Mohon tunggu...
Inview
Inview Mohon Tunggu... Freelancer - Indonesia View

Cara lain melihat Indonesia dari yang tidak penting menjadi penting. Ditulis dengan bebas dan tetap dalam kaedah jurnalistik.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

"M"

24 November 2015   09:02 Diperbarui: 24 November 2015   10:17 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena jika kita membenci guru kita maka ilmunya tidak akan masuk kekita. Itulah alasannya dia gagal dalam hafalan Al-Qur’an. Tiga hari sebelum selesai dia terpaksa di skors di Pondok Pensantren karena hafalannya tidak sesuai target dan dia juga sudah malas-malasan. “Putus asa” kata yang cocok untuk kita gambarkan keadaanya waktu itu. Setelah di skors dia pulang ke Panti asuhan. Menunggu sampai lebaran agar dia bisa pulang ke kampong halamanya. Dengan THR yang diberikan di Panti asuhan.

Keadaan yang parah ini bisa dilalui sampai selesai di Pondok Pesantren walaupun mendapat catatan yang buruk dimata para guru dan ustadz disana. Bahwa dia adalah siswa terbodoh dan tidak baik akhlaknya. Karena beberapa pelanggaran yang dia lakukan seperti cabut dimalam hari ke warnet. Dan juga tidak ada izin pergi ke Toko buku dan pelanggaran lainya. Apakah dia terpengaruh dengan teman-temannya.

Kita tidak mengetahuinya. Dia adalah seorang sulit untuk ditebak apa kemauannya. Tetapi sekilas dia sangat suka yang namanya mengotak-atikkan computer. Itulah alasannya dia bisa computer secara otodidak alias tanpa guru yang handal. Kebiasaan yang melanggar ini, dia dan temannya juga mendapatkan hal sama. Semua angkatannya terkenal dengan pemberontak. Ada banyak hal yang menyeret mereka di stempel buruk, ada yang gila bola, merokok, atraksi sulap dan sebagainya.

Setelah lulus dari bangku MA Pondok Pesantren tersebut, M ikut tes beberapa beasiswa untuk kuliah. Namun tidak ada satupun yang lewat dan lulus. Hal inilah yang membuatnya harus kerja deres karet selama dua bulan. Hasil dari deres karet jangankan untuk kuliah tahun depan untuk makan saja tidak cukup. Akhirnya dia balik ke kota Lhokseumawe karena mendapatkan tekanan dari preman kampong yang mencomoohnya, M akhirnya mencari kerja di Lhoksumawe dengan uang saku yang pas-pasan. M menanyakan ke teman-temannya apa ada lowongan kerja untuknya.

Sudah tiga hari dia bolak balik Cunda dan Banda Sakti hanya untuk mencari kerja apa saja yang penting dia dapat kerja. Ketemu tukang bagunan dia juga menawarkan diri untuk kerja. Dengan badan yang kurus kering tukang bagunan tidak percaya dia bisa kerja apalagi bulan puasa. Dia juga mendengar ada teman yang kerja bagunan. Dia akhirnya memutuskan untuk menemuinya dirumahnya di Buloh Blang Ara. Jarak antara Lhokseumawe dengan Buloh Blang Ara yang pasti tidak bisa ditempuh dengan jalan kaki. Kecuali orang dia.

Dia pun jadi gila. Jarak dua jam pakai motor di tempuh 3 hari jalan kaki kesana dan tidur serta berbuka puasa dimana masjid yang dia temui. Sebuah masjid besar di Cunda yang tidak memberikan peluang dia istirahat disana, membuatnya harus jalan kaki lagi untuk mencari masjid lain. Namun tidak ditemuinya. Akhirnya M memutuskan untuk Istirahat dibawah jembatan kecil yang kering dibawahnya. Dengan alas kartus bekas yang ditemui dekat jembatan sebagai tikar tidurnya dibawah jembatan tersebut.

M sekarang sudah seperti orang gila buka lagi idiot. Anak jalanan juga tidak pantas karena mereka ada tempat istirahat. M tidak memiliki apa-apa dia hanya berniat untuk kerja agar bisa hidup di Lhokseumawe. Persediaan uangnya tinggal 20 ribu lagi. Dia harus secepatnya mendapatkan kerja. Bagun pagi subuh langsung ke Masjid untuk shalat subuh. Padahal dia belum sahur. Perjalanannya juga panjang.

Akhirnya dia jalan terus sampai tempat rumah temannya yang pada waktu itu dia pernah kesana,; yaitu Simpang Ampera. Sesampai di Simpang Ampera, M istirahat di semak-semak agar keringat dan kecapeannya hilang. Sehingga ketika bertemu temannya nanti tidak curiga kalau dia jalan kaki dari subuh kesana. Sesampai ditempat temannya M hanya menemui ibunya dan neneknya serta seorang teman neneknya yang sudah tua sekali.

Teman yang mau ditemui tersebut tidak ada karena masih kerja. Ipul nama samaran yang sering dipanggil teman-teman di Pondok dulu. Ibunya Ipul juga pernah menjadi juru masak selama dia di Pondok. Namun sekarang dia memilih keluar dengan banyak alasan yang kami tidak mengetahuinya. Terutama masalah keluarga. Keluarga Ipul juga meminta si M untuk tetap istirahat. Disana siapa tau abang si Ipul bisa memberikan kerja padanya.

Tawaran untuk tidak pulang pun diterimanya. Akhirnya nenek si Ipul mengutarakan maksud kedatangan si M kesana. Si Ipul dari awal menolak. Karena si M tidak mungkin bisa kerja keras yang demikian. Ditambah lagi dia malu temannya yang ahli computer dan nilainya lumayan di sekolah. Masak harus kerja seperti dia. Namun bujuk rayunya nenek si Ipul dan ibunya membuat si M bisa kerja. Dia tinggal dirumah Ipul selama hampir satu bulan untuk kerja pembaguna Sekolah SMK di Kandang Lhokseumawe. Dia Cuma memberikan alasan “aku oba saja dulu”

Dalam kerja kerasnya dia sampai jatuh dari lantai dua sekolah karena tidak sanggup mengankat barang berat. M terluka walaupun ringan dan terkilir kakinya. Setelah istirahat 20 menit dia kembali untuk kerja walau kaki sakit dan mata hari panas. Keesoknya dia tidak bisa kerja. Akhirnya dia pulang ke Panti asuhan Lhokseumawe dengan alasan menjeguk adiknya sekaligus untuk mencari tukang urut di kota Lhokseumawe.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun