Mohon tunggu...
Muh Amran Amir
Muh Amran Amir Mohon Tunggu... profesional -

Jujur, Sederhana, Hemat dan Bersahaja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

72 Tahun Indonesia Merdeka, Warga Dekat Ibu Kota Luwu Belum Nikmati Listrik

13 Agustus 2017   07:25 Diperbarui: 13 Agustus 2017   07:36 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Miris bagi warga dua dusun di desa Seppong kecamatan Belopa Utara, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Diusia kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 72 tahun ini ternyata masih terdapat ratusan warga yang belum menikmati listrik PLN. Ini terjadi di dusun Mamonta, warga pesisir pantai. Sebanyak 89 rumah tangga terpaksa hanya menikmati dan mengandalkan listrik genset dan lampu obor pelita setiap malamnya.

Hal yang sama di desa yang sama juga terjadi pada dusun sarrang alllo, ada 45 rumah tangga yang tidak sempat menikmati listrik PLN, di dusun ini warga hanya mengandalkan nyala lampu senter yang dicharger di dusun tetangga, dan obor lampu pelita.

Baik dusun mamonta maupun dusun Sarrang Allo keduanya masih dekat dari ibu kota kabupaten Luwu kota belopa, yakni dusun mamonta berjarak 10 kilometer dan 5 kilometer dari jalan trans sulawesi atau sementara dusun sarrang allo hanya berjarak 5 kilometer dari ibukota kabupaten. Jarak dari aliran listrik PLN hanya berjarak satu kilometer, lalu mengapa mereka belum menikmati listrik?

Di dusun mamonta, warganya rata-rata hidup sebagai nelayan, kondisi warga di dusun sulit untuk menyimpan hasil tangkapan ikan mereka, terutama pada tangkapan sore atau malam hari, karena untuk melakukan penjualan harus menunggu pagi, karena untuk menyimpan ikan atau udang harus didinginkan namun karena tidak adanya listrik di daerah tersebut warga terpaksa mengambil alternatif lain yaitu membuat ikan asin.

Adapun listrik yang diandalkan hanya generator atau genset, tapi waktunya untuk menyala hanya bertahan hingga pukul 22.00, biaya yang dikeluarkan warga setiap rumah tangga perbulan mencapai 50 ribu rupiah, sedangkan untuk biaya lampu obor pelita mencapai 200 ribu rupiah untuk membeli bahan bakar solar.

Begitupun dengan dusun Sarrang Allo, sejumlah anak anak usia pelajar masih menggunakan lampu obor pelita atau cahaya lampu senter untuk belajar, kondisi inipun bertahan paling lama dua jam.

Belum adanya listrik di daerah ini, sudah berlangsung lama, bahkan warga setiap saat dalam musyawarah perencanaan pembangunan mengusulkan kepada pemerintah namun belum mendapat respon.

Ini adalah daerah yang masih dekat dengan ibukota kabupaten Luwu, lalu bagaimana dengan desa desa lainnya di kabupaten luwu yang berada jauh dari ibu kota kabupaten?

Tidak dipungkiri, jika kedua dusun tersebut masih terdapat warga atau rumah tangga dengan latar belakang kurang mampu namun ketidakmampuan atau kemiskinan bukan alasan untuk tidak memberikan ruang atau porsi pembangunan listrik, karena mereka butuh, apalagi daerah ini sungguh tak jauh dari ibukota kabupaten.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun