Mohon tunggu...
AMIR EL HUDA
AMIR EL HUDA Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Laki-laki biasa (saja)

Media: 1. Email: bangamir685@gmail.com 2. Fb: Amir El Huda 3. Youtube: s https://www.youtube.com/channel/UCOtz3_2NuSgtcfAMuyyWmuA 4. Ig: @amirelhuda

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Di Malang, Kampung Kumuh Disulap Menjadi Kampung Wisata

10 Oktober 2016   15:24 Diperbarui: 11 Oktober 2016   15:52 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perjalanan saya dari Kediri menuju Jember berhenti di Kota Batu, menikmati bebek goreng sambel ijo di alun-alun Batu. Menu pedas sangat mantap disuguhkan dalam suasana hujan sore ini. Apalagi kalau santap sore ditemani oleh kekasih pujaan. Walaaadalaa. Jam tangan digital menunjukan ke angka 15.00 memasuki waktu ashar. Sembari menunggu Si Hujan mereda sekaligus mendinginkan emosi Julia Peres (Jupe) yang sedari tadi protes marah-marah kecapekan. Jupe, panggilan mesra untuk sepeda motor Jupiter MX butut yang setia menemani kuliah dan jalan-jalan, duuuh setianya.

Setelah tulang bebek, sambel ijo dan tumis kangkung habis tak bersisa, perjalanan dilanjutkan. Aahh masih gerimis juga.

Melintasi dinginnya Kota Malang, ada suasana baru yang terlihat menawan, utamanya di kawasan jembatan panjang yang membujur di jalan Juanda. Pemandangan unik-indah pemukiman warga yang worna-warni penuh warna, seperti hidup kita yang terkadang suka dan sering kali duka, apalagi kala cinta ditolak sama si dia.. hiikk. Tapi cius, pemukiman warga yang sebelumnya terlihat biasa saja bahkan terkesan morat-marit kumuh, kini tampak sangat apik-indah, menyejukkan mata siapapun yang memandangnya. 

Jupe yang saya tunggangi memaksa manja untuk berbelok gapura lokasi parkiran yang ramai dengan kendaraan, ada tulisan dengan spaduk besar: Selamat Datang di Lokas Wisata Kampung Tridi (3D). Lokasinya menurun, lebih rendah dari jalan utama Juanda. Terpaksa saya parkir juga, nggak terpaksa juga sih, sengaja. Petugas parkir yang didominasi oleh pemuda merupakan warga asli perkampungan penuh warna ini, dan jangan heran jika diantara mereka banyak yang masih bersekolah, karena memang pengelolaan wisata Kampung Tridi dilakukan secara bersama oleh penduduk dengan bergotong royong dengan pengurus karang taruna. “Izin parkir, Mass,” kata saya yang dibalas dengan senyum ramah petugasnya.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Dengan berjalan pelan santai mata saya jelalatan ke kiri-kanan, atas-bawah kampung unik ini. Unik mulai dari rumah-rumah yang sudah berdiri. Susunan rumah di tebing sungai menghasilkan desain seni yang alami. Bentuk permukaan tanah yang tidak rata menyebabkan rumah-rumah warga Kampung Tridi berposisi tinggi dan rendah, tidak sama. Unik dari warna rumah, warna-warni cat rumah beragam, bervariasi serta GRATIS tanpa biaya pembelian cat dan tanpa mengupahi pekerja pengecatan. Dinding rumah warga digambari oleh pemuda kampung 3D dengan beraneka ragam gambar indah yang menggunakan teknik cat airbrush; gambar-gambar dengan tipe tiga dimensi (3D/Tridi) yang menawan. Ditambah lagi sapaan dari warga kampung yang ramah dan senyum manis mbak-mbaknya menambah keindahan suasana sore, aaaah wanita Malang memang terkenal dengan kecakepannya.. weleeeh.

Kaki saya terus melangkah lebih dalam masuk perkampungan, menuju bibir sungai, ditemani gerimis sore yang masih menyisakan rindu, dan pilu. Waaak. Kanan dan kiri jalan semakin penuh dengan gambar-gambar dan lukisan pemanen di dinding rumah-rumah warga. Paduan warna di gambar-gambar 3D membuat kesan seolah-olah gambar tersebut adalah gambar hidup. Hingga tibalah saya di bibir sungai yang bersih, berbeda dari umuumnya sungai di Indonesia yang membawa kesan kumuh. Di seberang sungai terlihat perumahan warga yang sama warna-warninya, kampung seberang sungai inilah yang disebut dengan kampung warna-warni.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
'Kampung warna warn'” yang masuk dalam wilayah kelurahan Jodipan lebih dulu lahir dari Kampung Tridi yang masuk dalam kawasan Kelurahan Ksatrian. Kampung warna-warni lahir atas prakarsa mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), peserta Kuliah Kerja Nyata (Kukerta) 2016. Para mahasiswa merasa prihatin dengan kondisi kumuh perkampungan warga kota di pinggiran sungai, namun di samping itu mereka melihat potensi untuk menyulap kempung ini menjadi sebuah perumahan yang menarik, dengan mengubahnya menjadi kampung penuh warna. Rencana mereka dirumuskan menjadi sebuah proposal kegiatan dan mendapat tanggapan positif dari produsen 'cat Decofresh'.

belajar menyusui. doc pribadi
belajar menyusui. doc pribadi
Wali Kota Malang yang membuka secara resmi kampung warna mendukung penuh kegiatan para mahasiswa KKN dan memberi dorongan untuk menghias juga kampung seberang sungai yang kini menjadi 'Kampung Tridi'.

Sambil menikmati kerupuk pisang di rumah Mbak Kusmiati, saya mendengarkan cerita-cerita asik beliau yang bangga dengan kampungnya ini. Sebelumnya kampung tersebut kumuh, sekarang menjadi sangat bersih. Warga yang semula membuang sampah di bantaran sungai, kini malu jika masih melakukannya lantaran sungai bersih dan menjadi tempat bermain yang nyaman untuk anak-anak serta pengunjung yang ada. Memang setelah saya amati kondisi sepanjang jalan Kampung Tridi bebas dari sampah. Selain itu Mbak Kus merasa senang karena banyak pengunjung yang datang, “Pasti karena daganganmu yang dulu sepi sekarang menjadi laris kan, Mbak,,, xixixi”.

Ke depannya, sungai yang memisahkan Kampung Tridi dengan kampung warna-warni akan dibendung, diberi panggung di atas sungai untuk hiburan warga dan dipercantik dengan jembatan kaca yang akan menghubungkan kedua perkampungan ini. “Siapa tau saja Cak Mbeling bisa semakin dekat dengan wanita pujaannya, Yuk Sarmi.. Hehehe”.

Belajar dari dua kampung indah ini, ternyata untuk membangun kota tidak perlu dengan menggusur perumahan warga yang berdiri di atas tanah aset negara, justru masyarakat akan semakin tertarik ikut serta membangun kotanya apabila diajak oleh pemerintah untuk bekerja sama, dengan begitu masyarakat bantaran sungai semakin PD bahwa mereka juga golongan manusia yang seyogyanya menjaga kebersihan sekitarnya. “Rakyat dan pemerintah bukan musuh yang harus saling mencaci maki dan beradu, rakyat dan pemerintah ibarat lirik dan musik yang harus berpadu untuk menghasilkan irama lagu yang merdu!”

Umak nalod nang Ngalam yo, Sam. Oyi, Sam!!

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun