Mohon tunggu...
Bagas De
Bagas De Mohon Tunggu... -

Buruh sosial. Tinggal dan bekerja di Slovakia-Eropa Tengah. Aslinya, Anak Kampung, dari Nehi-Enoraen, ntt. Laman blog pribadi: www.confessionoflife21.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketika Parasit Sukses Menggusur Pilkada Jakarta

20 Desember 2016   17:49 Diperbarui: 20 Desember 2016   19:34 796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penghancuran Moral Bangsa/Ibnu Aqil G Dani.dok/repelita.com

Kini, dengan dalilnya masing-masing tiap kelompok yang sudah "di/terpisah" itu - tampaknya - berjuang keras membuktikan kebenaran tuduhan atau prasangkanya atas laku Ahok kepada penegak hukum, masyarakat umum atau pun konstituen Pilkada DKI Jakarta 2017. Dan mereka tahu konsekuensinya: jika Ahok "kalah" maka mereka akan "dibenarkan", tetapi jika Ahok "menang" maka wajah mereka akan "ditampar" publik.

Dengan pijakan di atas kita, masyarakat umum, sedikit dibantu untuk memilah secara tepat dalam setiap penilaian kita atas kasus dugaan penistaan Agama oleh Ahok yang kebetulan bertepatan dengan momen Pilkada DKI Jakarta: atau masalah politik atau masalah agama, atau keduanya.  

Aktus mencintai agama dan Tuhannya adalah sesuatu yang baik. Juga aktus mencintai sesama dan menaruh respek pada keberagaman adalah sesuatu yang baik pula. Siapa pun berhak untuk memperjuangkan dan berkewajiban untuk menjaga atau menghargai kebajikan-kebajikan itu.

Tetapi kebajikan-kebajikan itu tidak bisa diperjuangkan atau dijaga dengan cara-cara misalnya ceramah penuh hasutan dan provokasi rasialis-politis; atau berupaya merecoki proses hukum dugaan penistaan agama yang sedang berlangsung dengan berbagai novum dalil yang dipaksakan; atau berupaya "memeras" dan menuntut ganti rugi material dan imaterial hingga miliaran rupiah dari "tersangka" dengan dalil untuk membangun rumah Allah; termasuk kesenangan sweeping ala ormas tiap jelang hari raya keagamaan; atau mendiskreditkan agama tetangga berdasarkan pola laku anomal dari kelompok massa atau oknum tertentu; dan sejenisnya. Mengapa?

Sebab, pola perilaku di atas tidak hanya aproduktif sebagai "morphine" bagi nalar publik tetapi sekaligus ia menjadi bumerang di jalan yang umumnya dipakai seseorang ketika ia mencari/menuntut sebuah kebenaran dan keadilan di hadapan - hukum Ilahi pun - hukum positif. 

Sebagai catatan penutup, masalah sosial-politis termasuk dengan paket dalil propagandanya yang timbul atau sengaja diciptakan melalui kasus Ahok sekiranya tidak membuat kesadaran kritis kita mati total layaknya pasien anestesi. Sebab, ini bukan soal Pilkada DKI Jakarta semata.

Ini juga tentang tuntutan dan tanggung jawab etis kita "atau membangun dan memperkuat fanatisme kelompok atau mempertegas dan menghargai keberagaman" di hadapan ke-Bhinneka Tunggal Ika-an bangsa Indonesia. Mampukah kita mewujudkannya? John F. Kennedy bilang, "If we cannot end now our differences, at least we can help make the world safe for diversity." Itu saja dulu deh. Wasalam (bagas de')

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun