Mohon tunggu...
Muhammad Nur Ammarullah
Muhammad Nur Ammarullah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Taruna Akademi Angkatan Laut

Menulis seusai dengan pengalaman penulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kawasan Laut China Selatan, Ujian Terbesar bagi Kedaulatan Indonesia dan Strategi Penguatan Wilayah Maritim

28 Mei 2024   11:36 Diperbarui: 28 Mei 2024   13:46 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 2. klaim-klaim yang disengketakan di Laut Cina Selatan. (Sumber: www.thejakartapost.com)

     Persaingan klaim teritorial di Laut China Selatan merupakan salah satu isu paling kompleks dan sensitif dalam geopolitik regional Asia-Pasifik. Berbagai negara di kawasan tersebut, termasuk China, Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei, telah mengklaim sebagian dari wilayah Laut China Selatan. Persaingan ini terutama berkaitan dengan kepemilikan pulau-pulau kecil, terumbu karang, dan zona ekonomi eksklusif (ZEE).

      China, sebagai negara dengan klaim terluas di Laut China Selatan, telah mengklaim sebagian besar wilayah tersebut dengan merujuk pada klaim historis yang berakar pada dinasti-dinasti kuno. Klaim China terhadap wilayah-wilayah ini telah menimbulkan ketegangan dengan negara-negara tetangga yang juga mengklaim bagian dari wilayah tersebut berdasarkan batas-batas yang diakui secara internasional.

Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei, antara lain, telah melakukan klaim yang bersaing dengan klaim China dan klaim satu sama lainnya atas sebagian wilayah Laut China Selatan. Persaingan ini diperumit oleh kekayaan sumber daya alam yang melimpah di kawasan tersebut, termasuk minyak, gas alam, dan ikan, yang menjadi daya tarik utama bagi negara-negara yang bersaing.

Ketegangan semakin meningkat karena beberapa negara telah melakukan tindakan unilateral untuk memperkuat klaim mereka, seperti pembangunan pulau buatan, instalasi militer, dan peningkatan aktivitas maritim di kawasan tersebut. Hal ini telah memicu reaksi dari negara-negara lain dan meningkatkan risiko konflik militer yang tidak diinginkan.

Upaya untuk menyelesaikan persaingan klaim teritorial di Laut China Selatan telah melibatkan berbagai inisiatif diplomasi, termasuk negosiasi bilateral antara negara-negara yang terlibat, mediasi oleh pihak ketiga, dan upaya untuk mencapai kesepakatan kerangka kerja multilateral. Namun, penyelesaian damai dan berkelanjutan atas perselisihan ini tetap menjadi tantangan yang besar di tengah ketegangan politik dan kepentingan nasional yang kompleks.

SEMBILAN GARIS TERPUTUS

Salah satu elemen penting dalam klaim teritorial China di Laut China Selatan adalah "Nine-Dash Line" atau "Linea Uji Tuntas" yang diperkenalkan oleh pemerintah Republik Rakyat Tiongkok pada tahun 1947. Garis ini merupakan garis putus-putus yang membentang dari pesisir timur China, melingkari sebagian besar Laut China Selatan, dan kembali ke wilayah China di sebelah utara.

      Meskipun garis ini tidak dijelaskan secara rinci atau berdasarkan koordinat geografis yang spesifik, garis tersebut telah digunakan oleh pemerintah China untuk menegaskan klaimnya atas sebagian besar Laut China Selatan. Namun, klaim ini bertentangan dengan hukum internasional, terutama Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS), yang telah ditandatangani oleh sebagian besar negara di dunia.

      Banyak negara, terutama negara-negara ASEAN yang terpengaruh langsung oleh klaim ini, menolak klaim "Nine-Dash Line" dan menganggapnya tidak sah menurut hukum internasional. Filipina, misalnya, telah menempuh jalur hukum dengan membawa klaimnya ke Pengadilan Arbitrase Permanen pada tahun 2013, dan pada 2016, pengadilan tersebut memutuskan bahwa "Nine-Dash Line" tidak memiliki dasar hukum yang sah menurut UNCLOS.

      Meskipun putusan ini tidak mengikat bagi China, hal itu menggarisbawahi ketidaksetujuan internasional terhadap klaim tersebut. China, di sisi lain, tetap kukuh dalam klaimnya dan terus melakukan langkah-langkah untuk memperkuat kontrolnya atas Laut China Selatan, termasuk pembangunan pulau buatan, peningkatan kehadiran militer, dan penegakan yang lebih ketat terhadap klaimnya.

      Kehadiran "Nine-Dash Line" di kawasan Laut China Selatan menjadi salah satu sumber ketegangan dan konflik di kawasan tersebut. Penyelesaian yang damai dan berkelanjutan atas klaim teritorial ini akan memerlukan dialog konstruktif, keterbukaan, dan konsensus di antara negara-negara yang terlibat, serta konsistensi dengan prinsip-prinsip hukum internasional yang berlaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun