[caption id="attachment_141047" align="alignnone" width="619" caption="Mobil Sapu Angin 3,4 dan 5 yang dilombakan di SEM 2011"][/caption] Masih Ingat Sapu Angin? Itu...mobil karya sekelompok mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) yang menjuarai mobil irit di tingkat kejuaraan Shell Eco-Marathon (SEM) Competition di Sepang, Malaysia 2 tahun berturut-turut. Di tahun 2010, tim ITS dengan mobil Sapu Angin 2 mencatat rekor mobil teririt se-Asia untuk tipe Urban Concept dengan jarak tempuh 236,6 Km/ 1 liter bensin. Bukan perkara mudah untuk beraksi di ajang ini. Pengujian menyeluruh dan tes yg ketat terhadap mobil mulai mesin, bahan bakar, berat mobil, bodi, rem, dll harus dilalui mobil peserta sebelum berlaga. Hasilnya, mobil ini mengalahkan 81 tim dari negara2 Asia lainnya seperti Malaysia, Singapura, Thailand, China, Jepang, Pakistan, dll. Kelebihan mobil ini ada pada bodi yang ringan berbahan Glass Fiber Reinforced Plastic (plastik yg diperkuat serat gelas) dan hambatan ban yg kecil. Di tahun 2011, tim ITS yang menerjunkan 3 timnya kembali menorehkan prestasi menjuarai lomba yg sama. Kali ini, pemenangnya adalah Sapu Angin 4 di kategori Urban Concept. Selain bodi yang ringan, kelebihan mobil ini ada di bahan bakar ramah lingkungan (biodiesel). Sapu Angin 4 mengalahkan 93 tim, lebih banyak daripada tahun sebelumnya. Di kategori tersebut, juara kedua diraih oleh ITB dan juara ke-3 diraih oleh Sapu Angin 3 yang juga dari ITS. Sebagai orang Indonesia dan juga alumnus ITS, hal ini adalah prestasi yang sungguh membanggakan di antara centang perenang berita-berita yang tak menyenangkan. Tapi apa daya, hari ini saya terkejut melihat berita yang dilangsir Kompas.com bahwa Sapu Angin 4 kembali ditahan pihak bea cukai. Hal ini bukan pertama kalinya dialami ITS, di tahun sebelumnya Sapu Angin 2 mengalami nasib yang sama, sebulan tertahan di bea cukai sehingga batal dipamerkan dalam pertemuan pimpinan perguruan tinggi luar negeri dan Indonesia di ITS. Rektor ITS saat itu Priyo Suprobo menyatakan telah mengurus perizinan pengangkutan Sapu Angin 2. Karena untuk kepentingan lomba dan ilmu pengetahuan, semestinya Sapu Angin tidak dikenakan bea masuk impor untuk kembali ke Indonesia. Disebutkan bahwa pihak Bea Cukai meminta tebusan Rp 40 juta, sementara ITS telah mengeluarkan dana sekitar Rp 100 juta untuk biaya pengangkutan. Untuk lomba tahun ini pun demikian, pasca lomba pihak ITS telah menghimbau bea cukai untuk tidak menahan Sapu Angin 4. Namun seperti yang dikhawatirkan hal yang sama lagi-lagi terjadi. "Masak, kami harus membayar lagi, padahal kami tidak punya biaya itu. Kami memang mendapatkan hadiah uang, tapi hadiah yang kami terima hanya sekitar Rp18 juta, tentu sangat kurang untuk bea masuk.." kata Eko Hardianto, ketua tim Sapu Angin ITS. Sebagai informasi, total biaya yang dihabiskan tim ITS untuk desain, pembuatan dan lomba adalalah sekitar Rp 380 juta. Untuk memahami lebih dalam alasan bea cukai menahan Sapu Angin, saya coba menelusuri peraturan bea cukai. Berikut adalah beberapa informasi yang saya temukan di homepage bea cukai : Bea masuk: pungutan negara yg dikenakan terhadap barang impor Impor: kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean Cukai: pungutan negara yang dikenakan terhadap barang kena cukai Barang kena cukai: barang2 tertentu yg memiliki sifat/karakteristik yg ditetapkan dlm UU no. 39 thn 2007. Barang ini terdiri dari 1. etil alkohol atau etanol 2. minuman yg mengandung etil alkohol 3. hasil tembakau Dari pengertian ini, bisa jadi bea cukai menahan sapu angin dengan alasan bahwa mobil tsb adalah barang impor. Namun adakah ketentuan lain yg mengatur tentang bea masuk barang impor? Ada 2 peraturan penting yang mengatur tentang bea dan cukai, yaitu UU no. 10 tahun 1995 dan UU no. 17 tahun 2006. Berikut adalah petikan pasal-pasal yang saya anggap relevan dalam kasus tertahannya mobil sapu angin dari UU no. 10 tahun 1995: Bab II tentang Impor dan Ekspor pasal 7(1) : barang impor harus dibawa ke kantor pabean tujuan pertama melalui jalur yang ditetapkan dan kedatangan tsb wajib diberitahukan oleh pengangkutnya, Pasal 7 (7): barang yang dimaksud pada ayat (1) dapat dikeluarkan dari kawasan pabean setelah dipenuhinya kewajiban untuk: a. diimpor untuk dipakai; b. diimpor sementara; c. ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat; d. diangkut ke Tempat Penimbunan Sementara di Kawasan Pabean lainnya; e. diangkut terus atau diangkut lanjut; atau f. diekspor kembali. BAB V tentang Tidak Dipungut, Pembebasan, Keringanan dan Pengembalian Bea Masuk Pasal 25(1) Pembebasan bea masuk diberikan atas impor: a. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik; b. barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia; c. barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor; d. buku ilmu pengetahuan; e. barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan; f. barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum; g. barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; h. barang untuk keperluan khusus kaum tuna netra dan penyandang cacat lainnya; i. persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara; j. barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara; k. barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan; l. peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah; m. barang pindahan; n. barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas nilai pabean dan/atau jumlah tertentu. Pasal ini kemudian direvisi di UU no. 17 tahun 2006 sbb: Pasal 25(1) Pembebasan bea masuk diberikan atas impor : a. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asal timbal balik; b. barang untuk keperluan badan Internasional beserta pejabat yang bertugas di Indonesia; c. buku ilmu pengetahuan; d. barang kiriman hadiah/hibah untuk keperluan ibadah untuk umum, amal, sosial, kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan bencana alam; e. barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat semacam itu yang terbuka untuk umum serta barang untuk konservasi alam; f. barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; g. barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya; h. persenjataan, amunisi, perlengkapan militer dan kepolisian, termasuk suku cadang yang diperuntukan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara; i. barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara; j. barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan; k. peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah; l. barang pindahan; m. barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas nilai pabean dan/atau jumlah tertentu; n. obat-obatan yang diimpor dengan menggunakan anggaran pemerintah yang diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat; o. barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan, dan pengujian; p barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama dengan kualitas pada saat diekspor; q. bahan terapi manusia, pengelompokan darah, dan bahan penjenisan jaringan. Menurut pemahaman saya yg awam tentang peraturan bea cukai, pasal 25(1) di atas telah jelas-jelas menyatakan bahwa barang2 pengembangan ilmu pengetahuan seharusnya tidak dikenakan bea masuk. Apalagi ia bukanlah barang yg diperdagangkan, melainkan diekspor dan diimpor kembali untuk kepentingan lomba. Dari segi peraturan saya kira sudah jelas, lalu alasan apa yang dipakai bea cukai menahan sapu angin? Sungguh aneh jika mereka mengira itu barang komersial, apakah tidak mengikuti berita? Sementara barang-barang ilegal dari luar negeri terkadang lolos masuk ke Indonesia, sungguh menyedihkan melihat hasil karya anak bangsa yang turut mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional justru tertahan birokrasi negeri sendiri. Saya yakin banyak pengalaman buruk yg dialami orang di bea cukai. Sebelum kasus Sapu Angin, bea cukai pernah menahan barang hibah penelitian dari Jepang dan Jerman untuk ITS hingga setahun lamanya. Saya kira pihak universitas terkait telah mengurus surat bebas bea masuk karena hal kategori barangnya memenuhi syarat. Jangankan universitas, saya yang perorangan saja ketika mengirimkan barang pindahan dari Jepang ke Indonesia pasti mengurus surat-surat dan perijinan tsb. Hal ini adalah prosedur standar yang harusnya dapat ditangani dengan mekanisme standar pula, namun bagaimana bisa lain hasilnya? Sungguh sangat menyedihkan melihat mental oknum aparat kita. Di satu sisi kinerja mereka sebagai pelayan publik terus disoroti, di sisi lain bea cukai adalah departemen yang memberlakukan sistem remunerasi. Adakah remunerasi tsb berbanding lurus dengan performanya? Saya kok tak habis pikir, memilah peraturan saja acakadul kok diberi remunerasi... Saya hanya bisa mengurut dada membayangkan perasaan adik-adik kita yg berprestasi ini. Susah payah mereka berkarya, ternyata ini yang mereka dapat: prestasi mereka dijegal oleh birokrasi. Ketika banyak orang kita mengkritisi banyaknya brain drain Indonesia ke luar negeri, mari kita lihat bagaimana negara memperlakukan putra-putrinya yang berprestasi. Kapankah Indonesia maju kalo langkahnya disabotase oleh orang-orangnya sendiri? Tulisan lain tentang curhat bea cukai dan pengiriman dari luar negeri: http://birokrasi.kompasiana.com/2010/12/04/bea-masuk-dan-pajak-restoran-ini-pemerintah-apa-preman/ http://birokrasi.kompasiana.com/2010/06/02/ketika-paket-ditilep-nasibnasib/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H