Mohon tunggu...
Amirudin Mahmud
Amirudin Mahmud Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pemerhati sosial-politik

Penulis Buku "Guru Tak Boleh Sejahtera" Bekerja di SDN Unggulan Srengseng I Indramayu Blog. http://amirudinmahmud.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

UN Dihapus, Apa Persiapan Guru?

14 Desember 2019   20:57 Diperbarui: 14 Desember 2019   21:00 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak menunggu 100 hari, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim membuat gebrakan dalam dunia pendidikan. Yaitu apa yang disebutnya sebagai merdeka belajar. 

Secara  sederhana "merdeka belajar" dapat diartikan sebagai memberikan kebebasan kepada semua pihak (dalam hal ini guru, siswa juga sekolah) dalam melaksanakan kegitan belajar mengajar. 

Mereka mendapat angin segar karena diberikan ruang yang lebih guna berinovasi, berekspresi dalam mengembangkan pendidikan nasional. Merdeka belajar dinilai banyak pihak sebagai sebuah revolusi dalam dunia pendidikan  Indonesa di masa depan.

Untuk tahap awal,  perubahan akan dilakukan terkait empat hal yakni Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional ( UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi. 

Empat program pokok kebijakan pendidikan tersebut akan menjadi arah pembelajaran ke depan guna meningkatkan kualitas SDM Indonesia.

Dari empat sasaran perubahan kebijakan yang dicanangkan menteri melineal tersebut  saya tertarik membahas prihal UN.  UN sangat seksi didiskusikan disebabkan permasalahan ini sudah lama menjadi pembahasan publik. 

Setiap tahun diwacanakan akan dihapus. Baru Nadiem Makarim yang berani dengan tegas mengambil keputusan. UN disamping menjadi momok bagi siswa dan guru juga menarik perhatian banyak pihak dari pemerintah daerah hingga kepolisian.

Rencananya UN akan dihapus pada tahun 2021. Tahun ini UN akan tetap dilaksanakan untuk terakhir kalinya. Ini mempertimbangkan dan mengapresiasi siswa juga wali siswa yang telah melakukan persiapan menghadapi UN mendatang. Disamping untuk menyiapkan segala halnya.

Menurut Nadiem Makarim UN sebenarnya tidak dihapus tapi diganti dengan formulasi yang berbeda. Pertama UN tak dilakukan di akhir jenjang pendidikan sehingga UN tak dipahami lagi sebagai penentu kelulusan. 

UN dikembalikan ke tujuan awalnya sebagai alat evaluasi pemerintah terhadap perkembangan dan kemajuan pendidikan secara nasional. Kemudian formulanya diganti menjadi  assessmen kompetensi minimum dan survei karakter. 

Assessment adalah suatu proses untuk mengetahui kemampuan seseorang terhadap suatu kompetensi berdasarkan bukti-bukti. Kata assessment, belakangan ini sudah semakin banyak dipergunakan. Pada dasarnya assessment adalah suatu proses penulusuran bukti.

Konsep Asesmen Kompetensi Minimum akan fokus pada kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi) dan kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi). 

Dua kompetensi dasar tersebut wajib dimiliki oleh setiap peserta didik.  Dalam aspek literasi tidak sekadar kemampuan membaca tapi lebih dari itu. Yakni menguji kemampuan menganalisa suatu bacaan. Juga memahami konsep dibalik sebuah tulisan. 

Demikian dalam hal numerasi tak sekadar bagaimana kemampuan menghitung peserta didik, tapi diarahkan kepada kemampuan mereka dalam mengaplikasikan hitungan pada kehidupan nyata. 

Ketrampilan dan kemampuan mengelola angka atau data akan sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia di era yang akan datang. Ini penting. Guru atau semua yang terlibat dalam pendidikan wajib memahami dan menyadarinya.

Sedangkan survei karakter dimaksudkan untuk mengetahui  karakter anak di sekolah secara khusus atau di lingkungan rumah secara umum. Survei dijadikan tolok ukur supaya sekolah memberikan umpan balik bagi kegiatan pembelajarannya. 

Guna diketahui bagaimana nilai-nilai karakter diterapkan di sekolah atau dalam keseharian peserta didik. Bagaimana implementasi gotong royong? Apakah level toleransinya sehat?  Apakah well-being atau kebahagiaan anak itu sudah mapan? Apakah ada bullying? Singkatnya, survei  bertujuan untuk melihat sejauhmana karakter anak di sekolah.

Apa yang perlu disiapkan oleh guru?

Sebelumnya, saya berpikir ini adalah momentum sangat berharga bagi guru. Sayang jika tak diambil. Tidak digunakan. Bukankah selama ini guru tertekan oleh sistem yang berlaku. 

Hak mereka seringkali dirampas oleh negara sebagai pemegang kebijakan. Contoh nyata, menguji atau mengevaluasi siswa adalah hak sepenuhnya guru kenapa soal selalu dari pemerintah baik daerah maupun pusat? UN jelas merampas hak guru. Selama ini guru diam seribu bahasa. Nurut. Tak pernah protes, apalagi demo berjilid-jilid.

Menghadapi revolusi pendidikan yang sedang digulirkan oleh Mendikbud, menurut hemat saya ada beberapa hal yang perlu disiapkan guru. Pertama, kesiapan mental. Guru harus siap dengan perubahan. Jangan ragu. Saatnya setiap guru berinovasi. Tak perlu takut salah. Perubahan dimulai dari diri sendiri. Dari hal-hal kecil. Dan sejak sekarang. Jangan tunda lagi. 

Perubahan bukan saja dilakukan oleh yang muda belia. Yang tua pun layak menjadi guru penggerak yang menghadirkan berbagai inovasi di sekolah.  Setiap inovasi wajib dihargai sekalipun tak membuahkan hasil yang diinginkan. Jangan pernah mematikan kreativitas guru.  Sebab hal itu akan menjadi lonceng kematian bagi inovasi-inovasi berikutnya.

Kedua, mengembangkan kemampuan diri. Guru yang baik adalah pembelajar abadi. Guru sepantasnya selalu mengasa kemampuannya dengan senantiasa belajar. 

Hanya dari guru yang terus belajar dan berkarya akan muncul generasi pembelajar sepanjang hayat yang secara terus menerus akan berkontribusi pada masyarakat dan lingkungannya. Jadilah teladan bagi peserta didik dalam hal belajar, mengembangkan SDM.

Ketiga. segera merumuskan kompetensi yang akan diujikan pada siswa. Pahami dan pelajari setiap KD yang ada. Tarik benang merahnya. Kemudian simpulkan sebagai kompetensi kudu dikuasai oleh peserta didik sekaligus menjadi bahan evaluasi bagi mereka.  

Untuk tujuan ini organisasi di tingkat gugus atau sektor sepatutnya dihidupkan kembali. Forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) atau Kelompok Kerja Guru (KKG) sepantasnya menjadi tempat diskusi rutin bagi para  guru dalam menghadapi dan menyiapkan setiap hal terkait kegiatan belajar mengajar atau pendidikan secara umum.

 Walhasil, ajakan perubahan  Mendikbud selayaknya disambut dengan kedua tangan oleh guru Indonesia. Saatnya kita semua menghadirkan perubahan untuk kemajuan pendidikan di tanah air. 

Rasanya sudah terlalu lama kita berjalan di tempat. Kalau bukan kita (para guru) siapa lagi yang akan menyiapkan SDM unggul generasi mendatang? Wa Allahu A'lam Bishawab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun