Pembangunan Makassar New Port (MNP)misalnya menjadi salah satu momentum terbaik dalam mendukung hal ini. MNP tak hanya mendukung gagasan Tol Laut Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla yaitu dengan membangun lima pelabuhan besar peti kemas di Kuala Tanjung-Sumatera Utara, Tanjung Priok- Jakarta, Teluk Lamong- Surabaya, Makassar dan Sorong, tetapi jugakawasan MNP --yang akan menampung peti kemas seluas 16 hektar, dan mampu memfasilitasi 500.000 peti kemas per-tahun serta dijadwalkan beroperasi 2018 -- ini akan menjadi tulang punggung pengembangan industri hulu migas kawasan Indonesia Timur.
Peningkatan efisiensi di sektor transportasi laut ini tentunya dibarengi dengan pembangunan fisik fasilitas pelabuhan (baik pengirim maupun penerima) seperti dermaga, lapangan penumpukan, jalan akses, serta penyediaan alat bongkar muat untuk mendukung operasional eksplorasi dan produksi hulu migas. Arus supplai barang melalui laut yang banyak mendominasi sistem distribusi & transportasi di kawasan timur Indonesia bisa lebih lancar dan terjamin, bahkan menjangkau daerah terpencil.
Pembangunan fasilitas pelabuhan kapal kecil (jeti) misalnya di kawasan proyek kilang LNG Train 3 Tangguh, diharapkan pula dapat memasok gas alam cair ke pembangkit listrik yang ada di Provinsi Papua, dan tak hanya dialokasikan untuk kebutuhan ekspor. Daya dukung rantai supplai yang mumpuni dan terintegrasi menjadi kunci keberhasilan pengembangan strategis industri hulu migas di kawasan Timur Indonesia.
Rencana pembangunan Energi Center di Makassar tentunya juga membutuhkan peran rantai supplai yang mampu menjamin ketersediaan pasokan dan jaringan distribusi sesuai kebutuhan. Perencanaan matang tentunya sangat diharapkan dengan melibatkan segenap elemen terkait serta selaras dengan koridor regulasi yang berlaku.
Tidak hanya itu, diharapkan pula pemberdayaan industri lokal yang mampu mendukung kesinambungan supplai dan peningkatan TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri) dengan kualitas terbaik. Ini tentu menjadi tantangan klasik karena pada umumnya industri hulu migas khususnya di kawasan timur Indonesia bakal menerapkan teknologi yang masih banyak bergantung pada teknologi dari luar negeri. Meskipun begitu, ini bukan tidak mungkin diterapkan secara bertahap melalui alih teknologi, hingga pada akhirnya kita kelak memiliki kemandirian supplai yang berkelanjutan dan berkualitas.
Insan Rantai Supplai & Pusat Keunggulan
Dalam konteks pembangunan industri hulu migas nasional di kawasan timur Indonesia, elemen insan rantai supplai yang menjalankan mekanisme tersebut memegang peran yang sangat penting. Mengingat sekitar dua pertiga anggaran dibelanjakan melalui fungsi SCM (Supply Chain Management) maka insan Rantai Supplai harus harus mengubah paradigma proses bisnis di benaknya dari sekedar “tukang antar barang” dan menjalankan fungsi administratif belaka, menjadi center of competitive advantage dan center of excellence.
Industri hulu migas kawasan Timur Indonesia yang padat modal, padat teknologi dan padat resiko harus dikaji lebih dalam mekanisme rantai supplainya secara holistik agar menghasilkan penghematan yang signifikan, pengurangan biaya inventory, peningkatan pemberdayaan kapasitas nasional serta efisiensi tata kelola SCM dan tentunya akan mengarah kepada upaya mendukung pencapaian target produksi migas nasional.
Tentunya ini tidak mudah. Upaya mereduksi biaya logistik yang kian membengkak dan kerapkali jadi kendala serius dalam penanganan rantai supplai industri hulu migas di kawasan timur Indonesia, perlu dilakukan dengan cara “kerja cerdas” guna menghasilkan keunggulan yang bernilai tambah.
Kebijakan regulasi fiskal melalui insentif pajak & bunga, penerapan teknologi informasi dan komunikasi (misalnya lewat cargo e-tracking system), peremajaan & peningkatan kualitas armada, sinergi & koordinasi lintas kebijakan termasuk mekanisme perizinan “satu pintu” sampai peningkatan kompensasi / remunerasi insan Rantai Supplai merupakan beberapa cara yang bisa diterapkan dan semuanya bisa dimulai atau dipelopori oleh jajaran insan rantai supplai.
Dengan demikian Insan Rantai Supplai akan bertindak sebagai “pusat keunggulan” (center of excellence) dalam mengawal dan melakoni proses bisnisnya. Pengembangan Industri Hulu Migas di Kawasan Timur Indonesia memiliki tantangan yang cukup berat, namun dengan sinergi yang kuat dan padu antar berbagai elemen—termasuk pemerintah daerah—saya meyakini segala hambatan bisa dihadapi dan diselesaikan dengan baik.