Mohon tunggu...
Suparmin
Suparmin Mohon Tunggu... Guru - Seorang Pendidik Tingkat SMA di Kabupaten Gowa, Sulsel

Tebarkanlah kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tahun Baru Hijriah: Saatnya Muhasabah

11 Agustus 2021   08:45 Diperbarui: 11 Agustus 2021   08:58 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahun baru Hijriah telah kita lewati sehari. Rasanya, tidak ada pesta meriah layaknya pergantian tahun Masehi. Kita hanya, sedikit, menyaksikan di media sosial perdebatan orang-orang yang mempersoalkan pemindahan hari libur. 

Pasti dengan masing-masing argumen. Mungkin di antara pembaca, ada yang terlibat dalam debat kusir itu. Saya tersenyum-senyum saja membacanya, mengambil simpulan untuk menikmati libur sehari ini.

Malam sedikit terasa dingin. Rintik hujan menyapa walau tak lama. Situasi seperti ini membuat pikiran dan hati menerawang ke mana-mana. Mengingat tentang masa lalu. Mengingat orang-orang dekat yang kini bermukim jauh. Mengingat kehidupan, kematian, dan kehidupan abadi setelah meninggalkan dunia. 

Jadilah mengambil laptop lalu menuliskan bagian sederhana sebagai pengingat diri. Di tahun baru Hijriah 1443, setidaknya, kita harus saling mengingatkan untuk lebih banyak menghitung-hitung diri kita. Lalu apa yang perlu dihitung/dimuhasabah? Pembaca yang budiman, cukup tiga yang saya tuliskan, ya! Sekali lagi, ini pengingat diri, terlebih terhadap diri penulis sendiri.

1. Muhasabah Keagamaan Kita

Sebagai umat beragama, kita semua meyakini agama yang kita anut. Kebenaran dan keyakinan tersebut harus kita manifestasikan dalam kehidupan nyata. 

Dalam Islam,  kita harus yakin, kebenaran itu datangnya dari agama dan kita harus menghitung-hitung keberadaan kita dalam beragama. Mari mengingat sejak kita balig (14 tahun) hingga usia kini, berapa banyak salat yang pernah kita tinggalkan. Berapa banyak puasa yang tidak kita tunaikan.

Pembaca yang budiman, muhasabah diri tentang kebiasaan kita menjemput hari. Apakah setelah Allah, Swt. menghidupkan dari mati kecil, kita awali dengan bersyukur sambil membaca doa bangun tidur? Lalu kita menjemput hari dengan kebaikan-kebaikan beragama. Salat Subuh sudah menjadi sesuatu yang pasti harus kita dirikan. 

Setelah itu, apakah bibir-bibir kita bergetar dengan berzikir, melantunkan bacaan-bacaan Al-Qur'an atau tangan, mata, dan pikiran kita langsung terarah pada handphone di dekat kita? Lalu sibuk membaca dan menonton hal-hal kurang berfaedah di subuh-subuh yang berkah.  Sekali lagi, pembaca yang budiman, ini adalah pengingat diri, terutama bagi diri pribadi penulis.

2. Muhasabah Dunia Kita

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun