Lihat ke Halaman Asli

Antara Terjebak Teori, Konsep dan Operasional

Diperbarui: 13 Maret 2016   19:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Membaca dan menulis membantu meningkatkan mutu pendidikan negeri"][/caption]“Sebuah Opini untuk Penjual Pendidikan Negeri”

Hidup di dunia memang kadang membingungkan. Intuisi-intuisi sering bermunculan. Tidak masalah jika itu dipakai untuk stimulus mencari kebenaran intuisi tersebut. Sayang, prosentasenya masih kecil sekali. Parahnya lagi, intuisinya dianggap sebagai hikmah yang manusia lain harus percaya.

Parahnya di mana? Parahnya adalah jika intuisi itu tersampaikan kepada manusia-manusia paruh buruh yang hidupnya dipenuhi dengan intuisi-intuisi orang lain. Biasanya manusia itu tampak terbuka sekali, tapi tidak kritis. Paruh buruh, disebut seperti itu karena manusia demikian bukanlah buruh. Mereka berpikir dan bekerja tapi kurang kritis. Pekerja tanpa berpikir untuk kemajuan adalah buruh. Pekerja yang bekerja dan berpikir adalah bukan buruh dan paruh buruh.

Fakta, prosentase pergulatan nurani dan akal manusia melawan intuisinya lebih banyak dimenangkan oleh intuisinya. Mengapa? Karena kebanyakan manusia menganggap bahwa segala teori adalah kurang bermanfaat. Sehingga lebih menyenangi assertion, experiance, dan cerita-cerita orang lain untuk dijadikan jalan hidupnya.  

 Memangnya teori tidak diperlukan? Kalau seandainya teori tidak diperlukan, apakah fakta manusia kapitalis dan zionis menang melawan manusia negeri ini salah? Jangan dibutakan ego untuk mengakui kekalahan dengan mereka. Manusia di negeri ini kalah jauh dengan mereka secara teori. Finlandia, Korea Selatan, Kanada, Amerika Serikat, Jepang, Belanda, Hongkong, dan singapura adalah deretan negara-negara penguasa teori pendidikan.

Memang pengajian kata ‘terbaik’ adalah relatif. Terbaik bagi manusia negeri ini berdasarkan parameter moral dan mental. Tapi apakah ada yang berani menyangkal bahwa tingkat kriminalitas di negeri ini lebih rendah dibandingkan dengan Finlandia? Hahahahaha......

Teori didapat dari pendidikan formal dan informal. Melalui apa? Melalui membaca. Guru hanyalah sebatas media saja. Pembantu murid dalam memahami sebuah teori dan memberi proyeksi implementasi sebuah teori di kehidupan para muridnya. Berdasarkan data UNESCO di tahun 2014, tingkat buta huruf di Indonesia masih ada di kisaran angka 12 juta penduduk. Data juga menunjukkan, semakin muda kelompok usia penduduk di Indonesia, tingkat literasinya juga semakin tinggi. Artinya, semakin ke arah sini tingkat literasi Indonesia semakin membaik. Meskipun begitu, tingkat literasi yang tinggi tidak berarti banyak karena rendahnya minat baca orang Indonesia mencapai rasio satu banding seribu. Ini menunjukkan Indonesia sebenarnya mampu membaca, tapi kurang minat untuk menyentuh buku.

Penulis ingatkan, manusia negeri ini masih banyak yang paruh buruh. Bertindak tapi tidak berpikir. Membuat sistem pendidikan agar penguasaan teori membaik, tapi justru laksana menjual pendidikan saja. UNAS, PR, UAS, dan tindakan kurang pintar lainnya. Sang penjual ingin customernya jajal UNAS supaya untung dan terjebak dalam penguasaan teori tanpa konsep dan operasional.

Faktanya? Banyak sarjana, magister, dan profesor di negeri ini tapi masih saja ngemis beras negeri tetangga. Jangan senang dulu. Manusia yang menganggap teori tidak penting, tidak pernah membaca untuk membuktikan intuisi-intuisinya tapi memberikannya kepada orang lain adalah sama tak eloknya. Manusia demikian adalah paruh buruh yang terjebak dengan kata ‘teori’ karena tidak mengetahui kedalaman makna dan prosesnya.

Teori dan konsep dianggap mirip oleh banyak manusia. Integrasi dari sebuah teori adalah konsep. Konsep terbentuk karena pemilik teori berembug dengan lainnya hingga berbuah konsep. Apakah intuisi bisa menjadi konsep? Penulis menganggap bisa. Karena intuisi diperlukan dalam momen tertentu atau ada pengecualian lainnya, tapi bukan harga mati intuisi selalu bisa menjadi konsep. Perlu integral tingkat tiga untuk menjadikannya sebuah konsep. Intinya konsep adalah hasil mufakat dari manusia-manusia yang merembugkan teorinya.

Penjual pendidikan negeri ini mungkin sedang goblog. Seharusnya cara ‘berembug’ juga dikonsep. Karena implementasi lambang ʃ (integral) adalah rembugan itu. Teori diintegralkan menjadi konsep sebuah operasional. Artinya teori-teori dirembugkan (dengan cara yang benar) menjadi konsep sebuah program atau operasional. Substansi yang rumpang ini ada dalam pendidikan negeri ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline