Mohon tunggu...
Bagas De
Bagas De Mohon Tunggu... -

Buruh sosial. Tinggal dan bekerja di Slovakia-Eropa Tengah. Aslinya, Anak Kampung, dari Nehi-Enoraen, ntt. Laman blog pribadi: www.confessionoflife21.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Antara Nostalgia, Pesimisme, dan Optimisme Pada Pilpres 2019

26 September 2018   12:21 Diperbarui: 27 September 2018   20:56 2201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (kompas.com)

Persoalannya adalah di tengah cerita tentang spirit pantang menyerah Prabowo di setiap pilpres terselip pula pengalaman kegagalannya. Dua kali ikut pilpres, dua kali gagal. "Capres gagal atau capres abadi", demikian ungkapan satirnya. 

Untuk alasan ini, statemen pesimistis ala Prabowo semisal, "80 persen kekayaan negara dikuasai oleh hanya satu persen golongan" atau "Indonesia bubar tahun 2030", dll, semestinya bisa diterima dan dimaklumi publik.

Kehadiran Sandi sebagai cawapres, dengan jualan OK OCE-nya, juga belum mampu sepenuhnya menetralisir kadar pesimisme Prabowo - atas Indonesia.

Ringkasnya, di atas panggung pilpres 2019, Sang Pesimis berjuang keras merebut kekuasaan dengan cara menciptakan objek-objek ketakutan bersama sekaligus menunjukkan ketangguhannya untuk bertahan dan mengatasi bayangan ketakutan (baca: kegagalan politis) yang dirasa dan dialami sendiri dan kelompok-kelompok pendukungnya. 

Optimisme

Karier politik Jokowi terbaling cukup baik. Dua periode sebagai walikota Solo, terpilih sebagai gubernur di pilkada DKI Jakarta 2012, dan saat ini masih mengemban tugas sebagai RI 1. Peralihan kursi dan scope kekuasaan dari Solo hingga RI 1 seakan berlangsung dalam satu tarikan nafas. Tanpa jeda. Tentu saja, ada track record dan prestasi riil yang menunjang karier politiknya.

Problemnya saat ini adalah produk kerja yang dihasilkan pemerintahan Jokowi semisal bandara udara baru, bendungan, jalan-jalan tol, BBM satu harga di Papua, pos-pos lintas batas, dll, tak sepenuhnya memuaskan rakyat Indonesia, terutama kelompok oposisi dan kaum pendukungnya.

Juga, tema tentang hantu PKI, isu SARA, TKA-Cina, pembengkakan volume utang negara, dll, seakan menjadi persoalan maha berat yang sulit dibereskan pemerintahan Jokowi. "Jokowi lemah, karena tidak mampu mengatasi persoalan-persoalan bangsa," demikian kira-kira bunyi kritiknya. 

Di tengah kepungan situasi yang demikian, Jokowi tampak tetap aktif bekerja, selalu optimis dan merasa yakin dengan masa depan bangsa ini. "Indonesia pada tahun 2045 mendatang akan masuk kategori sebagai negara dengan skala ekonomi terbesar di dunia," demikian prediksi Jokowi.

Ringkasnya, di atas panggung pilpres 2019, Sang Optimis berjuang keras mempertahankan kekuasaannya dengan cara menyajikan upaya dan capaian-capaian positif yang telah dikerjakan termasuk target-target apa saja yang mau dicapai bangsa Indonesia di masa mendatang.

Penutup

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun