Mohon tunggu...
Bagas De
Bagas De Mohon Tunggu... -

Buruh sosial. Tinggal dan bekerja di Slovakia-Eropa Tengah. Aslinya, Anak Kampung, dari Nehi-Enoraen, ntt. Laman blog pribadi: www.confessionoflife21.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Antara "Teman Ahok" (Indonesia) dan "Dobrovoľník Pavol" (Slovakia)

27 Februari 2016   23:19 Diperbarui: 28 Februari 2016   01:03 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengantar

Sudah hampir dua tahun saya tinggal dan bekerja di negara ini, Slovakia-Eropa Tengah. Saya meninggalkan tanah air, Indonesia, akhir Juni 2014. Pada saat itu, di Indonesia, pesta demokrasi lima tahunan lagi hangat, dan semarak malah. Pemilihan anggota legislatif plus pemilihan kepala negara. Dari sekian banyak fenomena pesta demokrasi tanah air, yang muncul kala itu, saya sebutkan beberapa yang mampu saya ingat. Kompetisi menjual gagasan politik, menggelinding isu SARA ke tengah gelanggang demokrasi. Atau gerakan memancang baliho kandidat di tempat-tempat umum dan terbuka.

Orasi politik di atas pentas dan disatupaketkan dengan orkestra tunggal, dangdut misalnya, sebagai pemeriah. Dan lain sebagainya. Dari sekian fenomena itu, saya tertarik untuk menseringkan fenomen "kelompok pendukung" dalam politik. Berhubung di sini, Slovakia, pun lagi dalam suasana pesta demokrasi: Parlamentné Voľby 2016 (Pemilihan Anggota Parlamen Slovakia 2016). Pesta demokrasi itu baru akan dilaksanakan pada tanggal 5 Maret 2016 mendatang. Sebagai informasi tambahan, di sini, Slovakia, pergantian sekaligus pemilihan anggota parlamen diadakan empat tahun sekali. Sedang untuk presiden, diadakan tiap lima tahun sekali.    

Fenomen Kelompok Pendukung

Masih kuat membekas dalam ingatan saya tentang kelompok pendukung yang menamakan diri "ProJo", atau Pro Jokowi. Kelompok ini mendukung Pa Joko Widodo pada saat pemilihan presiden kemarin, tahun 2014. ProJo mulai populer sejak saat itu. Dan mungkin bisa jadi, kelompok ini masih eksis hingga saat ini. Berhubung, calon yang didukung, Pa Jokowi, keluar sebagai pemenang, presiden terpilih. Apapun itu, ada satu hal menarik dari fenomen ini. Bahwa mereka, kelompok pendukung, berani keluar dari pakem yang lumrah dan biasa dalam gelanggang demokrasi. Biasanya, masyarakat umum, termasuk juga bakal calon, mencari dan mengekori partai-partai politik.

Partai politik (parpol), baik tunggal ataupun dalam koalisi, menetapkan calon, dan kemudian masyarakat menyebar dan menyatu dengan kelompok masa partai-partai politik yang sudah ada sebelumnya. Mereka bersatu dengan kelompok masa tetap dari satu parpol dan kemudian bersama-sama mengkompetisikan calon yang diusung parpol. Dan bukan sebaliknya, parpol mengekori calon dan atau kelompok pendukung.

Fenomen kelompok pendukung kemudian terus berlanjut pada masa menjelang pemilihan kepala daerah DKI Jakarta 2017. "Teman Ahok", demikian nama dari kelompok pendukung salah satu bakal calon gubernur pada pemilukada mendatang, Basuki T. Purnama atau yang biasa disebut Pa Ahok. Kelompok ini juga mulai populer akhir-akhir ini. Kelompok "Teman Ahok" tidak jauh berbeda dari kelompok "ProJo" yang sudah eksis sebelumnya. Akan tetapi, kelompok ini jauh lebih militan. Setidak-tidaknya sampai dengan saat ini. Sebab Pa Ahok, belum sama sekali "disentuh atau menyentuh" partai manapun. Selain partai Nasional Demokrat (Nasdem). Sekalipun demikian, posisi Nasdem dalam kasus ini lebih sebagai pendukung dan bukan pengusung.

Jadi, dapat dikatakan bahwa, di atas kertas, kelompok "Teman Ahok"lah yang memegang kendali, atau punya posisi tawar, dan dipelototi masyarakat sebagai "kendaraan politiknya" Pa Ahok. Militansi mereka dalam mendukung gubernur petahana sangat terukur dan terorganisir dengan baik. Sejauh ini sudah 587.432 KTP yang terkumpul. Saya berasumsi bahwa militansi yang dimiliki kelompok ini muncul karena integritas dari calon incumbent yang diusung, Pa Ahok. Track record yang dimiliki Pa Ahok telah mampu menumbuhkan kepercayaan dalam diri mereka. Hemat saya, tidak mudah kita mempercayakan sesuatu kepada seseorang, apalagi itu soal nasib hidup sendiri atau nasib hidup orang banyak. Itu cerita di tanah air.

Di sini, Slovakia, ada satu faktum menarik terjadi. Sudah begitu banyak kandidat legislatif "mengiklankan" diri kepada masyarakat. Hampir di setiap media audio-visual ataupun media cetak, anda dapat dengan mudah menemukan gambar wajah mereka dengan berbagai ekspresi, pun termasuk tulisan-tulisan motto politik mereka. Saya menyebut beberapa motto politik. "Dobrý Politik je Slúži ľuďom" (Politik yang baik adalah sikap melayani rakyat). "Robíme pre ľudi, Chránime Slovensko" (Bekerja untuk masyarakat demi melindungi Slovakia). "Stojime vo vašej strene" (Kami berdiri dan ada di pihak anda). Dan masih banyak lagi. Ada satu hal menarik di Blok Nitra-Kalvaria, Staré Mesto, tempat di mana saya tinggal dan bekerja saat ini. Hal menarik yang saya maksud adalah fenomen kelompok pendukung.

Berbeda dengan "ProJo" atau "Teman Ahok" yang punya nama jelas, kelompok ini tanpa nama. Mereka dikenal melalui apa yang mereka lakukan atas-kandidat-politisi Pavol Leštinský. Untuk mudah diingat, sebut saja kelompok ini dengan nama "Dobrovoľník Pavol" (Relawan Pavol). Kelompok Dobrovoľník Pavol ini secara sukarela mendukung dan mencalonkan Pavol Leštinský sebagai anggota parlamen. Pavol Leštinský sendiri bukanlah seorang politikus populer. Ia berlaku layaknya masyarakat sipil-biasa lainnnya, dan banyak mendedikasikan hidupnya untuk karya-karya sosial karitatif. Pavol sendiri tidak memiliki niat untuk menjadi politisi, apalagi maju dalam kompetisi demokrasi kali ini. Tetapi oleh karena desakan, tepatnya kepercayaan, dari hampir sebagian besar masyarakat di kota ini ia akhirnya bersedia untuk maju.

Atas kesediaanya itu, segala sesuatu yang diperlukan dalam gelanggang demokrasi ini disiapkan secara sukarela dan cuma-cuma oleh masyarakat kota setempat. Kemudian dia diminta untuk menulis motto politiknya supaya bisa dipajangkan. Apa yang dia tulis? Ia menulis, "Nie som Politík. Ale verite ma" (Saya bukanlah seorang politisi. Tetapi percayalah pada saya). Dan semua setuju. Pemilihan belum dilangsungkan, tetapi, saya berasumsi, ia bakal lolos sebagai anggota parlamen. Itu cerita Slovakia. 

Penutup

Fenomena kelompok pendukung adalah hal yang lumrah dalam dunia dan kompetisi demokrasi. Namun akhir-akhir ini ia menjadi begitu populer. Mungkin lagi ngetren. Ada hal menarik dari kelompok-kelompok ini, entah ProJo, Teman Ahok, atau Dobrovoľník Pavol, atau apalagi yang bakal muncul di kemudian hari, yakni soal track record politisi dan kepercayaan masyarakat. Bahwa rekam jejak seseorang mampu membentuk dan menebalkan keyakinan masyarakat, dan kemudian menggerakkan mereka untuk secara sukarela mendukung dan mempercayakan nasib hidupnya pada-calon-politisi bersangkutan. Atau sederhananya, anda (baca: politisi) berbuat baik, maka orang akan percaya pada anda. Sebagai akibat lanjutan, anda mendapat banyak teman, atau siapa pun rela dan mau menjadi teman anda.

Soal teman, seorang Sosiolog Prancis pernah menulis begini, "Dalam hidup, anda dapat memilih rekan, teman, atau sahabat sesuai dengan kebebasan dan keinginanmu. Kalau ia baik anda dapat berteman atau bersahabat dengannya. Tetapi kalau dia buruk atau jelek, anda dapat membuangnya. Tetapi soal keluarga, anda tidak dapat memilih. Anda hanya bisa menerimanya. Baik ataupun buruk, dia tetap adalah keluargamu." Nah, sebagai penutup, ada padamu, ada pada kita, tidak hanya Pa Jokowi atau Pa Ahok.

Ada juga Pa Haji Lulung L, Pa M. Taufik, Pa Yuzril Iza Mahendra, Pa Farhat Abas, Pa Ahmad Dani, Ibu Wanita Emas, dan yang lainnya. Mereka juga punya cerita dan rekam jejak, juga teman. Mari menilai dan sekaligus -kalau bisa- mengakrabi mereka, entah sebagai teman, ataupun sebagai keluarga dalam kompetisi demokrasi kali ini. Tetapi dengan catatan, ini bukan hanya soal kompetisi tetapi juga soal kesehatan dan kemajuan berdemokrasi-politik. Sebab, hal itu berkaitan erat dengan kemaslahatan hidup orang banyak sekarang dan ke depan. Dan tentu saja, lebih dari kadar teman-temanan di Tanah Abang, atau teman-temanan di Kalijodo. Itu saja dulu deh. Wasalam.

 

Bagas De'

Alumnus STFK Ledalero

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun