Rungkut, 1 Februari 2016
Jarum jam sudah melewati angka 20.00, ketika saya mengakhiri hari ketujuh pelatihan reporter baru Harian Surya. Setelah merapatkan kursi ke meja, 16 peserta pelatihan berdiri, menutup mata dan tangan ngapurancang, memanjatkan doa.
Begitu membuka mata, Sylvianita Widyawati, peserta yang ditunjuk memimpin doa, langsung melontarkan aba-aba untuk menyanyikan Mars Tribun.
Itulah ritual yang kami jalani tiap kali mengawali pelatihan di pagi hari dan menutupnya saat malam. Ritual tambahannya adalah membersihkan meja dari sampah, seperti bungkus makanan kecil, sobekan kertas atau kotoran lain.
"Kita bantu teman-teman cleaning service membersihkan tempat ini," begitu kira-kira ujar Febby Mahendra Putra, GM Newsroom Tribun dan Pemimpin Redaksi Harian Surya soal ritual tambahan itu.
Tepat pukul 20.30 kami meninggalkan ruang kelas di lantai 2 Kantor Harian Surya di Jalan Rungkut Industri III 60&70 Surabaya.
Wajah mereka kembali berseri. Mungkin meraka sudah membayangkan mengempaskan tubuh penat ke kasur empuk di rumah setelah seharian mengikuti pelatihan.
Selama satu setengah jam sebelumnya, kami membahas tugas satu tim di kelas pelatihan itu. Isi kelas yang terdiri atas 16 reporter itu dibagi menjadi empat tim yang harus membuat liputan single focus sebagai praktik lapangan.
Deskripsi, diksi, dan efisiensi kalimat menjadi panduan kami untuk menyempurnakan beberapa naskah berita soal tumpukan sampah di hutan bakau di pantai timur Surabaya.
Itu hanya sebagian kecil dari kegiatan pelatihan yang kami mulai pada 25 Januari 2016. Pelatihan yang menguras energi karena dilakukan 12 jam sehari.
Dalam pelatihan itu, kami belajar kembali tentang teori-teori jurnalistik dasar. Sebagian besar peserta pelatihan adalah reporter baru di Harian Surya, tetapi di antara mereka sebagian sudah beberapa tahun menjadi reporter.