Setelah libur kurang lebih satu bulanan, Pendidikan Guru Penggerak kembali dimulai. Sebagai Calon Guru Penggerak Angkatan 7 saya bersiap kembali dengan serangkaian kegiatan pembelajaran secara online dan mandiri didampingi oleh Pengajar Praktik, juga Fasilitator. Saat ini materi pembelajaran sampai pada Modul 2.1 Memenuhi Kebutuhan Murid Melalui Pembelajaran Berdiferensiasi. Ada istilah baru bagi saya, pembelajaran berdiferensiasi, apalagi nih, hehehe.
Pembelajaran  adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses memfasilitasi peserta didik guna dapat belajar dengan baik.
Diferensiasi dalam KBI berartikan membedakan atau perbedaan. Kemudian apa makna pembelajaran berdiferensiasi? Pembelajaran Berdiferensiasi  adalah pembelajaran yang mengakomodasi, menjawab dan memenuhi kebutuhan belajar murid.Â
Guru berperan sebagai fasilitator yang memfasilitasi murid sesuai dengan kebutuhan mereka karena setiap murid mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, sehingga tidak bisa diberi perlakuan yang sama. Dalam penerapnya, guru perlu memikirkan tindakan yang masuk akal yang nantinya akan diambil sebagai strategi, karena pembelajaran berdiferensiasi tidak berarti pembelajaran dengan memberikan perlakuan atau tindakan yang berbeda untuk setiap murid, maupun pembelajaran yang membedakan antara murid yang pintar dengan yang kurang pintar.
Menurut Tomlinson (1999),  Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha guru untuk menyesuaikan proses  pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu murid. Melakukan pembelajaran berdiferensiasi bukanlah berarti bahwa guru harus mengajar dengan 32 cara yang berbeda untuk mengajar 32 orang murid. Bukan pula berarti bahwa  guru harus memperbanyak jumlah soal untuk murid yang lebih cepat bekerja  dibandingkan yang lain. Pembelajaran berdiferensiasi juga bukan berarti guru harus  mengelompokkan yang pintar dengan yang pintar dan yang kurang dengan yang kurang. Bukan pula memberikan tugas yang berbeda untuk setiap anak.
Ringkasnya pembelajaran berdiferensiasi merupakan serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Pembelajaran Berdiferensiasi tak lain sebuah strategi guru menghadapi perbedaan latar belakang, minat, Â kecerdasan, profil dan gaya belajar murid.
Tantangan Baru
Saya mengajar lebih dari 20 tahun. Saya menilai pendidikan di Indonesia sangat dinamis. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan berganti-gantinya kurikulum pendidikan di Indonesia. Coba perhatikan sederet kurikulum yang pernah diberlakukan dari tahun ke tahun. Pertama, Â Kurikulum 1947 juga dikenal dengan istilah Rentjana Pelajaran 1947.Â
Kedua, Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum 1952 menjadi penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya dan diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai Tahun 1952.Â
Ketiga, Rentjana pendidikan 1964. Â Isu yang berkembang pada kurikulum ini adalah konsep pembelajaran aktif, kreatif, dan produktif. Melalui konsep ini, pemerintah menetapkan hari Sabtu adalah hari krida. Artinya, siswa diberi kebebasan untuk berlatih berbagai kegiatan sesuai dengan minat bakatnya.Â
Keempat, kurikulum 1968. Tujuannya lebih ditekankan untuk mempertinggi mental, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Ciri khusus yang menonjol dari kurikulum 1968 adalah correlated subject curriculum.Â
Kelima, Kurikulum 1975 Pemerintah kemudian menyempurnakan Kurikulum 1968 pada tahun 1975. Latar belakang kelahirannya akibat dari sejumlah perubahan oleh pembangunan nasional. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI).Â
Keenam, Kurikulum 1984. Kurikulum ini lahir karena Kurikulum 1975 disebut tidak bisa mengejar kemajuan pesat masyarakat. Ciri khususnya, Kurikulum 1984 lebih mengedepankan keaktifan siswa dalam belajar. Pengembangan proses belajar inilah yang disebut dengan pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).Â
Ketuju, Kurikulum 1994. Pada tahun 1994 pemerintah memperbarui kurikulum sebagai upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya, terutama Kurikulum 1975 dan 1984. Beberapa perubahannya, mulai dari perubahan sistem pembagian waktu pelajaran dari semester ke caturwulan.Â
Kedelapan, Kurikulum 2004. Pada tahun 2004 melahirkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sebagai pengganti Kurikulum 1994, kemudian dikembangkan pula kurikulum yang semula berbasis materi diubah menjadi berbasis kompetensi. Kesembilan, Kurikulum 2006 Kurikulum 2006 inilah yang biasa dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan diberlakukan sejak Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang kemudian dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No 10 tahun 2003. Kesepuluh, Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 lebih menekankan pada pendidikan karakter. Implementasinya, pendidikan karakter diintegrasikan dalam seluruh pembelajaran pada setiap bidang studi. Selain itu, kurikulum ini menekankan pada pembentukan sikap spiritual pada Kompetensi Inti 1 (KI 1) dan sikap sosial pada Kompetensi Inti 2 (KI 2).
Sekarang Pemerintah telah memberlakukan Kurikulum Merdeka. Walhasil, sebagai guru saya kudu siap mengikuti, beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang ada. Ada  ungkapan lain menteri, lain kebijakan. Ganti presiden, ganti kurikulum. Hehehe.
Sebagai guru, apa yang harus disiapkan menghadapi pembelajaran yang dapat menjawab kebutuhan belajar murid? Dari pembelajaran modul 2.1 ini saya  menyadari bahwa hal ini sangat penting. Ini merupakan langkah awal dan utama dalam menghadapi pembelajaran yang menarik.
Secara umum, sebelum melakukan pembelajaran guru wajib memetakan murid berdasarkan kebutuhan belajar mereka. Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul  How to Differentiate Instruction in  Mixed Ability Classroom menegaskan bahwa ada tiga kebutuhan belajar murid yaitu: kesiapan murid, minat murid  dan profil belajar murid.
Kesiapan belajar (readiness) adalah kapasitas untuk mempelajari materi, konsep, atau keterampilan baru. Sebuah tugas yang mempertimbangkan tingkat kesiapan murid akanmembawa murid keluar dari zona nyaman mereka dan memberikan mereka tantangan, namun dengan lingkungan belajar yang tepat dan dukungan yang memadai, mereka tetap dapat menguasai materi atau keterampilan baru tersebut.
Minat murid merupakan suatu keadaan mental yang menghasilkan respons terarah kepada suatu situasi atau objek tertentu yang menyenangkan dan memberikan kepuasan diri.  Minat bisa dilihat dalam 2 perspektif. Yang pertama sebagai minat situasional. Dalam perspektif ini, minat merupakan keadaan psikologis yang dicirikan oleh peningkatan perhatian, upaya, dan pengaruh, yang dialami pada saat tertentu. Seorang anak bisa saja tertarik saat seorang gurunya berbicara tentang topic  hewan,
meskipun sebenarnya ia tidak menyukai topik tentang hewan tersebut, karena gurunya berbicara dengan cara yang sangat menghibur, menarik dan menggunakan berbagai alat bantu visual. Yang kedua, minat juga dapat dilihat sebagai sebuah kecenderungan individu untuk terlibat dalam jangka waktu lama dengan objek atau topik tertentu.
Rigkasnya, guru dituntut siap mengikuti perubahan dan dinamika yang berkembang dalam dunia penididikan. Guru tak boleh mandeg. Saya yakin, kedepan paradigma pendidikan akan terus berkembang melakukan perbaikan  guna kemajuan di masa yang akan datang. Wa Allahu Alam Bishawab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H