Mohon tunggu...
Ammara Kamila
Ammara Kamila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Ilmu Hubungan Internasional

-

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Perdamaian dan Akulturasi Kesenian: Studi Kasus dari Langensari, Banjar

11 Agustus 2024   23:35 Diperbarui: 11 Agustus 2024   23:38 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumentasi Pribadi

Indonesia merupakan suatu negara dengan lebih dari 1.340 suku, sehingga akulturasi dan perpaduan budaya bukanlah suatu fenomena yang langka. Namun bukan berarti kita harus menutup mata terhadap bagaimana budaya-budaya terus berakulturasi, karena setiap daerah mempunyai keunikan dan pelajarannya yang khas. 

Hal ini terutama berlaku di wilayah perbatasan, dimana masyarakat dari berbagai suku secara terus-menerus berbaur dan berinteraksi dengan satu sama lain, menumbuhkan dinamika yang menarik di antara budaya-budaya tersebut. Salah satu contohnya adalah Desa Langensari di Banjar, yang terletak di dekat perbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Desa ini kaya akan budaya Jawa dan Sunda, sehingga seni pertunjukannya pun memiliki pilihan yang sangat beragam. 

Kuda Lumping Ebeg sebagai Contoh Nyata Kesenian Akulturasi

Sumber: Dokumentasi Pribadi
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Salah satu bentuk seni pertunjukan akulturasi yang paling banyak ditemukan di Desa Langensari adalah kesenian Kuda Lumping Ebeg, sebuah seni pertunjukan tradisional Jawa yang dipadukan dengan unsur Kebudayaan Sunda. Kuda Lumping Ebeg berasal dari Banyumas dan paling banyak terdapat di daerah yang memiliki tingkat asimilasi yang tinggi antara budaya Sunda dan Jawa. 

Pertunjukan seperti ini sering kali menarik banyak perhatian dari kedua suku, karena banyak orang dari segala usia dan latar belakang tampaknya dapat menikmati pertunjukan tersebut secara setara. Di Banjar, yang membuat kesenian ini cukup terkenal di mata warganya adalah dapat diiringi melodi dan instrumen Sunda dan Jawa.

Dalam upaya untuk lebih memahami Desa Langensari dan masyarakatnya, seorang dalang dari Sanggar Tari Langen Budoyo Desa Langensari di wawancara mengenai opininya tentang perkembangan tari-tari budaya Sunda dan Jawa di Desa Langensari. Ia menyatakan bahwa banyak orang dari segala usia dan suku bisa menikmati pertunjukan ini karena beragam hal, baik itu dari musiknya, tariannya, maupun dalam aspek mistisnya. 

Meskipun Desa Langensari secara De Jure terletak di wilayah Jawa Barat yang sebagian besar dari penduduknya berbudaya Sunda, dalang Langen Budoyo menyatakan bahwa masyarakat Jawa dan Sunda sama-sama gemar menghadiri pertunjukan-pertunjukan seperti ini. Bahkan dalam kasus tertentu ia menyatakan bahwa orang Jawa terkadang lebih banyak menikmati tarian-tarian ini dibandingkan orang Sunda.

Sumber: Dokumentasi Pribadi
Sumber: Dokumentasi Pribadi

Bentuk akulturasi Kuda Lumping Ebeg ini juga populer di daerah lain yang berbatasan dengan Jawa Barat dan Jawa Tengah. Hal ini dapat menjadi studi kasus yang menarik mengenai bagaimana seni pertunjukan dengan gaya serupa lebih mudah diakulturasi dibandingkan daerah lain. Desa Langensari merupakan daerah perbatasan yang memiliki kemampuan pergerakan yang tinggi dan tidak memiliki sejarah konflik yang besar dengan daerah-daerah yang di batasi. 

Oleh karena itu, akulturasi terjadi secara alami, dimana pementasan tidak lagi hanya menggunakan sumber-sumber dari budaya aslinya, namun juga menggunakan budaya lain yang mungkin sudah terasimilasi dengan baik di kalangan masyarakatnya. Pada kasus Desa Langensari, masyarakat Sunda dan Jawa sudah mengalami proses asimilasi yang sangat sempurna, dimana kedua bahasa dapat digunakan secara bergantian dan tidak terjadi kebocoran ataupun ketegangan antara kedua suku tersebut di daerahnya.

Sederhananya, perdamaian yang sudah lama terjaga di daerah Langensari, Banjar mendukung banyaknya budaya Sunda dan Jawa yang bercampur dan secara tidak langsung melariskan pertunjukan budaya yang terakulturasi. 

Desa Langensari saat ini juga sedang mencoba mengembangkan cara baru untuk memadukan hal tersebut dengan mencoba memadukan Jaipong, tarian tradisional Jawa Barat, dengan Ebeg. Hal ini sebagai upaya untuk menciptakan cara baru dalam menikmati dua tarian yang sangat populer di Desa Langensari tersebut, sekaligus mencoba melahirkan sebuah tarian budaya baru yang bisa disebut unik sebagai milik mereka.

Perdamaian dan Kebudayaan di Desa Langensari, Banjar 

Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan dalang Langen Budoyo, budaya-budaya akulturasi seperti Kuda Lumping Ebeg merupakan hasil karya perdamaian dari para penyanyi dan penari, dan tidak pernah ada sejarah konflik antar suku yang diakibatkan oleh akulturasi dan percampuran di Desa Langensari. Justru, upaya akulturasi seni pertunjukan mempunyai banyak manfaat bagi masyarakat.

Equalitas dalam Pementasan dalam Tingkat Acara 

Sumber: Dokumentasi Pribadi
Sumber: Dokumentasi Pribadi

Bentuk seni yang diakulturasi dapat memastikan adanya sorotan yang setara bagi kedua suku dalam acara dan perayaan. Di Desa Langensari, seni pertunjukan sering digunakan dalam berbagai perayaan adat, seperti Muharroman atau Suroan. 

Keberadaan bentuk-bentuk seni pertunjukan yang diakulturasi tidak hanya bermanfaat bagi penyelenggara acara-acara tersebut karena menarik demografik orang yang sangat luas, namun juga memastikan bahwa acara-acara tersebut yang dimaksudkan untuk melambangkan hal-hal seperti perdamaian, rasa syukur, atau kemakmuran dapat secara akurat mewakili segenap masyarakat yang merayakan peristiwa penting tersebut. 

Representasi yang tepat dari kedua budaya dalam suasana formal sering kali menjadi faktor penting yang sering kali diabaikan, karena hal ini juga bisa menjadi pengakuan implisit pemerintah akan pentingnya kedua budaya tersebut. Dalam kasus Desa Langensari, hal ini lebih lanjut didukung oleh fakta bahwa Kepala Dalang Langen Budoyo menyatakan bahwa pemerintah daerah sangat mendukung dalam mempromosikan dan memaparkan pertunjukan mereka.

Menjamin Eksistensi Kebudaayan yang Berkelanjutan 

Sumber: Dokumentasi Pribadi
Sumber: Dokumentasi Pribadi

Akulturasi juga dapat menjadi jaminan bagi kedua budaya tersebut untuk terus mempunyai relevansi dalam masyarakat saat ini. Ini memanfaatkan kembali unsur-unsur dari kedua budaya tersebut dan menciptakan bentuk seni baru yang dapat menarik generasi baru dan tua untuk hadir, dan hal ini juga berlaku bagi masyarakat Desa Langensari. 

Misalnya, anak muda mungkin lebih tertarik pada aspek penguasaan Kuda Lumping, namun belum tentu tertarik dengan musik tradisional Sunda, maka kombinasi penggunaan keduanya memastikan bahwa anak muda masih familiar dengan musik Sunda. Pada akhirnya, dalam masyarakat yang serba cepat ini, inovasi dan keunikan sering kali dicari ketika kita menghabiskan waktu. 

Itulah sebabnya promosi dan penggunaan bentuk-bentuk seni pertunjukan yang diakulturasi mungkin merupakan cara terbaik bagi masyarakat untuk mencoba melestarikan budayanya agar tidak menjadi tidak relevan, karena budaya adalah konsep yang berubah-ubah yang memanifestasikan dirinya sesuai dengan keinginan masyarakat untuk mewujudkannya.


Hubungan antara Kebudayaan dan Perdamaian

Sumber: Dokumentasi Pribadi
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Kesenian Kuda Lumping Ebeg, yang menggabungkan elemen dari kedua budaya mayoritas di daerah perbatasan, mencerminkan bagaimana interaksi yang harmonis dan tanpa konflik dapat menciptakan dinamika seni pertunjukan yang kaya dan menarik bagi masyarakat dari berbagai latar belakang. 

Budaya akulturasi seperti Kuda Lumping Ebeg juga memiliki banyak kelebihan, seperti ekualitas representasi dan pelestarian budaya yang berkelanjutan, dimana kedua hal tersebut juga mendukung perdamaian pada kalangan masyarakat. Oleh karena itu, budaya akulturasi memiliki hubungan yang saling bertimbal balik dengan perdamaian, dimana perdamaian dapat meningkatkan percepatan akulturasi dan budaya yang dihasilkan juga dapat mempertahankan perdamaian tersebut jika dilakukan dengan benar.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun