Puncak Jember Fashion Carnival (JFC) telah usai dilaksanakan pada tanggal 4 Agustus 2019. Namun demikian, karnaval terbesar ke-tiga di dunia ini masih ramai diperbincangkan. Beragam komentar mucul sebagai reaksi atas aksi pagelaran tahunan ini. Tentu saja tidak terlepas dari komentar positif dan negatif dari netizen (yang budiman). Netizen tidak hanya mengomentari penampilan para talent di catwalk JFC saja, bahkan mereka terlibat perdebatan  dalam mengomentari komentar komentator. Komentar kok dikomentari. hehehe
Komentar MUI Jember dan FPI Jawa Timur menjadi salah satu topik perdebatan netizen. MUI Jember menilai bahwa penampilan artis cantik Cinta Laura (tanpa imbuhan El Huda) yang jadi bintang tamu terlalu berani dan vulgar. FPI bahkan memvonis bahwa JFC tidak bermanfaat dan sebaiknya ditiadakan saja tahun depan. Sebenarnya bagaimana penampilan Cinta laura sampai mendatangkan reaksi sekeras itu ?
Dalam penampilannya, artis yang kabarnya datang tanpa dibayar sepeserpun ini mengenakan pakaian ala defile Hudoq, Kalimantan Timur.Â
Lucinta Luna, eh Cinta Laura tampil sedemikian anggun ketika melenggak-lenggok di sepanjang lintasan. Pakaian yang didominasi warna hitam dan hijau tua ini menampilkan bagian atas tubuh yang tertutup, dan rambut yang tertutup.Â
Jika melihat bagian ini saja, sebenarnya pakaian Cinta Laura sudah bisa dibilang syar'i. Namun jika melihat ke seluruh tubuhnya, duhaiiii, tubuh yang disebut-sebut body goal itu memamerkan paha jenjangnya. Panjang, indah, tanpa lemak, yang tentu saja bikin iri emak-emak. Ini salah satu penampilan cinta laura yang mendapat kritik keras dari MUI dan FPI. Namun ini bukan satu-satunya penampilan Cinta Laura. Penampilannya yang kedua justru lebih berani lagi.
Penampilan Cinta Laura yang ke dua dibaluti pakaian dengan dominasi warna  emas yang hampir sama dengan warna kulitnya. Semakin jelas terlihat ukuran lengannya yang slim-berotot dan ketiaknya yang tak berambut. Diketahui tidak berambut karena Cinta Laura berkali-kali mengangkat tinggi tangaan menyapa penonton di sekitar lintasan. Paha berotot juga masih tidak ditutup sebagaimana penampilan pertamanya. Tampaknya bagian tubuh ini sangat dibanggakan oleh si empunya.
Dua aksi Si Manis Cinta Laura ini lah yang kemudian memantik kritik pertama MUI dan FPI setelah 18 tahun penyelenggaraan JFC. Ya, sepanjang pengetahuan saya baru pertama kali ini JFC dikritisi MUI dan FPI.
Menilai Komentar MUI dan FPI
Banyak yang idem kepada kritik yang disampaikan MUI dan FPI, namun tidak sedikit pula yang kontra kritik dan balik mengkritik. Alasan dari kebanyakan pihak kontra adalah karena mereka menilai bahwa sebenarnya penampilan Cinta laura di even tersebut terbilang biasa saja.Â
Toh di luar acara JFC, SANGAT MUDAH ditemukan wanita berpakaian jauh lebih vulgar ketimbang Cinta Laura. Alasan lain karena menilai bahwa Cinta Laura sedang memperkenalkan salah satu budaya Indonesia, yaitu Hudoq yang masih banyak tidak diketahui masyarakat Indonesia pada umumnya. Kendati demikian, saya mencoba objektif untuk menilai kritikan MUI dan FPI.
MUI dan FPI selama ini memiliki ideologi yang jelas, Jejak gerak yang jelasm dan arah gerakan yang jelas. Mereka konsen pada penataan masyarakat dengan landasan hukum-hukum Islam. Apapun pendapat, saran, fatwa, dan komentar yang sifatnya resmi kelembagaan tentunya sudah mereka godog matang-matang berdasarkan hukum Islam yang mereka yakini benar.Â
Kritik MUI dan FPI kepada penyelenggaraan event yang mereka nilai bertentangan dengan nilai keislaman juga bukan merupakan hal baru. Jadi kenapa segelintir masyarakat justru resah menanggapi kritik ini? Seolah-olah baru pertama kali ini MUI dan FPI melakukan kritik.Â
Justru yang membuat saya penasaran adalah bagaimana cara cerdas penyelenggara 17 tahun JFC Â yang sudah berlalu sehingga bisa selamat dari kritikan MUI dan FPI. 17 Tahun diselenggarakan, bisa memperkenalkan budaya Indonesia, bisa menghibur masyarakat, tapi tanpa kritik dari lembaga keagamaan. Bagaimana bisa? Â Ini yang mestinya dipelajari oleh penyelenggara JFC kedepannya.
Tragedi ini cukup menarik untuk menggali lebih dalam sosok almarhum Dynan Fariz, Presiden JFC yang wafat beberapa waktu lalu. Ia berhasil menghidupkan budaya Indonesia dan membawa JFC sebagai karnaval terbesar ke-3 dunia, tanpa bersinggungan dengan lembaga keagamaan. Semoga Tuhan memberinya tempat terbaik di sisi-Nya. AEH
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H