Mohon tunggu...
amirullah suhada
amirullah suhada Mohon Tunggu... Administrasi - let's write!

make it easy. be happy.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Belajar Ekonomi: Mengapa Ekonomi Melesu?

4 Oktober 2015   14:48 Diperbarui: 4 Oktober 2015   19:08 2262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana dengan konsumsi? Pelemahan rupiah membuat harga bahan baku yang diimpor semakin mahal. Artinya biaya produksi semakin tinggi. Pengusaha pun terpaksa menaikkan harga barang. Tentu saja, kondisi ini menggerus daya beli masyarakat. Kombinasi dari tingginya biaya produksi dan melemahnya daya beli masyarakat membuat pengusaha mengurangi kapasitas produksinya. Buat apa meningkatkan produksi bila yang beli sedikit. Efisiensi pun dilakukan dalam bentuk pengurangan jam kerja karyawan bahkan melakukan rasionalisasi berupa PHK.

Dari sini dapat disimpulkan, variabel konsumsi masyarakat (C) juga menurun sebagai akibat melemahnya daya beli masyarakat. Dalam kasus Indonesia, menurunnya tingkat konsumsi ini sangat krusial. Sebab, tingkat konsumsi masyarakat berkontribusi 55 persen dalam pembentukan PDB!

Setelah tiga variabel yang terdiri dari konsumsi, investasi, neraca perdagangan menunjukan performa yang kurang menggembirakan, satu-satunya harapan ada di belanja pemerintah (G). Sayangnya penyerapan anggaran terbilang sangat rendah. Hingga September saja, penyerapan diberitakan kurang dari 50 persen. Begitu juga, proyek-proyek infrastruktur yang dijanjikan pemerintah Jokowi belum terlaksana. Padahal, belanja pemerintah berupa pembangunan infrastruktur akan membawa dampak berganda (multiplier effect) dalam perekonomian.

Sebenarnya, belanja pemerintah inilah yang sangat diharapkan pelaku bisnis. Efek berganda belanja infrastruktur akan cukup efektif memulihkan daya beli masyarakat. Bayangkan bila pemerintah membangun proyek jembatan, bendungan, irigasi, pelabuhan, dll, maka permintaan untuk industri semen, kaca, bahan-bahan bangunan akan meningkat. Proses pembangunan infrastuktur pasti juga butuh angkutan, maka permintaan truk, alat-alat berat juga akan meningkat.

Lalu, pekerja proyek juga butuh makan, minum, bahkan mungkin rokok. Maka di sekitar lokasi proyek akan muncul penjual asongan maupun warung-warung makan. Singkatnya, banyak industri akan bergairah. Ini akan diikuti dengan peningkatan kapasitas produksi dan penyerapan tenaga kerja.

Tapi sayangnya, harapan itu belum terjadi. Belanja infrastruktur belum terlaksana, bahkan penyerapan anggaran masih terlalu rendah. Variabel G masih memble. []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun