Mohon tunggu...
Suparmin
Suparmin Mohon Tunggu... Guru - Seorang Pendidik Tingkat SMA di Kabupaten Gowa, Sulsel

Tebarkanlah kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Spidol yang Merindu

20 April 2020   09:52 Diperbarui: 20 April 2020   10:04 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kaltim.tribunnews.com

"Hei, mengapa engkau berdebu?", teriak spidol memecahkan suasana. Teriakannya ditujukan kepada bangku-bangku kosong yang ada di hadapannya. Tidak ada jawaban. Bangku-bangku yang berjumlah 36 tersebut masih saja diam. Jangankan jawaban, lirikan ke spidol pun tidak. 

Di samping spidol, si penghapus lalu berbisik pelan, "Coba teriakannya lebih keras lagi!" kali ini spidol yang cuek. Bukan tidak mendengar bisikan si penghapus, tapi dia masih memendam luka. Dia begitu benci kepada penghapus. 

Penghapus itulah yang selalu menghilangkan jejaknya. Jejaknya tidak pernah lama di papan tulis. Paling lama, jejaknya hanya bertahan hingga teriakan peserta didik "Sudah, Bu/Pak". Setelah itu, dengan cekatan penghapus lalu menghancurkan kenangannya. 

"Coba teriakannya lebih keras lagi!". Si penghapus kembali mengulang bisikannya. Berharap spidol tidak bergeming. Kali ini, spidol melunak. Dia paham. Hanya penghapus, kawannya yang setia. 

Setiap saat, siang, malam, kemarau, hujan, apa pun kondisnya, si penghapus selalu setia di sampingnya. Persoalan si penghapus menghapus jejaknya, dia paham bahwa itulah catatan takdirnya.

"Hei, mengapa engkau berdebu?" kali ini teriakan spidol lebih keras. Akan tetapi, suara yang lebih keras tidak mengubah sikap bangku-bangku itu. Bangku masih diam. Jangankan jawaban, lirikan ke spidol pun tidak ada. 

Malah, kali ini vas bunga yang memberikan respons. Dia tersenyum. Memandang spidol dengan lembut. Vas bunga memperbaiki posisinya. Diintip bunga berwarna hijau yang melekat di atasnya. Digoyangkan sedikit, debu beterbangan. 

Kali ini, vas bunga baru tersadar, sudah sebulan tidak ada yang menyentuhnya. Padahal, sebulan yang lalu, dia masih ingat, setiap hari kadang dia disentuh dan dipindahkan berkali-kali. 

Peserta didik yang datang lebih awal, membersihannya lalu merapikan bunganya. Pendidik yang masuk pada jam pertama terkadang memandanginya, mengelus, lalu memindahkannnya ke sisi kiri meja. 

Pergantian pelajaran, pendidik yang lain akan kembali mengelusnya lalu mengangkat dan menyimpannya pada sisi yang lain di meja itu. Bahkan terkadang vas bunga menjadi kawan bagi pendidik yang sedang kasmaran. Kali ini, vas bunga juga hanya tersenyum. Tidak ada celotehan.

"Mungkin dia sedang bersedih." Malah kalender di atas meja yang memberikan jawaban. Kalender terlihat tegar. Dia paham bahwa sudah sebulan peserta didik dan pendidik tidak pernah masuk ke ruang kelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun