Mohon tunggu...
A Z
A Z Mohon Tunggu... -

Bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Lahar Dingin, Kesalahan Abadi Media

19 Februari 2014   05:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:41 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hampir semua media menyebut banjir yang membawa material letusan gunung, seperti yang terjadi di Kelud dengan istilah Banjir Lahar Dingin. Sesuatu yang salah tetapi oleh media selalu diterus-teruskan.

Sesungguhnya tidak ada istilah lahar dingin dalam kegunungapian. Yang ada hanya dua yakni Lahar Letusan dan Lahar Hujan. Lahar letusan itu ya materialyang dilontarkan oleh gunung saat meletus. Sementara lahar hujan adalah lahar letusan yang terbawa air hujan menjadi aliran atau banjir.

Saya ingat ketika suatu hari berbincang-bincang dengan Mbah Rono. Waktu itu dianya masih menjabat sebagai Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Banyak hal yang diperbincangkan dari karakter berbagai gunung, apa saja sih gas yang berbahaya di gunung, awan panas dan sebagainya. Sampai suatu saat kami yang ikut berbincang menyebut ”Lahar Dingin”. Mbah Rono tertawa yang membuat kami heran. Dan mengatakan ”Salah besar sebutan lahar dingin itu. Tidak ada istilah tersebut” barulah kemudian dia menjelaskan soal lahar letusan dan hujan tadi. Sampai-sampai kami diancam ”Kalau nyebut lahar dingin lagi di berita anda tidak usah kenal saya,” dan kami tertawa malu.

Sosok yang tampak angker ini akhirnya juga jujur kerap jengkel dengan pertanyaan wartawan yang kadang gak paham persoalan. Seharusnya wartawan yang mau meliput sesuatu termasuk gunung belajar dulu. Jangan langsung ke lapangan tanpa pemahaman. Akhirnya pertanyaannya jadi lucu dan wagu. ”Masa saya ditanya kapan gunung akan meletus. Ya siapa yang tahu coba? Orangnya cantik-cantik, ganteng-ganteng pertanyaannya gak nyambung. Gaya sih metropolis pertanyaan agraris,” katanya lagi. Dan kami lagi-lagi malu...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun