Dengan toleransi dan akseptansi yang ditanamkan pada setiap generasi penulis percaya akan terciptanya sebuah peradaban kedepannya oleh generasi mendatang yang lebih baik. Sebuah peradaban yang terbentuk dari keterbukaan atas setiap gagasan-gagasan atau isme-isme yang saling berdialektika tanpa harus tumpahnya darah seperti tragedi 1965. Biarkanlah sejarah tragedi 1965 menjadi pembelajaran yang dimana sesama rakyat Indonesia terjebak dalam “devide et impera” oleh pihak-pihak asing yang serakah terhadap sumber daya alam Indonesia. Mari membangun sebuah peradaban agar suatu hari kelak anak cucu kita pada generasi mendatang tampil dihadapan dunia sebagai bangsa yang penuh toleransi dan akseptansi yang berarti menolak segala diskriminasi yang ada di kehidupan umat manusia. Yah itu memang hanya sebuah harapan yang tidak akan terwujud tanpa perjuangan dari kesadaran kolektif untuk sebuah kerja kemanusiaan. Dengan toleransi dan akseptansi kita akan terhindar dari segala bentuk fasis dalam pikiran juga dalam tindakan. Mulailah dari diri sendiri perjuangan atas harapan itu dengan toleransi dan akseptansi sejak dalam pemikiran apalagi dalam perbuatan untuk sebuah tatanan sosial yang lebih baik di tanah air tercinta Indonesia.
“Belajarlah dari hari kemarin. Hidup untuk hari ini. Milikilah harapan untuk hari esok. Yang penting jangan pernah berhenti berharap”
~Albert Einstein
“Yang bukan saudaramu dalam Iman adalah saudaramu dalam kemanusiaan”
~Sayyidina Ali bin Abu Thalib
#ToleransiSejakDalamPikiran
Referensi :
Wikibooks (Diakses Tanggal 13 April 2016)
Syafieh Blogspot (Diakses Tanggal 13 April 2016)