Mohon tunggu...
Amirullah Bandu
Amirullah Bandu Mohon Tunggu... Penulis - Sastrawan Sulawesi Barat

Sedang aktif mengamati perkembangan politik nasional dan regional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Quick Count dalam Perspektif Ilmu Komunikasi

21 Februari 2024   13:12 Diperbarui: 21 Februari 2024   13:15 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi di Depan Kampus Universitas Fajar (Amirullah Bandu)

Hitung cepat, atau yang dikenal juga dengan istilah "quick count", adalah metode penghitungan suara sementara dalam pemilihan umum yang dilakukan oleh pihak ketiga, biasanya oleh lembaga survei atau penelitian independen. Metode ini dilakukan dengan cara mengambil sampel dari sejumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang telah ditentukan dan mencerminkan distribusi pemilih secara geografis.

Hasil dari hitung cepat ini biasanya dapat diketahui beberapa jam setelah proses pemungutan suara selesai dan sebelum penghitungan suara resmi selesai dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Tujuan dari hitung cepat adalah untuk memberikan gambaran awal tentang hasil pemilihan kepada publik dan untuk mencegah atau mendeteksi adanya potensi kecurangan dalam penghitungan suara resmi.

Namun, penting untuk diingat bahwa hasil hitung cepat bukanlah hasil resmi dan bisa saja berbeda dengan hasil penghitungan suara resmi yang dilakukan oleh KPU. Oleh karena itu, hitung cepat harus dilakukan dengan cara yang transparan, akurat, dan objektif, dan hasilnya harus dipahami sebagai perkiraan awal, bukan hasil akhir.

Dalam perspektif ilmu komunikasi, hitung cepat hasil pemilu memiliki peran penting dalam membentuk narasi dan komunikasi publik seputar hasil pemilu. Berikut adalah beberapa poin penting:

Pertama, Penyampaian Informasi Cepat: Hitung cepat memungkinkan penyampaian informasi awal tentang hasil pemilu kepada publik dengan cepat. Ini penting dalam era informasi saat ini, di mana akses informasi cepat sangat dihargai.

Kedua, Membentuk Persepsi Publik: Hasil hitung cepat sering kali menjadi basis untuk membentuk persepsi publik tentang siapa yang memimpin dalam pemilihan. Ini bisa berdampak signifikan pada dinamika politik pasca-pemilu.

Ketiga, Mencegah Penyebaran Informasi Salah: Hitung cepat yang dilakukan oleh lembaga survei kredibel dapat membantu mencegah penyebaran informasi palsu atau spekulasi tentang hasil pemilu.

Keempat, Memberikan Transparansi: Hitung cepat dapat memberikan tingkat transparansi tambahan dalam proses pemilu. Masyarakat dapat melihat gambaran awal hasil pemilu dan membandingkannya dengan hasil resmi yang dirilis kemudian.

Kelima, Menjaga Stabilitas Sosial: Dengan memberikan gambaran awal yang akurat tentang hasil pemilu, hitung cepat dapat membantu menjaga stabilitas sosial dengan mencegah ketidakpastian dan spekulasi yang bisa memicu ketegangan.

Namun, penting untuk diingat bahwa hitung cepat harus dilakukan dengan cara yang akurat dan objektif, dan hasilnya harus dipresentasikan dengan hati-hati untuk mencegah salah interpretasi. Selain itu, hitung cepat adalah prediksi awal dan bukan hasil resmi, jadi selalu penting untuk menunggu pengumuman resmi dari komisi pemilihan.

Dalam konteks hitung cepat pemilu, dalam teori komunikasi terdapa "Teori Framing". Teori ini menjelaskan bagaimana media dan komunikator lainnya 'membingkai' suatu isu atau informasi untuk mempengaruhi persepsi publik. Dalam konteks hitung cepat, bagaimana hasil disajikan (misalnya, menekankan kemenangan suatu kandidat, atau menunjukkan bahwa pemilihan masih terlalu dekat untuk diputuskan) dapat mempengaruhi bagaimana masyarakat memahami dan merespons hasil tersebut.

Framing adalah proses di mana suatu isu atau informasi diberikan konteks atau perspektif tertentu yang dapat mempengaruhi cara orang memahami dan merespons informasi tersebut.

Dalam hitung cepat pemilu, framing dapat digunakan untuk mempengaruhi cara masyarakat memandang hasil hitung cepat. Beberapa jenis framing yang mungkin digunakan termasuk:

Pertama, Framing Positif: Hasil hitung cepat yang mengindikasikan kemenangan atau keunggulan suatu kandidat atau partai politik dapat dipresentasikan dengan framing yang positif. Dalam hal ini, media atau komunikator dapat menekankan prestasi atau keberhasilan kandidat atau partai tersebut, yang dapat mempengaruhi persepsi publik terhadap mereka.

Kedua, Framing Negatif: Sebaliknya, hasil hitung cepat yang menunjukkan penurunan dukungan atau kekalahan suatu kandidat atau partai politik dapat dipresentasikan dengan framing yang negatif. Dalam hal ini, media atau komunikator dapat menekankan kelemahan atau kegagalan kandidat atau partai tersebut, yang dapat mempengaruhi persepsi publik terhadap mereka.

Ketiga, Framing Isu: Framing juga dapat digunakan untuk mempengaruhi cara masyarakat memandang isu-isu yang muncul selama hitung cepat. Misalnya, media atau komunikator dapat memilih untuk menyoroti isu-isu tertentu yang dianggap penting atau kontroversial, yang dapat mempengaruhi perhatian dan perdebatan publik.

Penting untuk diingat bahwa framing dapat memiliki dampak signifikan pada persepsi dan penilaian masyarakat terhadap hasil hitung cepat. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk menjadi pemirsa yang kritis dan mempertimbangkan berbagai perspektif sebelum membuat kesimpulan atau mengambil keputusan berdasarkan hasil hitung cepat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun