Mohon tunggu...
amirullah suhada
amirullah suhada Mohon Tunggu... Administrasi - let's write!

make it easy. be happy.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sepotong Cerita Kebaikan Hati di Jalan Raya

21 Februari 2015   05:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:47 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya pasrah saat mengetahui rantai sepeda motor saya terlepas di saat saya sedang asyik berkendara. Itu artinya saya harus berjalan kaki sambil menuntun motor mencari bengkel terdekat. Apa boleh buat.

Semua berawal saat saya melewati Puri Indah menuju Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Saat berbelok, tiba-tiba rantai motor berbunyi. Krek-krek...Sesaat kemudian, tarikan gas yang saya lakukan tak berdampak. Motor tak bergerak. Saya turun dari motor dan selidiki sumber bunyi. Ah, rupanya rantai motor copot. Sedari sore, rantai memang kendur namun saya belum sempat ke bengkel.

Saat itu malam hari sekitar pukul 22.00. Tentu saja suasana jalan mulai sepi. Apalagi ini jalan di kawasan perumahan. Sementara bengkel motor terdekat kira-kira berada 3-4 kilometer di depan sana. Okelah, saya terima kondisi ini. Saya harus berjalan kaki, menuntun motor, di malam hari, menuju bengkel yang saya tak yakin masih buka atau tidak. Anggap saja ini surprise dalam perjalanan.

Saya pun menuntun motor. Tak sampai lima meter berjalan, seorang pengendara motor menghampiri dan menyapa. "Habis bensin mas?" kata dia. Saya jelaskan keadaan saya. "Mau distut?" ujar dia menawarkan diri. Karena tak tahu artinya, saya pun bertanya apa maksud distut. Rupanya artinya adalah motor didorong dengan kaki sambil berkendara. Saya berada di motor yang mati dan dia mendorong dengan kaki kirinya di knalpot motor saya.

Sering saya saksikan pemandangan ini di jalan raya. Awalnya saya menduga, mereka adalah orang yang saling kenal, mungkin saudara, teman, atau keluarga. Ternyata salah. Buktinya dalam kasus yang saya alami motor saya distut oleh orang yang tak saya kenal. Pikiran saya pun menduga kemungkinan lain. Mungkin ini adalah orang yang sengaja menawarkan jasa stut pada pengendara yang membutuhkan. Dengan kata lain, pengguna jasa harus membayar dengan besaran tertentu.

Saya sudah siap jika harus membayar jasa stut ini setibanya di bengkel nanti. Sambil terus motor saya distut, pembicaraan singkat terjadi diantara kami, seperti dari mana dan tinggal dimana.

Motor saya terus melaju dengan dorongan stut. Kecepatannya lumayan, mungkin 20-30 kilometer per jam. Dalam waktu tak sampai 10 menit saya sudah mendekati bengkel. Selama perjalanan itu, saya berpikir lumayan juga jarak segini bila harus dilalui sambil menuntun motor. Pastinya lumayan ngos-ngosan dan membuat keringat bercucuran.

Sampai di bengkel, pria yang menyetut motor saya langsung pamit pergi. Buru-buru saya ucapkan terima kasih. Dia tersenyum lalu melaju dengan motornya. Sosoknya hilang dalam keremangan. Saya tertegun. Ingin rasanya menjabat tangannya sambil sekali lagi mengucap terima kasih. Tapi itu tak terjadi karena kejadiannya berlalu dengan cepat. Rasa sesal terbit di hati saya karena salah menilai kebaikan hati orang.

Ternyata bengkel yang saya singgahi adalah bengkel kecil yang biasa melayani tambal ban. Setelah membuka rantai, penjaga bengkel tak bisa menyambungkannya. Kancing rantai saya ternyata rusak. Dan dia tak punya kancing yang baru. Apa boleh buat, saya harus mencari bengkel lagi.

Saya tuntun kembali motor saya. Belum jauh berjalan, saya kembali dihampiri seorang pengendara motor. Dari pakaiannya dan tasnya, terlihat dia baru pulang gawe. "Mau saya stut mas," kata dia ramah. Saya mengiyakan. Dia menyetut motor saya sekitar satu kilometer melewati flyover tol Kebon Jeruk. Saya pun sampai di bengkel yang lebih besar dan bisa memperbaiki rantai motor saya.

Saya pun melaju pulang sambil merenungi kejadian tadi. Dua orang yang tak saya kenal dengan ringan tangan menawarkan bantuan. Saya tak tahu nama dan dimana mereka tinggal. Yang bisa saya perkirakan, usia mereka sekitar 30-an. Bantuan itu benar-benar memudahkan saya.

Saya tak sempat membalas kebaikan hati mereka. Namun saya berdoa, semoga Tuhan senantiasa memberi kemudahan atas persoalan-persoalan yang mereka hadapi. Di saat mereka membutuhkan pertolongan, semoga akan hadir orang yang bisa memberi bantuan, baik dari orang yang mereka kenal maupun tidak. Amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun