Beras, buah, sayur-mayur, gula, tempe, telur, dan kebutuhan lainnya, semua di import dari luar nengeri. Sehingga, harganya menjadi mahal. Sekali lagi. Mereka yang mendapatkan keuntungan dari kebijakan import itu, tak lain para pengusaha dan birokrat. Sementara, rakyat tetap menjadi korban dari kebijakan import itu.
Tetapi, bukan hanya kebutuhan pokok rakyat yang menjadi bergantung kepada asing. Tetapi hal-hal yang sekunder juga sangat bergantung kepada asing.
Seperti mobil dan motor. Sudah puluhan tahun. Sejak zamannya Soeharto berkuasa. Â Sampai sekarang Indonesia belum mempu membuat mobil dan motor sendiri. Semuanya masih bergantung kepada Jepang.
Pabrik mobil dan motor seperti Toyota Astra dan Honda di Indonesia hanya tempat merakit. Banyak lulusan perguruan tinggi, hanya menjadi "kuli"Â di perusahaan asing itu, bukan menjadi ahli yang membuat perangkat transportasi.
Sekarang jalan-jalan macet dipenuhi dengan mobil dan motor produk Jepang. Indonesia hannya mendapatkan keuntungan dari pajak. Selebihnya Indonesia harus membayar mahal dengan adanya kendaraan mobil dan motor itu. Pemerintah harus membayar subsidi BBM yang jumlahnya mencapai Rp 70 triliun. Pemborosan BBM luar biasa. Jalan-jalan mengalami kemacetan dan polusi.
Indonesia benar-benar menjadi tanah jajahan asing. Tempat asing membuang barang mereka. Rakyat di jejali dengan produk-produk asing. Kolaborasi antara pengusaha dan pejabat (birokrat) membuat Indonesia semakin tidak lagi memiliki nilai (velue) yang dapat bersaing dengan asing.
Apalagi Indonesia sudah menandatangani perjanjian "Free Trade Area" untuk kawasan Asia. Di mana nantinya akan bebas lalu-lintas barang masuk ke Indonesia, dan bebas pajak. Ini pukulan yang lebih hebat lagi bagi masa depan Indonesia.
Rakyat jelata hanya melihat jalan-jalan penuh dengan mobil dan motor. Sementara, mall-mall, plaza, dan pasar-pasar di penuhi dengan produk-produk asing. Mereka hanya menjadi penonton sembari menahan lapar. Pasar-pasar tradisional pun tak lepas dari jangkauan barang-barang asing.
Memang negeri ini diperuntukkan bagi kepentingtan asing. Bukan untuk rakyatnya. Apalagi rakyat jelata.
Ramadhan mereka hanya dapat menghela napas panjang. Hidup di rumah-rumah kumuh, sambil menikmati singkong rebus dan sekedar tempe serta garam. Karena beban hidup mereka semakin berat. Sementara penghasilan mereka semakin sedikit. Mendapatkan lapangan kerja pun sangat sulit.
Selamat menyongsong Ramadhan. Semoga Allah Rabbul Alamin tetap memberkahi kepada rakyat Indonesia. Wallahlu'alam.