas berkurangnya lapangan kerja dan sulit untuk mendapatkan pekerjaan.Â
Maka dari itu, ada beberapa cara yang bisa ditempuh dalam menyikapi pengeluaran yang semakin besar dan berat yang saya kutip dari DJKN Kementerian Keuangan yaitu sebagai berikut:
- Mengurangi pengeluaran konsumtif dengan melatih diri membiasakan budaya hemat.
- Memaksimalkan jumlah penumpang dalam satu kendaraan
- Menggunakan moda transportasi non BBMÂ
- Usahakan mengurangi kegiatan keluar rumah untuk urusan yang tidak penting
- Bagi PNS yang tinggal bersama keluarga akan lebih hemat kalau masak sendiri dengan kualitas dan kandungan gizi yang baik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H