Mohon tunggu...
Politik

Hingar-bingar Dunia, Hiruk-pikuk Kehidupan Partai Politik

11 Juli 2017   23:26 Diperbarui: 11 Juli 2017   23:49 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 Sistem multi partai di indonesia adalah salah satu sarana media  demokrasi yang telah dilangsungkan sejak lama, partai politik dibentuk  dan dijalankan memiliki karakteristik partai masing-masing sesuai dengan  tujuan dan ideologi dari partai tersebut, sistem multi partai ini hadir guna untuk memsberikan warna dalam kancah perpolitikan, disamping itu  juga dengan adanya kemajemukan partai politik ini diharapkan memberikan  pilihan bagi rakyat indonesia sebagai penampung aspirasi politiknya  sesuai dengan keinginan, tujuan, cita-cita bahkan idologi mereka, namun  semakin dewasa ini keagungan tujuan pembentukan partai politik tersebut  sepertinya perlu dipertanyakan, yang sebelumnya partai politik ini  dibentuk memiliki tujuan yang mulia seperti yang tertuang dalam Pasal 11  Bab V UU No.2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.

     Adapun fungsi  partai politik yaitu : a) Pendidikan politik bagi anggotanya dan  masyarakat luas agar menjadi warga Negara Indonesia yang sadar akan hak  dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa,dan bernegara;  b) Penciptaan iklim yang kondusif serta sebagai pelekat persatuan dan  kesatuan bangsa untuk mensejahtrakan masyarakat; c) Penyerap,  penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat secara  konstitusional dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan Negara; d)  Partisipasi politik warga Negara; e) Rekrutmen politik dalam proses  pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dalam  memperhatikan kesejahtraan dan keadilan gender.

    Tentu tujuan  tersebut semuanya ditujukan kepada kepentingan rakyat namun lambat laun  hal tersebut mulai terkikis, hal ini dapat dibuktikan dengan fakta  lapangan, yang mana mesin partai politik digunakan hanya untuk mengaet  massa dalam pemilu dan sudah menjadi rahasia umum bahwa kebanyakan  khalayak masyarakat umum memiliki stigma buruk terhadap setiap kebijakan  pemerintah yang pada dasarnya warga negara yang duduk dikursi  pemerintahan mayoritas adalah kader partai, masyarakat luas menganggap  mereka selalu mementingkan kepentingan individu,  kelompok, golongan,  partai bahkan koalisi, paradigma masyarakat luas ini bukan sekedar  isapan jempol belaka, 

hal ini dibuktikan dengan survey yang telah  dilakukan oleh lembaga survey politackring yang merilis hasil survey  pada tahun 2015 menempatkan angka sebanyak 63,5% rakyat indonesia tidak  puas terhadap kinerja partai politik, 23,1% menyatakan puas dan 12,5% menyatakan tidak tahu,  hal tersebut sudah seharusnya menjadi perhatian  khusus bagi elit-elit partai politik, kenyataan ini bukan suatu hal yang  tidak mungkin akan menjadikan bom waktu bagi bangsa, partai politik  mencalonkan kadernya untuk duduk dikursi pemerintahan dengan mengobral  janji untuk mensejahterakan rakyat namun pada kenyataanya ketika sudah  duduk dikursi pemerintahan, kebijakan-kebijakan yang diterapkan selalu  berlawanan arus dengan kepentingan rakyat, 

maka amat sangat memungkinkan  kekecewaan rakyat terhadap pemerintahan akan menimbulkan efek glombang  kontradikisi antara  pemerintah dengan rakyat, kepercayaan rakyat  terhadap pemerintahan akan semakin rendah ,angka partisipasi rakyat  dalam pemilu akan semakin menurun dan angka golput (golonan putih) semakin tinggi yang memicu  resiko glombang kontradiksi antara rakyat  dan pemerintah tinggi dan kemungkinan penggulingan pemerintahan oleh  rakyat.

     Sudah seharusnya dengan kenyataan tersebut partai politik  kembali terhadap tujuan pembentukan awal demi membangun bangsa yang berkemajuan dengan memulai menata partai politiknya, dengan ini penulis  memberikan solusi dan langkah-langkah untuk menata partai politik  maskipun langkah tersebut terlihat sederhana namun tawaran  langkah-langkah ini dapat dijadikan pijakan untuk menata partai politik.

    Kepercayaan rakyat adalah hal yang paling foundamental, merebut  kepercayaan rakyat sebuah hal yang paling harus disegerakan untuk dilakukan oleh partai politik, kedaulatan negara bukan saja hanya  terletak dalam kekuatan militer menjaga garis teretorial negara, kepercayaan rakyat adalah menjadi kedaulatan yang paling mendasar (baca:  firman subagyo, menata partai politik), 

namun seperti survey yang  dilakukan politracking yang telah dipaparkan penulis diatas, tingkat  kepercayaan rakyat terhadap partai politik dan pemerintah sangat rendah,  dan mengembalikan kepercayaan rakyat kembali tak semudah membalikan  telapak tanggan, namun juga bukan menjadi hal yang mustahil apabila di  indonesia suatu saat nanti tingkat kepercayaan  rakyat akan tinggi  kepada pemerintah seperti halnya di australia yang mencapai rasio 80%. 

    Perbaikan proses sitem rekrutmen anggota (kaderisasi) partai adalah  salah satu opsi yang ditawarkan oleh penulis untuk memperbaiki mesin  partai dalam rangka mengembalikan kepercayaan rakyat dan memperbaiki  citra partai, kualitas partai ditentukan oleh sumberdaya manusianya dan  proses rekrurtmen (kaderisasi partai) adalah gerbang awal untuk  mendapatkan kader partai yang berkualitas, dalam hal ini partai jangan  sembarang merekrut kader, track record calon kader perlu ditelusuri  terlebih dahulu, agar nanti tak menjadi bom waktu bagi partai, track  record ini perlu dilihat agar partai mengerti bagaimana latar belakang,  lingkungan, prestasi dari calon anggota, 

hal ini mau tidak mau menjadi  penilaian dasar karena kebanyakan elektabilitas partai politik menurun  hanya disebabkan oleh prilaku buruk seorang anggota, seperti skandal  perselingkuhan, narkoba dan lain-lainya yang sejatinya kebiasaan  tersebut sudah dilakukan sebelum menjadi anggota partai, penanaman  nilai-nilai agama berbentuk materi ataupun prilaku yang diberikan dalam  setiap proses pengkaderan perlu untuk ditanamkan mengingat sila pertama  pancasila yakni ketuhanan yang maha esa.

   Langkah kedua yang harus  dilakukan oleh partai politik ialah memperbaiki paradigma kader partai,  kader-kader yang memiliki pemikiran praktis dan pragmatis sudah  seharusnya mental tersebut dirubah, bukan tanpa alasan, karena  kader-kader yang hanya memikirkan suatu permasalahan secara instan  cenderung akan menjadikan bom waktu bagi partai, dan akan berimbas  kepada seluruh kader, seperi contoh dalam pemilu, kader-kader yang  memiliki pendapat yang cenderug pragmatis hanya akan melakukan  pembacaaan terhadap lawan politiknya secara tidak mendalam

, dan yang  paling membahayakan yakni memandang remeh lawan politik, hal ini tentu  akan sangat berbahaya, hanya dikarenakan beberapa gelintir kader saja  akan menyusahkan seluruh elemen partai, blunder-blunder dalam pemilu  juga akan berefek kepada pengalokasian dana dalam pemilu tersebut,  pembengkaan anggaran yang seharusnya tidak perlu digunakan harus terbuang sia-sia hanya karena blunder-blunder yang dilakukan oleh kader  partai yang memiliki pemikiran praktis dan pragmatis, dan tentu hal ini  akan menjadikan beban moral bagi kader lainya, 

selain terkurasnya tenaga  untuk berkerja lebih ekstra dalam berkampanye ataupun lobbying dan  dengan terkurasnya anggaran partai maka akan semakin memberatkan kader  lainya untuk mencari materi baik dalam pemilu ataupun tetap menjaga  kondisi sirkulasi keuangan partai, dan tentu bukan tidak mungin akan  mengakibatkan kader partai lainya menghalalkan segala cara untuk  mendapatkan uang karena desakan partai, salah satunya dengan koupsi.  desakan-desakan dan iklim partai yang tak kondusif akan mengakibatkan  pemikiran instant pula bagi kader lainya.

    permasalahan tentang  kualitas kader partai bukan permaslahan main-main, pasalnya dalam ranah  demokrasi partai politik ialah sebagai pilar demokrasi dan bukti bahwa  kualitas bangsa dan negara dipengaruhi oleh partai politik (sambutan  jusuf kalla dalam buku firman subagyo menata partai politik).
Perilaku dan cara berpikir kader akan mempengaruhi bagaimana  kebijakan-kebijakan partai untuk kedepanya, maka dari itu peningkatan mutu sumberdaya manusia dalam partai menjadi hal prioritas untuk  membangun partai politik yang lebih baik.

