Mohon tunggu...
amk affandi
amk affandi Mohon Tunggu... Guru - guru

Saya guru matematika di SMP Muhammadiyah 4 Yogyakarta Saya senang membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Sungai Serayu Syahdu

25 September 2023   14:03 Diperbarui: 25 September 2023   14:07 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sungai Serayu memang bukan hanya untuk mata pencaharian, seperti ketersediaan ikan, pasir dan batu. Sungai serayu juga menyimpan legenda, bahkan sampai yang mistik. Terutama pada bagian kedung. 

Cirinya, airnya sangat tenang, bahkan ombak tidak begitu kelihatan, tapi airnya terus bergerak dan memutar. Disinilah cerita masyarakat timbul. Mulai dari yang menghuni ular yang sangat besar, buaya putih, sampai konon ada yang menunggu. Dibeberapa penggalan mitos lainnya, kedung itu, dahulu kalanya untuk mandi orang sakti. Sehingga tak jarang, sering ditemukan sesajen.

Kalau ular, saya termasuk yang percaya. Dimana ada air sungai, disitu ada ikan, lele, ular, kepiting dan hewan lainnya. Tentang mitos, saya kurang begitu meyakini. Karena dari mulut ke mulut, konon di selokan Wanganaji ada ikan yang besarnya serigen. Rigen adalah alat bantu untuk mengeringkan opak. Panjang sekitar dua meter dan lebarnya sekitar setengah meter. Kalau ikannya bertapa, saya percaya. Lah.... Bagaimana ikan akan bergerak, lebar selokan saja hanya sekitar tiga meter.

Sungai Serayu, bukan hanya menjadi sahabat. Sungai Serayu kadang menjadi musuh. Tahun tujuh puluhan, jembatan yang melintas Sungai Serayu, yang menghubungkan Kalibeber dan Kebondalem hanya terbuat dari bambu. Tidak heran, kalau terjadi hujan besar beberapa hari, hampir pasti jembatan tersebut karam. Dihantam banjir.

Sebenarnya masyarakat sudah tahu, kalau debit air membesar, tidak seperti biasanya, orang tidak akan mandi di seungai itu. Sudah banyak korban, tersapu oleh desarnya Sungai Serayu. Tiba-tiba masyarakat melihat orang yang sudah mengapung. Kami, sebenarnya tidak kaget kalau ada orang "keli" (terseret air). Termasuk teman kami.

Suatu hari, anak-anak masuk sekolah setelah libur panjang. Pada zaman dulu, setelah libur panjang, anak-anak memebersihkan, meja, kursi, kelas dan membetulkan tanaman. Setelah itu, tidak ada pelajaran. "Bali gasik". Ada teman saya, namaya Musayyidah, nama panggilannya Sayid, putri dari pak Mus, keponakan Kyai Mbah Muntaha.

Entah kenapa, pagi-pagi setelah kerja bakti, saat itu ada beberapa siswi renang, termasuk Mbak Sayid (saya manggilnya begitu). Kebetulan airnya juga cukup deras. Setelah renang beberapa saat, Mbak Sayid terdorong air deras, tanpa ada yang menolong. Sampai akhirnya terdengar warga Kalibeber bahwa Mbak Sayid sudah meninggal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun