Lihat ke Halaman Asli

Menulis? Jangan Takut!

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Oleh Auki G. T.

Takut sesunggunya adalah masalah terbesar yang perlu diselesaikan. Ketakutan itu wajar. Rasa takut adalah salah satu ciri manusia. Tetapi ketakutan jangan sampai mengguasai manusia. Hal yang perlu ditakuti adalah ketakutan itu sendiri. Bila ketakutan itu menguasai manusia, yakinlah manusia yang dikuasai rasa takut itu tidak akan perna membuat progers dalam hidupnya.

Sebut saja Pilemon. Ia seorang siswa SMA swasta bergengsi di sebuah kota di ufuk timur negeri 'abra katabra.' Suatu ketika mendapatkan tugas menulis untuk kelas bahasa. Oleh guru bahasanya, ia dan teman-temanya diminta membuat artikel tentang salah satu permasalahan sosial di kota itu.

Pilemon sesunguhnya adalah anak yang baik. Ia selau rajin masuk sekolah, rajin membuat PR, tidak perna absen misa hari mingu di Gereja dan masih banyak hal lain lagi. Ia tidak jauh berbedah dengan teman-temannya. Ia juga tergolong anak yang pandai.

Pilemon juga memiliki satu kebiasaan baik. Pada malam hari, sebelum menjelang tidur ia sering menuliskan pengalaman-penglamanya dalam sebua diary. Sambil menulis ia juga sering menambahkan refleksi intelektual atas penglaman-pengalamanya dalam buku hariannya itu. Baginya, hidup ini tidak boleh lewat begitu saja. Hidup ini perlu dimaknai. Salah satu cara memaknai hidup adalah dengan mencatat penglaman-pengalamnya yang berharga dalam buku harianya.

Pada suatu ketika Pilemon mendapatkan tugas menulis artikel bertemakan masalah social. Ketika mendapatkan tugas menulis artikel itu, Pilemon klabakan. Walaupun ia sering menulis dalam buku harian, baginya menulis untuk khalayak bukanlah hal yang mudah. Kata guru bahasanya, artikel yang dibuat oleh setiap siswa akan dikirim ke media lokal yang terbit di kota itu. Pilemon, tentu saja belum terbiasa menulis artikel tentang masalah sosial untuk komsumsi publik.

Takut.

Pilemon adalah anak yang rajin. Ia tidak perna absen mengerjakan tugas. Lepas dari baik buruknya nilai atas tugas yang ia buat, ia selalu berupaya sekuat tenaga untuk membuat tugas. Kebiasaan baiknya itu membuat pilemom memberanikan diri memulai membuat tugas menulis artikel itu. Sejak siang ia jalan-jalan ke pasar untuk melakukan pengamatan. Ia mengumpulkan berbagai data dan informasi. Beberapa orang ia jadikan sampel untuk ia wawancarai. Ia menanyakan tentang subyek yang ia teliti.

Pada malam hari Pilemon memulai menuliskan serangkayan kata di atas sebua kertas. Ia mulai menuliskan artikel. Perlahan-lahan informasi mentah yang ia peroleh dari pengamatan langsung di lapangan itu ia analisa. Ia munambahkanya dengan beberapa refrensi tentang subyek yang ia tulis dari berbagai litelatur.

Pilemon mulai menulis. satu menit berlalu, dua menit berlalu, dan waktu terus berputar. Ada yang aneh. Satu jam berlalu. Sebentar lagi akan memasuki jam kedua. Sejau itu ia belum buat kemajuan. Artikelnya masi mentok pada baris pertama. Ketika melangkah ke baris ke dua dan baris ke tiga, ia selalu merasa rangkayan kata-katnya tidak nyambung. Kata-katanya kacau balau.

Kertas tempat Pilemon mengoreskan tulisan yang tidak nyambung itu pun ia sobek. Jadilah setumpuk kertas sobekan di bawah mejah belajarnya. Hampir saja ia menghabiskan kertas HFS yang ia beli untuk mengerjakan tugas menulis artikelnya itu.
Dalam keadaan stress bercampur kelelahan itu, Pilemon membaringkan diri. Sejenak ia menutup matanya. Ia memutar audio tapenya, sekedar untuk mendengarkan sebuah lagu. Ia bermaksud mencairkan suasanya batinnya yang jenuh karena tidak mampu mengerjakan tugas. Akhirnya ia pejamkan mata sejenak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline