Jam baru menunjukkan sekitar pukul 21 WIB ketika  masyarakat Pasirian, Lumajang, dikejutkan dengan suara teriakan mengerang dari sebuah sudut jalan. Masyarakatpun berlarian mendekati sumber suara  dan menemukan Bogeng (nama samaran), 60an tahun, terduduk bersimbah darah di bawah pohon rindang. Hidung duda paruh baya itu hampir putus (seperti) terkena sayatan benda super tajam. Sementara di kepala botaknya ada beberapa luka menganga lebar dan panjang dengan darah mengalir tak mau berhenti. Selanjutnya korban dikabarkan meninggal.
Bogeng yang merupakan penduduk asli Lumajang tidak pernah menduga bakal mengalami kejadian serupa di jalan yang biasa dilewatinya. Sebagai penduduk lokal tidak pernah terbersit dalam hatinya rasa takut untuk melewati jalan tersebut di sore hari. Namun penjahat tak peduli status kependudukan, pun tak  terikat aturan jam kerja yang mengekang.Â
Warga Kota pisang, Lumajang, akhir-akhir ini semakin dihantui rasa takut . Tidak hanya daerah Pasirian saja, daerah lain di Lumajangpun darurat maling dan begal. Masyarakat tak berani keluar rumah malam hari, bahkan pada saat  di dalam rumahpun harta dan jiwa mereka  terancam dan terintimidasi. Obrolan  di salah satu grup face book warga lumajang yang beranggotakan sekitar 145.000 akun mengungkapkan hal itu. Entah sudah berapa ratus tulisan status bernada resah dituliskan oleh anggota grup: "gmana ya solusi mengatasi begal, maling", "aku kok takut yaa", "apa nggak ada hari tanpa berita maling ya ?", "ini musim jenang safar, bukan musim begal", 'Hati-hati lur, barusan ada begal di daerah Tegir, korban adalah mantan petinggi (kepala desa)", dan beragam kewas-wasan lainnya.
Para maling dan begal hari ini semakin tak punya nurani. Begal jaman dulu menghadang/menghalau korbannya dan menodongkan senjata sebelum mengambil barang. Mereka hanya melukai korban yang melawan (kecuali jika ada unsur dendam). Begal jaman sekarang suka tindakan instan, langsung pukul dan hajar, bila perlu korban dibacok lehernya dari belakang, sehingga tidak perlukeluarkan energi bernegosiasi. Bukan hanya barang yang diambilnya, namun juga nyawa korbannya.Â
Aktivkan Pos Keamanan Lingkungan (Pos KamLing)
Semakin liar dan ganasnya begal adalah momentum bagi masyarakat untuk bersatu. Bukan hanya masyarakat Lumajang saja, namun masyarakat manapun. Teringat kata-kata almarhum Bung Napi bahwa kejahatan bukan hanya karena ada niat, namun karena ada kesempatan, adalah ajakan kepada masyarakat supaya memperkecil "kesempatan" bagi para rompak  bertindak.
Sistem keamanan jaman dulu yang sudah ditinggalkan adalah piket jaga malam alias ronda malam. Saat ini, di desa-desa ataupun di kota, sistem ronda malam sudah (hampir) mati, atak bahkan sudah mati dan tiada. Padahal Ronda malam yang dijalankan bergiliran  oleh beberapa orang anggota masyarakat menjadi pertahanan masyarakat dari tidak kejahatan saat malam. Desa adalah rumah, dan rumah yang (terlihat) dijaga oleh penghuninya akan lebih aman dibandingkan dengan rumah yang tidak dijaga.  Dengan adanya penjaga malam, para maling dan begal menjadi akan takut melancarkan aksi, pun ketika mereka beraksi akan cepat terdeteksi.
Disaat petugas keamanan tidak bisa sepenuhnya diandalkan, itulah saatnya masyarakat bersatu-padu, mandiri memproteksi diri mereka sendiri dari segala kejahatan yang mengintai diam-diam ataupun terang-terangan, karena hakikatnya keamanan adalah anak dari pernikahan aparat kemanan dan warga masyarakat. Satu pepatah lama yang sering diremehkan adalah "bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh". Berbekal  jimat ini masyarakat akan kokoh dan hebat.
Mayoritas dan Minoritas
Jika mengkalkulasikan jumlah, hitung-hitungan secara personal, maka akan didapati jumlah maling lebihlah sedikit dari pada jumlah masyarakat. Namun jumlah yang sedikit ini berhasil membuat masyarakat takut, was-was, dan khawatir. Ternyata kuncinya bukan terletak pada banyak dan sedikitnya jumlah, namun pada kualitas dan kekuatan masing-masing pihak. Secara jumlah, maling-maling lebih sedikit.Â
Namun kualitas kekompakan dan solidaritas kelompok mereka lebih tinggi. Para maling berangkat dari kediaman mereka dengan tekat bulat, berani mati, demi mendapatkan barang incarannya. Sekarang pertanyaannya, adakah masyarakat yang berani mati untuk menjaga kemanan dan ketentraman desa atupun kotanya ? Saatnya masyarakat bersatu (lagi), membangun desa dengan semangat gotong royong dan kerja-kerja-kerja !