Kemudian Saleh Partaonan Daulay, dari PAN, juga bersiul sumbang, "Anies sudah menunjukkan keberanian beliau untuk menata kota Jakarta. Beberapa di antaranya, penutupan hotel dan tempat spa Alexis, serta penghentian proyek reklamasi. Jadi, dari situ juga (kami) berharap (dia) mampu menata Indonesia."
Dengan berpijak pada alur pertimbangan di atas, asumsi tentang "narasi sukses kubu oposisi dibentuk via proses framing track record pemerintahan Anies-Sandi", hemat saya, mendapat basis pembenaran. Apakah asumsi ini tepat? Karl May (1842-1912), dalam catatan Fitria Andayani (Andayani), dikenal sebagai pencerita kelas wahid. Tuturnya meyakinkan. Katanya menghanyutkan. Tak ada yang mengira bila sebuah cerita yang terucap dari bibirnya adalah hasil imajinasi.
Dalam setiap bukunya, misalnya dalam novel Und Friede auf Erden (1904), tulis Andayani, Karl May "bisa menggambarkan dengan tepat situasi geografisnya meskipun ia tidak pernah datang ke tempat itu. Seolah mampu menghipnotis, banyak orang percaya bahwa apa yang diceritakannya itu adalah sebuah kebenaran."Â
Lantas, pertanyaannya adalah apakah narasi sukses pemerintahan Anies-Sandi saat ini yang diframing kubu oposisi termasuk karya imajinatif atau non imajinatif? Anda bebas menilainya. Dan saya menaruh hormat untuk penilaian anda. Setiap penilaian dan pilihan politis kita turut membantu benar tidaknya narasi sukses politik-us tanah air. Itu saja dulu deh. Wasalam (bagas de')
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H