Mohon tunggu...
Suparmin
Suparmin Mohon Tunggu... Guru - Seorang Pendidik Tingkat SMA di Kabupaten Gowa, Sulsel

Tebarkanlah kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengapa PJJ Membosankan?

20 Oktober 2020   07:37 Diperbarui: 20 Oktober 2020   13:10 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembelajaran jarak jauh (PJJ) sejatinya membuat kita berbahagia. Bukankah dengan PJJ kita lebih luwes mengatur waktu. Pendidik dan peserta didik bisa belajar di mana saja yang penting terkoneksi dengan jaringan internet. Keduanya tidak perlu berseragam lengkap dari kepala hingga kaki. 

Peserta didik tidak perlu bersiap sedia setiap pergantian pelajaran. Mereka juga bisa belajar sambil rebahan atau duduk santai sambil minum segelas teh, kopi, dan minuman kesukaan lainnya. Pun mereka didik tidak lagi disuruh ke kantin sekadar membeli air mineral untuk gurunya. Semua itu bisa kita rasakan selama pagebluk ini mengurung kita dan memaksa belajar di ruang berbeda hingga lebih 7 bulan lamanya.

Lalu mengapa berita-berita yang muncul berkaitan dengan pembelajaran jarak jauh selalu negatif. Di awal-awal kita terpaksa belajar dari rumah, berita mengenai peserta didik yang stres akibat tidak paham terhadap pembelajaran yang dilakukan. Bukan hanya peserta didik, orang tua mereka pun stres karena dipaksa mendampingi anaknya belajar di rumah. 

Ketika demonstrasi penolakan terhadap undang undang cipta kerja diikuti oleh kaum pelajar, lagi-lagi berimbas negatif terhadap PJJ atau BDR (belajar dari rumah). Pelajar yang ikut demo ditengarai karena mereka bosan belajar di rumah dalam jangka waktu yang sudah lama. Tak tanggung-tanggung, informasi ini berasal dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). 

Kemudian, akhir-akhir ini, akibat pembelajaran jarak jauh semakin menggila. Di Jawa, seorang ibu tega menyiksa anaknya karena tidak menurut ketika disuruh belajar dari rumah. Tak tanggung-tanggung, penyiksaan itu berakhir di liang kubur bagi sang anak. Miris bukan? 

Kemarin, 19 Oktober 2020, daerah saya juga digegerkan dengan berita meninggalnya seorang anak karena meminum racun akibat stres mengerjakan tugas yang diberikan oleh pendidik selama pembelajaran jarak jauh ini. Judul berita seperti itu. Berita ini beredar dengan begitu cepat di media sosial dilengkapi dengan pranala video ke akun Youtube seseorang.  Benar-benar menggemparkan.

Kembali ke esensi judul. Dari dua narasi tersebut, menurut analisis saya (seorang pendidik yang juga terus belajar), ada tiga penyebab sehingga pembelajaran jarak jauh itu tidak bisa membuat bahagia. Mari kita lanjutkan uraiannya, kawan. 

Tapi ingat, pembaca (terutama pendidik) jangan mencak-mencak lalu merasa tersalahkan, ya. Tulisan ini hanya introspeksi bagi pribadi saya, kawan pendidik yang lain, serta siapa saja yang gelisah dengan dunia pendidikan kita. Ini masalah universal. Bukan tentang saya, Anda, atau mereka. Tetapi tentang kita. Yuk berpikir positif.

1.  Pendidik yang tidak memahami sistem PJJ atau BDR

PJJ dimulai dengan sangat cepat. Melesat.Rasa rasanya tidak ada kesempatan bagi satuan pendidikan dan pendidik untuk melakukan persiapan, semua dipaksa beradaptasi dengan situasi. Selain memikirkan kesehatan diri dan keluarga di masa pandemi, pendidik mesti memikirkan cara terbaik mengajar jarak jauh. Di sinilah pendidik kita tersaring. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun