Mohon tunggu...
amirullah suhada
amirullah suhada Mohon Tunggu... Administrasi - let's write!

make it easy. be happy.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Glorifikasi Semu dalam Doa Neno Warisman

23 Februari 2019   23:25 Diperbarui: 24 Februari 2019   00:32 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                                                foto: baca.co.id

"Jangan Engkau tinggalkan kami dan menangkan kami
Karena jika Engkau tidak menangkan
Kami khawatir ya Allah
Kami khawatir ya Allah
Tak ada lagi yang menyembah-Mu"

Neno Warisman membaca puisi di acara munajat 212 di Monas pada Kamis malam, 21 Februari 2019. Dan puisi tersebut jadi perbincangan. Banyak pihak menilai ada yang tak pas antara puisi munajat yang dibacakan Neno dengan realitas yang ada.

Puisi Neno tak bisa dibantah sangat terkait dengan politik elektoral. Meski tak ada kata-kata Jokowi, Prabowo, presiden, pemilu 2019, atau semacamnya, namun konteks ruang dan waktu menunjukan nafas puisi tersebut berkaitan dengan pilpres 2019. Apalagi, Neno berada di barisan pendukung Prabowo yang menjadi rival Jokowi untuk merebut kursi presiden.

Lantas, apa yang salah jika puisi bicara politik? Sebenarnya tak ada yang salah. Namun, masalah akan muncul jika puisi politik di posisikan secara kurang tepat, misalnya peristiwa monumental dalam Perang Badar, atau bahkan membawa-bawa nama Tuhan.

Deskripsi puisi Neno sangat jelas menempatkan politik elektoral menjadi sesuatu yang amat sakral. Pilpres yang merupakan siklus politik lima tahunan digiring menjadi perjuangan suci hidup atau mati. Bahkan, Tuhan 'dipaksa' memilih calon yang dijagokan. Bila tidak, posisi Tuhan terancam. Sang Maha Kuasa itu dikhawatirkan tak lagi punya pengikut. Tak ada lagi yang menaati dan menyembah-Nya.

Benarkah demikian? Tentu saja tidak. Realitas politik tak seseram imajinasi Neno Warisman sebagaimana tergambar dalam puisinya. Pilpres adalah pilpres. Hajatan lima tahunan yang akan selalu berulang secara siklikal. Sebagai proses demokrasi, pilpres tak ubahnya seperti memilih ketua kelas, ketua OSIS, ketua RT, ketua Karang Taruna. Jokowi atau Prabowo yang menang, akan tetap ada hamba Tuhan yang menyembah-Nya. Sebab, kedua calon tersebut sama-sama didukung umat Islam dan umat-umat beragama lainnya.

Dalam konteks politik nasional, pemilihan Jokowi atau Prabowo sebagai presiden pun hanya terjadi di Indonesia. Terlalu naif mengatakan kekalahan salah satu calon akan membuat Tuhan tak lagi punya orang-orang yang menyembah-Nya. Umat Islam tersebar ke seluruh penjuru bumi. Mereka ada di Yaman, Afrika, Turki, Cina, Eropa, Amerika, Australia, dan lainnya. Jangan khawatir, jangan khawatir, penyembah Tuhan akan defisit bila salah satu calon kalah.

Gampang dipahami puisi Neno Warisman terilhami dari salah satu episode penting dalam sejarah Rasulullah shollallahu alaihi wasallam, yakni Perang Badar. Inilah perang pertama di awal-awal sejarah Islam setelah Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. Dengan segala keterbatasan dan keprihatinan, pasukan Nabi Muhammad SAW yang berjumlah 313 sahabat itu harus menghadapi seribu lebih pasukan Quraish Mekkah.

Pasukan kecil itu, para pengikut setia yang terdiri dari kaum lemah, yang menghadapi gempuran dengan senjata minimal ala kadarnya, mesti menghadapi pasukan yang diisi para pembesar-pembesar Quraish, yang tiga kali lipat jumlahnya, dengan senjata-senjata super lengkap. Maka inilah perang yang sangat menentukan. Kekalahan Rasulullah SAW dan para pembelanya di perang ini akan bermakna berakhirnya risalah Islam selama-lamanya.

Dalam konteks itu, meluncurlah doa-doa munajat Rasulullah SAW di malam sunyi menjelang pertempuran esok harinya. Sang Rasul mengadukan kenyataan yang dihadapinya kepada Rabb semesta alam. Dalam munajatnya yang suci, Rasulullah SAW meminta pertolongan Tuhan. Bila pasukan ini kalah, tak akan ada lagi orang yang menyembah-Mu selama-lamanya. Begitu kira-kira salah satu kalimat munajat Sang Nabi.

Doa ini sangat bisa dipahami. Sebab, bila sampai pasukan kecil tersebut kalah atau Rasulullah terbunuh, selesailah risalah Islam yang di bawanya. Sebab, dialah Rasul terakhir utusan Tuhan.

Berbeda halnya dengan pilpres. Jokowi atau Prabowo bukahlah Rasul utusan Tuhan. Jokowi kalah, Tuhan tak untung. Prabowo kalah, Tuhan tak buntung. Kekalahan salah satu dari mereka sama sekali tak akan berdampak bagi Tuhan. Zat Maha Agung itu akan tetap disembah hamba-hamba-Nya di seluruh penjuru dunia. Risalah Tuhan telah sempurna disampaikan Rasulullah SAW lebih dari 14 abad silam. Dan hal itu tak ada sangkut-pautnya dengan pencoblosan di bilik suara. []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun