"Masak? Terakhir aku buka kulkas kamu, hanya ada telur dengan berbagai minuman yang mulai mendekati tanggal pembuangan dan sayuran busuk karena pendingin tak berfungsi."
Gama menyeringai "Ya sudah ayo keluar, mencari sesuatu yang ingin tuan putri makan."
Wajahku memerah, persis seperti kepiting rebus yang belum resmi matang. Aku benci saat-saat seperti ini, sebab Gama harus menyaksikan wajah merahku setiap kali kata tuan putri keluar dari bibir tipisnya. Hal memalukan mengingat usiaku yang hampir kepala tiga.
...
Jalanan cukup padat, beruntung mobil Gama bisa melaju tanpa kendala. Aku hanya berharap "penyakit langganan" yang menjengkelkan itu tak akan kambuh sore ini. Iya, penyakit mogok tiba-tiba dan pulih lagi setelah setengah jam dibiarkan.Â
Sebenarnya wajar dan tak mengherankan, sebab dilihat dari tampilan fisik saja mobil ini memang terlihat cukup tua. Entah kenapa Gama hobi sekali mempertahankan barang rongsokan. Padahal secara finansial terbilang cukup mapan, bahkan bisa dikatakan Gama terlahir dari orangtua yang cukup berada.
"Una..."
"Hemmm."
"Mau makan apa?"
"Apa ya..." aku berpikir sejenak.
"Aku mau makan makanan yang kita makan di hari pertama kita bertemu."