    Langkah ketiga yang  ditawarkan oleh penulis yakni merekonstruksi dan merevolusi mental  elite-elite senior partai yang selalu memberikan pengajaran yang  cenderung negative terhadap kader-kader juniornya, indonesia sudah lebih  dari seperempat abad menjadi negara demokrasi, yang ditandai pada era  reformasi dengan pengulinggan presiden soeharto sebagai presiden yang  berlabel otoriter kala itu, transisi dari rezim orde baru pada era  reformasi adalah sebuah proses menuju demokrasi yang diharapkan akan  membawa perubahan yang lebih baik, dan mau tidak mau perpindahan suatu  era lama ke era yang baru maka akan banyak merubah hal-hal, tradisi dan  kebiasaan dalam berpolitik dan juga berbirokrasi.

   demokrasi yang  baru sekian tahun terlaksana maka akan memunculkan tokoh-tokoh yang mana  hidup didua era politik yang berbeda, rezim otoriter dan era reformasi,  senior-senior partai pada era sebelumnya pernah menjabat dimasa rezim  otoriter maka kebiasaan atau tradisi yang dahulu ia lakukan sedikit  banyak akan terbawa pada masa reformasi demokrasi, pemikiran angkuh,  perintah yang harus ditaati, nepotisme, monopoli dan sifat sombong  adalah beberapa hal dari sedikit warisan kebiasaan buruk pada masa  otoriter yang kala itu adalah hal lumrah dilkakukan, atau orang jawa  biasa menyebutnya sifat adigang adigung adi guno.

   paradigma elit  politik yang masih mengamalkan pemikiran seperti itu perlu dihilangkan,  bukan karena tanpa alasan, seperti pendapat yang dikemukakan oleh adam  pzeworski, dalam sebuah transisi suatu rezim yang besar biasanya harus  ada yang ditumbalkan, tumbal yang dimaksud yakni gesekan-gesekan sosial  dari sebuah perubahan adalah suatu hal yang tidak dapat dihindarkan,  rakyat meminta revolusi agar terbebas dari belenggu kelam masa otoriter  namun dilain pihak para senior atau elite partai politik masih tetap  saja gagal untuk berpindah atau bahasa kerenya move on dari masa  sebelumnya, 

suatu keinginan dan pandangan yang berbeda maka dipastikan  akan menimbulkan konflik yang akan berimbas bukan saja untuk sekarang  namun juga untuk masa-masa yang akan mendatang dikarenakan ajaran-ajaran  dari masa otoriterisme tersebut pasti akan diturunkan kepada  penerus-penerus setelahnya, maka dari itu penulis memberikan saran dalam  upaya menata partai politik, doktrin-doktrin yang diajarkan oleh senior  partai yang pada dasarnya mengajarkan hal-hal terkesan bersifat  negative maka tidak perlu untuk ditaati bahkan diambil lalu diajarkan  kepada junior-junior kader partai yang akan datang,

 warisan-warisan  permasalahan yang diwariskan oleh kader-kader partai pendahulu  seharusnya juga tidak perlu dibebankan kepada kader-kader penerus  setelahnya, bukan berarti penulis mengajarkan untuk tidak menghormati  senior yang lebih berpengalaman, namun saran penulis yakni hanya untuk  menghindari warisan negatif dari para pendahulu, disamping itu juga  bukan tanpa maksud, permaslahan-permasalahan klasik sudah bukan saatnya  dibawa kepada masa yang berbeda, selain akan sulit untuk mengatasi  permasalahan tempo dulu karena perbedaan zaman disamping itu permasalhan  baru akan terus lahir dan timbul dinamis seiring waktu berjalan, maka  hemat saya akan lebih baik untuk menyelesaikan permasalahan-permasalhan  yang terus ada tanpa harus membebankan kepada generasi selanjutnya.

   Permaslahan-permasalahan klasik oleh elite politik yang terus  diagungkan dan diwariskan yang dibungkus dengan embel-embel perjuangan  dalam menularkan permaslahan tersebut justru pemalsahan yang seperti  itulah yang sangat berbahaya bagi kemajemukan bangsa yang dikaruniai  tuhan berbhineka ini, para elite yang saling mengecam dan mengancam akan  menyulut api masa disetiap lini dan kubu, apabila hal ini akan terus  menerus dilakukan rekonsiliasi antar kubu akan sulit tercapai, dan ini  adalah ancaman nyata yang akan memecah belah kesatuan bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun