Selain itu, penggunaan akad Qardh ini juga kurang tepat karena nasabah pemegang kartu kredit diwajibkan untuk menyetorkan sekian dana untuk deposit dan limit kreditnya sehingga akad qardh yang seharusnya menyediakan pinjaman atau tolong menolong namun nasabah diharapkan memiliki uang terlebih dahulu sebagai deposit  agar bisa mendapatkan kartu kredit syariah.
3. Tidak adanya sistem kontrol dalam kartu kredit syariah apakah produk yang dibeli nasabah itu barang-barang yang halal ataukah haram. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa ketika nasabah pemegang kartu kredit tersebut dalam melakukan transaksinya dengan menggesek, maka yang akan muncul tercatat dalam merchant hanya nama merchantnya bukan produk-produk yang dibeli sehingga hal ini sangat memungkinkan  berpotensi adanya barang haram yang dibeli. Oleh karena itu, perlu adanya sistem yang bisa mengawasi barang-barang yang dibeli nasabah menggunakan kartu kredit syariah tersebut.
4. Penggunaan kartu kredit sering berkaitan erat dengan perilaku penggunanya yang konsumtif yang mana hal itu bertentangan  dengan prinsip syariah. Namun hal tersebut bergantung pada masing-masing individu tetapi dengan munculnya kartu kredit syariah ini  secara tidak langsung dapat membuat nasabah berperilaku berlebihan atau konsumtif walaupun terdapat limit untuk setiap jenis kartu. Namun hal itu tidak menjamin tindakan konsumtif dapat dihilangkan.Â
Kartu kredit syariah mungkin bisa menjadi solusi dari penggunaan kartu kredit konvensional, namun perlu juga memperhatikan ulang mengenai implementasinya apakah sudah sesuai dengan prinsip islam atau belum. Kartu kredit syariah memang tidak menerapkan bunga di dalamnya namun belum tentu diperbolehkan menurut syariah islam. Perlu dilakukan peninjauan ulang mengenai implementasinya agar dapat memberikan solusi kebaikan untuk semua umat.