Mohon tunggu...
Ami Ulfiana
Ami Ulfiana Mohon Tunggu... Penulis - Gadis Pribumi

Untuk mereka yang menyimpan jiwanya rapat-rapat.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Pawon - "Jago Merah"

23 Januari 2021   19:28 Diperbarui: 23 Januari 2021   21:05 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oktober 1998

Pagi-pagi sekali Maryam sudah menyulut api pada tungku beton yang dibuat suaminya dari sisa semen dan pasir yang diperolehnya saat menjadi kuli bangunan. Maryam bangun jauh sebelum jago merah kesayangan si bungsu meneriakkan alarm rutin yang kemudian bergegas keluar kandang untuk menjajakan sperma pada para betina tetangga.

Selama sepuluh bulan si jago merah di pelihara, entah sudah berapa kali si jago kawin dengan para betina nakal itu. Maryam juga tak pernah tahu sudah berapa telur yang barangkali berhasil di tetaskan atau malah berakhir di wajan panas si tuan rumah pemilik betina.

Anwar, si bungsu yang baru dua bulan masuk taman kanak-kanak bangun tepat setelah nasi, sayur lodeh dan sambel korek bikinan Maryam tertata rapi pada meja makan kayu yang sengaja tak di beri alas. Siapapun dapat melihat dengan jelas bekas tumpahan kuah sayur serta ceceran nasi yang telah mengering. Bekas tersebut terlihat seperti jejak iler Anwar pada bantalnya.

Di lain waktu ketika nyawa belum sepenuhnya terkumpul, bekas tersebut terlihat seperti lukisan abstrak cantik yang terpajang pada dinding museum. Walau jelas saja tak secantik Maryam sebelum di pinang kemudian melahirkan empat ekor anak manusia yang merepotkan.

Tangan mungil Anwar meraih piring kaca hadiah sabun cuci yang biasa Maryam beli dari warung sembako Cik Hety, juragan sembako dipasar. Sekalipun matanya masih penuh belek yang setengah mengering, Anwar hafal betul dimana letak centong kayu yang akan ia gunakan untuk mengikis setumpuk nasi dalam ceting bambu yang sudah kehilangan raganganya.

"Raup sek."

Suara Maesaroh si anak ke dua membuat Anwar mengurungkan niat. Ia tak akan bisa menikmati nasi hangat dengan sayur lodeh sebelum belek pada matanya minggat. Anwar menyeret kakinya yang bersandal kebesaran beda warna menuju kamar mandi belakang rumah.

Dalam kamar mandi yang sebenarnya lebih layak dibilang sumur dengan bilik bambu penuh lubang tersebut Anwar tak langsung mencuci belek. Anwar membuka celana kolor kedodoran bekas kakak pertamanya, Hanafi. Terlihat burung emprit yang tadinya meringkuk dibalik celana mendadak bangun sembari memuntahkan air beraroma pesing yang sudah ditahannya sedari malam.

Burung emprit sudah kembali meringkuk di balik celana kolor kedodoran, belek kering pada mata Anwar juga sudah minggat. Air pesing yang keluar dari mulut si burung emprit sengaja tak disiramnya. Anwar berharap Maesaroh menjadi orang pertama yang masuk kamar mandi. Pria kecil itu memang selalu penuh dendam.

Anwar tak langsung masuk rumah, ia belok ke kandang ayam tempat si jago merah dan ayam peliharaannya yang lain mengurung diri. Anwar yakin sekalipun belek pada matanya telah minggat, ia tak akan serta merta diijinkan menikmati nasi dengan sayur lodeh sebelum seluruh anggota keluarganya berkumpul.

Anwar membuka kandang ayam, tangannya yang kurus dan hitam begitu cekatan mengeluarkan si jago merah nakal kesayangannya. Suara kokokan ayam di kandang-kandang sebelah mendadak riuh begitu si jago dikeluarkan. Sekumpulan ayam yang tengah menyantap dedak jagung itu seakan berdemonstrasi ingin dikeluarkan atau sekedar di elus tangan kurus majikannya.

"Piye Le, pengen dolan?" Tanya Anwar pada si jago. Persis seorang bapak bertanya pada anaknya yang baru belajar jalan.

Setelah dirasa cukup puas bertegur sapa, Anwar melepas si jago merah tanpa ada rasa takut jika selalu ada kemungkinan si jago tak akan pulang atau salah masuk kandang. Pria kecil ini sepertinya penganut paham apapun yang sudah dilepas jika memang takdirnya kembali tetap akan kembali.

Anwar bergegas masuk ke rumah begitu ingatannya pada sayur lodeh kembali. Benar saja, seluruh anggota keluarganya sudah berkumpul untuk segera berebut nasi dan kuah lodeh.

Biasanya saat makan seperti ini selalu menjadi ajang Maryam mengingat dua onggok laki-laki tak tahu diri. Hanafi, si anak pertama yang telah menikah dan menjalani hidup di pulau seberang. Dan suaminya yang minggat seperti belek di mata Anwar, bedanya ia tak pernah kembali setelah digondol janda kembang.

...

Langit sore ini merah merekah, persis motif jarik warisan simbah. Anwar yang baru selesai mandi dan siap berangkat ke surau, mondar mandir depan rumah. Menanti kepulangan si jago merah. Benar kata Maesaroh, si jago semakin nakal, binal tak terjarah.

Di surau kekhawatiran Anwar semakin menjadi. Ia semakin jengkel sewaktu Kyai Umar mengumumkan jika setor bacaan sore ini akan lebih banyak dari biasanya. Satu persatu anak di panggil, sampai pada giliran Anwar. Lima lembar sudah Anwar membaca Al Qur'an. Walau terbilang nakal, Anwar cukup pintar mengaji dan menguasai ilmu tajwid sesuai yang diajarkan.

Maghrib berkumandang, suara renta Mbah Marno menghiasi surau dan sekitar padukuhan. Anwar bertekad, selepas adzan dia akan meninggalkan surau, berharap si jago merah sudah nangkring di atas kandang.

Anwar berhasil meninggalkan surau tanpa sepengetahuan Kyai Umar. Pria kecil itu berlarian pulang. Sarung lusuh bekas Hanafi dikenakannya untuk menutupi kepala. Berharap tidak ada yang mengenalinya sepanjang jalan pulang. Termasuk ibu dan kedua kakaknya yang selalu jamaah di surau.

Anwar sudah berdiri di depan kandang ayam. Dilihatnya satu persatu. Ada yang sudah bersembunyi dibalik tubuh si induk yang gembrot, beberapa masih sibuk mengais sisa dedak jagung pada kotak bambu.

Gurat kecemasan terihat begitu si jago merah kesayangan tak ada di kandang. Anak seusia Anwar mungkin akan menangis. Tidak dengan Anwar, tubuhnya saja yang kurus ringkih, tapi jauh dari itu pemikiran Anwar sudah cukup dewasa dibanding anak seusianya. Ia paham benar rasa kehilangan dan bagaimana menunggu hal yang telah hilang itu kembali. Sekalipun tak pernah ia temui hal itu terjadi.

"Sesuk bali yo Le, ojo lungo adoh-adoh koyo bapakku."

Anwar masuk ke rumah, melempar sarung bekas Hanafi ke kursi. ~

...

Gadis Pribumi | Yogyakarta, Senin 18 Januari 2021

tayang di ulfiana910.medium.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun