Mohon tunggu...
Amri Fadhlil qisthi
Amri Fadhlil qisthi Mohon Tunggu... -

Ingin menjadi cahaya ditengah cahaya :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Berprasangka Buruk Terhadap BG

19 Februari 2015   05:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:55 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beberapa waktu ini telinga kita sangat akrab dengan perbincangan masyarakat tentang kasus yang menjerat BG. Kasus tersebut menjadi polemik yang berkepanjangan, hingga menimbulkan pro-kontra bagi sebagian besar kalangan. Bahkan sudah menjalar menjadi sebuah konflik yang melibatkan beberapa lembaga negara.

Dalam kasus ini masing-masing lembaga negara tersebut seolah berlomba saling 'mencukur' hingga saling 'menggunduli' satu sama lain, entah dengan maksud untuk melemahkan, atau sekedar ajang 'balas dendam'. Who knows?

Saking hebohnya kasus tersebut, hingga memunculkan istilah CICAK VS BUAYA+BANTENG+TIKUS, DLL. Justru terdengar seperti pertunjukan sirkus di kebun binatang ya? :D

Memang, berbagai kasus politik dan hukum di negeri ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pertunjukan sandiwara. Seharusnya kita sebagai masyarakat hanya berperan sebagai 'penonton' yang menyaksikan pertunjukan dramatis itu sampai selesai, tanpa harus ikut campur untuk menghakimi dan men-judge pihak mana yang benar dan salah.

Namun masyarakat sudah terlanjur mendewakan salah satu lembaga yang seolah-olah menurut mereka adalah 'pahlawan pembasmi kejahatan'. Setiap yang dilakukan lembaga tersebut pasti mendapatkan dukungan yang begitu luar biasa dari sebagian besar masyarakat. Apa masyarakat tidak sadar jika lembaga tersebut juga hanyalah sebuah lembaga negara yang didalamnya berisi manusia biasa (bukan dewa) yang tidak selamanya benar dan dapat melakukan kesalahan?

Apapun alasannya, kita sebagai masyarakat harus cermat menyikapi masalah ini. Jangan dilihat dari satu sudut pandang saja, tetapi harus melihat dari sudut pandang lain. Agar tidak terjadi perdebatan yang dapat memperluas masalah, hingga pada akhirnya hanyalah menjadi 'debat kusir' belaka.

kita ambil contoh, dalam kasus ini mungkin yang menjadi tokoh protagonisnya adalah AS dan BW, dan tokoh antagonisnya adalah BG. Layaknya dalam pagelaran sandiwara, tokoh protagonis selalu menjadi pesakitan terlebih dahulu akibat serangan bertubi-tubi dari segala penjuru yang dilancarkan oleh tokoh protagonis. Hingga pada akhirnya seluruh lapisan masyarakat mendukung dan bersatu untuk menumpas kejahatan, dengan cara menyerang dan menghakimi BG secara bertubi-tubi, tanpa mempedulikan alasan pembelaan, latar belakang dan asal-usulnya. BG menjadi sosok yang paling disorot dan paling disalahkan oleh beberapa pihak. Banyak tuduhan miring terhadap dirinya soal gratifikasi, pencucian uang, bahkan pemalsuan dokumen negara. Apa iya?

Nah, mari kita telaah lebih dalam tentang kasus ini. Sejauh mana masyarakat mengenal BG? Dari mana asal-usul harta kekayaan BG? Apa mungkin BG melakukan hal tersebut?

Jawabannya sangat sederhana. Seluruh dunia telah mengetahui siapa sebenarnya sosok BG. Ia adalah salah satu orang terkaya di dunia, sebagai pemilik perusahaan microsoft. Sangat jelas tidak mungkin BG melakukan gratifikasi, pencucian uang, pemalsuan dokumen negara, dsb. Karena kekayaan pribadinya saja sudah sangat melimpah dan tidak tertampung. Jadi, janganlah berprasangka buruk terhadap BG. :D

Kesimpulannya, jangan dibawa serius ya :D

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun