Mohon tunggu...
Amran Ibrahim
Amran Ibrahim Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pencatat roman kehidupan

iseng nulis, tapi serius kalau sudah menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Alasan di Balik Rekor Korupsi PDIP: Harta, Tahta, Mega?

13 Desember 2020   18:54 Diperbarui: 13 Desember 2020   19:02 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di bulan Desember 2020, bulan antikorupsi sedunia, 4 (empat) petugas partai (PDIP) dicokok Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Latar belakang empat orang kader PDIP yang diduga terlibat menikmati "uang haram" itupun beragam. Mulai dari kroco-kroco yang bermain proyek kementerian, pejabat eksekutif daerah, hingga level menteri.

Di level pemain kementerian, nama Andreau Pribadi yang merupakan Kepala Biro Data dan Informasi Badan Kebudayaan Nasional PDIP sejak 2017 yang sekaligus Stafsus Menteri KP Edhy Prabowo ikut "tergigit" lobster. Calon anggota DPR RI dapil Jawa Barat VII dari PDIP tahun 2019 sempat kabur dan ditetapkan sebagai buron oleh KPK. Tapi tak berapa lama, akhirnya Andreau menyerahkan diri.

Selanjutnya, di level pejabat eksekutif daerah, PDIP kembali menyetorkan dua nama kadernya. Pertama, Bupati Banggai Laut yang sekaligus Ketua DPC PDIP Banggai Laut Wenny Bukamo terkait dugaan suap pengadaan barang. Kedua, Wali Kota Cimahi yang juga merupakan Ketua DPC PDIP Cimahi, Ajay Priatna atas dugaan korupsi pembangunan RS Kasih Bunda.

Terakhir, yang mungkin akan paling diingat publik dalam sejarah "perkorupsian" Tanah Air adalah tindakan tidak terpuji kader PDIP yang menjabat Menteri Sosial, Juliari Batubara. Kader PDIP ini tega-teganya menyunat bantuan untuk masyarakat yang terdampak pandemi. Juliari yang setiap bulannya telah menikmati gaji dan tunjangan sebesar Rp 18,64 juta dari peluh rakyat, plus fasilitas lainnya; jaminan kesehatan, mobil dinas beserta pengawalan VIP, dan rumah dinas, serta fasilitas lainnya berupa dana operasional menteri yang besarannya melebihi gaji dan tunjangan menteri, ternyata masih tergiur "uang receh" Rp 10 ribu yang diperuntukkan untuk bantuan sosial.

Empat orang kader PDIP yang diciduk KPK ini menambah rentetan panjang PDIP sebagai partai terkorup di Indonesia paska runtuhnya Orde Baru. Padahal, sepanjang rezim Orde Baru berkuasa, PDIP merupakan salah satu partai yang keras megkritik tindakan-tindakan koruptif rezim. Lalu kenapa hari ini PDIP seolah menggantikan peran yang dituduhkan pada rezim Orde Baru tersebut?

Dalam percakapan orang awam, ada tiga hal yang membuat seseorang terjatuh, yaitu harta, tahta, dan wanita. Mungkinkah PDIP terjebak dalam circle sederhana ini? Terjebak dengan Harta, Tahta, dan Wanita (Mega)?

Dalam acara Kick Andy Metro TV, Jumat 23 April 2016 lalu, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri pernah ditanyai terkait label partai yang kadernya paling banyak terjerat kasus korupsi. Dalam acara itu, Megawati menerangkan bahwa banyak kader partainya yang berasal dari kalangan bawah.

"Partai saya itu datang betul-betul dari orang tidak berpunya pada awalnya. Saya punya anak buah tukang becak, sampai kami dulu dikatakan anggota PDIP Perjuangan dari orang-orang preman. Iya saya bilang. Itu rakyat Indonesia loh. Kenapa? Karena tidak pernah diberi kesempatan mendapatkan hidup yang layak," tukas Mega kala itu.

Menurut Perencana Keuangan dari Advisors Alliace Group, Andy Nugroho, salah satu yang membuat orang terdorong untuk melakukan korupsi bersumber dari psikologis dan mental. Di mana seseorang tersebut ingin diakui eksistensi dirinya oleh lingkungannya dengan cara atau bergaya hidup mewah (hedon). Atau, dalam istilah anak gaul kekinian disebut sindrom OKB (orang kaya baru). Begitulah cara harta menjerumuskan seseorang.

Godaan yang tak kalah besar juga datang dari kekuasaan itu sendiri. Terkadang, kekuasaan mayoritas juga bisa membenarkan yang salah atas dasar suara terbanyak. Inilah salah satu bahaya demokrasi jika dirawat oleh orang-orang yang tidak tepat. Jika rakyat lengah sedikit, disitulah muncul dorongan untuk "mengeksploitasi" sumber-sumber kekayaan negara untuk kepentingan pribadi maupun kelompok. Oleh sebab itu, dibutuhkan suara penyeimbang dari luar, yaitu dari rakyat itu sendiri.

Namun yang paling menarik dari dua hal di atas; harta dan tahta, adakah faktor wanita (Mega) dalam kasus-kasus korupsi yang melibatkan kader-kader PDIP?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun