Oleh: Amriadi Al Masjidiy*Â
Wisuda sebagai tanda kelulusan mahasiswa di sebuah penguruan tinggi, dimana para mahasiswa setelah wisuda akan terlepas dengan segala aktivitas dari kampus. Sering kita dengar setelah wisuda bagi mahasiswa akan bersenang-senang karena sudah terlepas dari segala desahan mata kuliah dan terlepas dari tugas-tugas dosen dibangku kuliah.Â
Makna wisuda tidak bisa paksakan demikian bagi mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah (STID) Mohammad Natsir Jakarta. Dimana mahasiswa STID Mohammad Natsir setelah wisuda langsung ditugaskan pengabdian satu tahun di perdalaman Nusantara. Baru saja terlepas dari tahfidz Al-Qur’an 4 Juz, Praktek Kerja Lapangan (PKL) dan Skripsi tentunya. Setelah hal yang berat ini terlewati bagi mahasiswa STID Mohammad Natsir masih ada tantangan satu lagi yaitu pengabdian Masyarakat selama satu tahun.Â
Menurut Info baru-baru ini kampus juga berencanakan untuk seluruh mahasiswa Beasiswa full akan ditetapkan untuk dua tahun pengabdian. Lagi-lagi tugas berat yang akan diebankan kepada mahasiswa oleh kampus. Kampus Da’wah STID Mohammad Natsir tentunya sangat beda dengan kampus da’wah lain, dimana STID Mohammad Natsir merupakan kampus pencentak kader Da’I Ilallah. Sehingga bagi mahasiswa setelah wisuda walaupun tidak pengabdian dia juga akan mengembang beban pikiran yang berat yaitu kembali kepada masyarakat untuk berda’wah bukan untuk kerja dan kerja.Â
Hal inilah yang membedakan dengan kampus lainnya. Mahasiswa selama di kampus selalu dalam pengawasan. Setelah lulus mahasiswa tidak ada lagi pengawasan dari kampus, hal inilah yang membuat saya untuk bertanya kepada yang wisuda ke VI besok, 31 Maret 2016. Pertanyaan pertama bisakah para wisudawan dan wisudawati bergelut dalam pemikiran yang bebas di Indonesia? bisa berinteraksi dengan masyarakat bawah yang dilihat dari finansial mereka tidak dibutuhkan pendidikan namun yang dibutuhkan adalah makan dan makan, siapkah untuk mengembang perekonomian masyarakat?.Â
Dan berbagai pertanyaan lainnya tentu para wisuda yang telah lulus skripsi mampu menjawabnya lantaran dalam penulisan skripsi adalah menyelesaikan masalah bukan membuat masalah. Dari hal-hal itulah yang membuat saya menunda skripsi dan tidak wisuda tahun ini karena belum memiliki skil da’I yang benar-benar ilallah yang hanya berharap kepada Allah semata. Inilah yang saya usahakan untuk tetap istiqomah bertahan untuk menjadi Mapala (Mahasiswa Paling Lama). Usaha demikian bukan karena sok-sok-an, tetapi untuk mengasah segala skil untuk bisa bermasyarakatan dengan baik.Â
Mengerjakan skripsi dan sidangnya skripsi juga membutuhkan finansial untuk menyelesaikannya belum lagi wisudanya. Memang tergolong pusing untuk mahasiswa tingkat saya yang biasanya beriteraksi di desa perdalaman, tetapi kemudian ke Jakarta untuk mencari ilmu dan mengenal jati diri sebagai anak desa masuk kota Jakarta. Tentunya hal ini menyulitkan bagi kami, namun terima kasih kepada seluruh wisudawan dan wisudawati karena dengan menghadiri wisuda kali ini membuat saya semangat untuk berjuang dalam mengerjakan tuga-tugas akhir dari kampus.Â
Wisudawan/wisudawati STID Mohammad Natsir yang telah sukses menjalankan tugas selama ini semoga Allah selalu memberkahi kita semua. Mohon doanya kepada kami yang belum wisuda, semoga Allah memberikan jalan kemudahan kepada kita untuk bisa menjadi sang perkerja yang digaji langsung oleh Allah swt. Sebagai tugas pewaris para nabi dan ambiya, Da’I illallah namanya.Â
Selamat Sukses Wisudawan dan Wisudawati ke VI Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir Jakarta.Â
Kramat Raya, 30 Maret 2016 – 9:35 PMÂ
*Penulis merupakan mahasiswa STID Mohammad Natsir Jakarta Asal Aceh semester 8.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H