Mohon tunggu...
Amir Wata
Amir Wata Mohon Tunggu... Jurnalis - nitizen jurnalis

amiewata@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dalam Webinar HMPI Banten Para Pakar Bicara Disrupsi dan Nasionalisme

18 Desember 2021   20:16 Diperbarui: 18 Desember 2021   20:18 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri
Dokpri
Kedua, lanjut Prof, munculnya generasi Millenial. "Ketiga adalah pola fikir eksponensia," terang Muhammad Said.
"Tantangan teknologi adalah hilangnya potensi 85juta kepunahan pekerjaan lama. Oleh karenanya, kita saat ini perlu re-skilling baru. 84% maka jabatan pekerjaan akan digantikan mesin," ucapnya.

"Dan 50% pekerjaan akan dengan mesin otomatisasi. Serta 97 juta pekerjaan baru akan muncul di skil-skill baru," lanjutnya.

Namun dari situ semua, kita tak boleh lupa dengan pancasila kita. Yang ada pada 5 sila. Mahasiswa apalagi, harus bisa menjadi pionir. Sehingga jangan pernah terbawa arus global. Kita harus berakar pada nilai-nilai global bangsa kita.

Sependapat dengan diatas, Rektor ITB Ahmad Dahlan Mukhaer Pakkanna berupaya menarik benang merah antara budaya Indonesia dengan nasionalisme.

Menurutnya, Indonesia memiliki dasar kebudayaannya yaitu Pancasila. Namun demikian, kita harus belajar pada kebudayaan nasionalisme di negara-negara lain.

"Misalnya, Jerman, dengan kebudayaan berpikir ilmiahnya, bertindak rasionalnya, memiliki disiplin tinggi, rajin, tekun, kerja keras, dan mereka bersemangat untuk mewujudkannya dalam bentuk material. Mereka juga memiliki sikap anti pemborosan, tidak umbar kesenangan, hemat, bersahaja, sederhana, dan suka manabung/berinvestasi," kata Mukhaer Pakkanna.

Dokpri
Dokpri
Lanjutnya, Indonesia juga bisa belajar dari Jepang. Nasionalisme di sana diwujudkan dengan sulitnya masuk produk-produk asing. Bukan sebab peraturannya yang mempersulit, namun kentalnya loyalitas masyarakat Jepang terhadap produk dalam negeri sendiri.

"Mereka sadar bahwa mereka membeli produk lokalnya berarti membantu kepentingan nasional. Mereka sadar harus membeli produk lokal meskipun harganya lebih mahal," jelas pakar Ekonom ini.

Sehingga,, ia mengajak mahasiswa agar tidak terjebak pada mindset hidup yang miskin. Sebagaimana sering mengulang pendapat, ini sudah takdir Tuhan, santai saja nanti juga beres, sering telat, hanya mau tahu kulitnya saja dan seterusnya.

Mahasiswa juga tak boleh terjebak pada budaya instan: ingin cepat kaya, cepat beres, cepat segalanya sehingga berdampak pada sifat turunannya yaitu gemar korupsi, suap, nyontek, melnggar hukum dan seterusnya. Ini akan menggerogoti nasionalisme dari dalam.

"Indonesia akan mengalami bonus demografi. Jika ini tidak dimanfaatkan potensinya, justru akan menjadi bumerang dan beban buat negara kita untuk melangkah lebih maju," kata pria berkelahiran Makassar ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun