Proses Pebelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang dalam masa pandemik ini lebih dikenal dengan belajar dari rumah, dalam praktiknya, tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Kita semua telah membaca berbagai macam masalah yang terus disoroti, hingga KPAI pun merilis beberapa keluhan-keluhan tersebut. Beberapa masalah tersebut adalah:
1. Â Kondisi jaringan
Tidak semua daerah di Indonesia memiliki jaringan internet yang stabil. Bahkan, hingga kini, masih ada daerah-daerah yang tidak terjangkau dengan jaringan internet.
Hal ini menjadi penyebab sistem belajar dari rumah tidak dapat dilakukan secara maksimal. Kita telah membaca, bahkan menonton di media nasional seorang pendidik yang rela meluangkan waktu dan tenaga mengajar dengan berkunjung ke rumah peserta didiknya satu demi satu.
Satu sisi, kegiatan ini dilaksanakan di masa pandemi yang mengahruskan kita tinggal di rumah. Akan tetapi, di sisi lain, kegiatan ini terpaksa dilakukan untuk menjamin peserta didik mereka tetap mendapatkan haknya dalam bidang pendidikan.
2. Sistem yang digunakan pendidik
KPAI pasca menerima laporan dari orang tua dan peserta didik, menyoroti sistem pembelajaran jarak jauh yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik.
Ada pendidik yang hanya mengirimkan tugas kepada peserta didik tanpa penjelasan sebelumnya. Ada juga pendidik yang mengirim tugas dan batas pengumpulannya yang begitu membebani. Atau ada pendidik yang memberikan tugas tanpa penguatan.
Ingat, ini bukan pendapat saya secara pribadi, ya.
3. Ketidakmampuan orangtua mendampingi anaknya di rumah
Para orangtua pun banyak yang melaporkan keluhan mereka. Bahkan, di media lokal halaman utama, diberitakan "Orangtua stres dengan tugas anak-anaknya".
Hal ini memiliki banyak faktor. Bisa saja masih ada orang tua yang diwajibkan datang ke kantor mereka untuk bekerja sehingga mereka tidak punya waktu luang mendampingi anak-anaknya mengerjakan tugas sekolah.
Ada juga orangtua yang stres dengan pertanyaan-pertanyaan anaknya mengenai materi pembelajaran.
Jelas saja, tidak semua orangtua menguasai bidang pembelajaran, kan?
4. Â Masalah kuota/paket data
Persoalan kuota/paket data menjadi hal yang tidak kalah penting. Saat ini, penggunaan paket data selama masa tinggal di rumah meningkat drastis.
Aplikasi yang selama ini jarang dilirik, tiba-tiba menjadi sesuatu yang utama dalam masa ini. Terutama aplikasi yang bisa menghubungkan orang dalam bentuk video.
Akan tetapi, perlu dipahami, aplikasi tersebut selain membutuhkan jaringan internet, pasti membutuhkan paket data dalam pengoperasiannya.
Di sinilah masalahnya. Dalam proses pembelajaran jarak jauh, tidak semua peserta didik memiliki paket data yang mumpuni. Apa lagi untuk membuka konten-konten yang menyedot paket data.
Lalu apa solusinya?
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia telah menerbitkan Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah Reguler Nomor 19 tahun 2020 sebagai perubahan atas keputusan Menteri Pendidikan Nomor 8 tahun 2020. Saya kutip Pasal 9A Â sebagai berikut:
Dalam peraturan tersebut tertulis jelas dibolehkannya dana BOS dipergunakan untuk pembelaian paket data dalam rangka mendukung pelaksanaan pembelajaran dari rumah.
Nah, inilah yang telah diterapkan oleh sekolah tempat saya mengabdi. Saya tidak perlu menuliskan nama sekolahnya ya, cukup pembaca tahu dan semoga bisa diterapkan di sekolah lain bagi yang belum menerapkannya.
Di sekolah kami, seluruh peserta didik kelas X dan XI dikirimkan paket data. Dua penyedia paket data yang "mendapatkan durian runtuh" kewalahan dalam melakukan proses transfer data. Butuh waktu lebih dari dua hari untuk menyelesaikan proses ini.
Maklum, sekolah kami memiliki peserta didik yang terbilang banyak. Kelas X dan XI berjumlah sekitar 650 peserta didik.
Proses pengiriman paket data diawali dengan meminta informasi jenis kartu yang mereka gunakan. Proses ini dilakukan bersama wali kelas masing-masing.
Setelah rampung, data tersebut dikirimkan ke bagian kurikulum. Bagian kurikulum lalu menyerahkannya kepada pihak penyedia paket data. Kirim deh. Aman kan! Ini langkah nyata yang telah dilakukan.
Lalu bagaimana dengan gurunya?
Sama, setiap pendidik wajib melaporkan proses pembelajaran jarak jauh yang telah mereka lakukan. Laporan tersebut disertai foto dan jenis pembelajaran.
Jika laporan telah selesai, paket data pun akan diberikan kepada pendidik.
Saya kopi saja beberapa kiriman ucapan terima kasih dan semangat mereka berikut ini.
"Nama sy Nurqalbi dari kls X mipa 6, Alhamdulillah sy merasa sangat terbantu dengan kebijakan kepala sekolah memberi kouta kepada kami para murid yg harus belajar di rumah, karna Covid-19 orang tua kami menjadi kurang mampu dalam perekonomiannya sedang kebutuhan kami harus di penuhi setiap harinya, dan sy sangat berterima kasih kepada kepala sekolah SMAN ..... yg telah mempermudah kami dalam belajar online dengan memberikan kami kouta"
Yang lain berujuar:
"kepada yg terhormat Bunda DRA. FATMAWATI, M.SI terima kasih telah memberikan kami kouta gratis,dengan kouta gratis ini semoga kita bisa memanfaatkannya dengan baik,dan bisa belajar dengan giat lagi. thank you very much"
"kepada yang terhormat Bunda DRA. FATMAWATI, M.SI. Kami merasa sangat berterima kasih kepala Ibunda kepala sekolah karena telah memberikan kami kuota gratis. Â dengan adanya kuota gratis ini menjadikan kami lebih bersemangat dan lebih giat lagi untuk mengikuti pembelajaran daring ini.
sekali lagi kami mengucapkan banyak-banyak terimakasih kepada Ibunda DRA. FATMAWATI, M.SI "
Siswa lain mengirimkan testimoninya
Inilah langkah nyata. Melakukan proses pembelajaran dari rumah bukan hanya isu yang bisa dilakukan secara tiba-tiba. Lakukanlah analisis, cari solusi, diskusikan, dan ambil langkah nyata. Bukankah pengalaman adalah guru terbaik?
Mari menjadi "semua murid, semua guru" meminjam istilah Najelaa Shihab, inisiator jaringan semua murid semua
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H