Agar kita menjadi orang-orang yang berorientasi al-Quran, hendaklah al-Quran menjadi penuntun dan pemandu seluruh kehidupan kita (manhaj). Sehingga al-Quran merubah kehidupan kita sebagaimana isi al-Quran yang kini di hadapan kita yang masih otentik dan orisinil, masih gadis, meminjam istilah Muhammad Abduh, telah merombak pola pikir dan sikap mental para sahabat secara totalitas.
Marilah kita perbaiki pemahaman dan kita luruskan sikap kita yang terlanjur bengkok terhadap kitab suci, dengan ta'wid (pembiasaan membaca sejak usia dini) tilawah yang benar, tasmi', (mendengarkan dengan merenungi isinya) tafhim (memahami), ta'lim (mengajarkan kepada orang lain), tathbiq (mengamalkan), kemudian mengajak orang lain ke jalan al-Quran tersebut.
Inilah yang dimaksud al-Quran sebagai manhaj. Mendekatkan jarak antara idealitas dan realitas. Mensinergikan antara cita-cita dan fakta di lapangan. Antara tekstual dan kontekstual. Antara pemahaman secara literal dan menerjemahkan di ranah public. Memadukan antara kualitas keilmuan dan keterampilan mengamalkannya. Antara kemampuan menyerap kandungan isinya dan mendokumentasikan dan membahasakannya di benak publik.
Karena, fiqhusy Syariah memerlukan fann (seni) tersendiri dan mengkomunikasikan di lingkungan sosial memerlukan fann (seni) yang lain (fiqhud dakwah), demikian istilah Imam Syafi'i.
Jadi disamping kita dituntut memahami maddatud dakwah (materi dakwah), tidak kalah pentingnya adalah menguasai maidanud dakwah (obyek dakwah). Jika kita sudah berinteraksi dengan umat, mereka tidak mempertanyakan tentang wacana kita, tetapi apa yang bisa diperankan untuk memberikan pelayanan terhadap mereka.
Yakni menjadikannya tata acuan dalam berpikir, berprilaku dan rujukan tata kelola kehidupan secara infiradi dan jama'i. Kita mustahil mendakwakan al-Quran jika kita sendiri tidak memahaminya dengan benar dan memiliki pengalaman yang unik dalam mengamalkannya. Al Quran bisa menjadi pembelamu (hujjatun laka) atau saksimu yang memberatkan (hujjatun 'alaika) di akhirat kelak, begitu kata Rasulullah SAW.
"Dan apabila kamu tidak membawa suatu ayat Al Quran kepada mereka, mereka berkata: "Mengapa tidak kamu buat sendiri ayat itu ?" Katakanlah: "Sesungguhnya aku hanya mengikut apa yang diwahyukan dari Tuhanku kepadaku. Al Quran Ini adalah bukti-bukti yang nyata dari Tuhanmu, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman." Dan apabila dibacakan Al Quran, Maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat[mendengar dan memperhatikan sambil berdiam diri] (QS. Al Araf (7) : 203-204)."
Untuk mengakhiri muhasabah (intropeksi) ini saya mengutip dua ayat firman Allah SWT dalam surat ash Shaf (61).
"Wahai orang-orang yang beriman ! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan ?. (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan (QS. Ash Shaf (61) : 2-3)."
Mudah-mudahan kita mampu menjadi individu dan umat terbaik (khoirul bariyyah) sepanjang zaman. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H