Mohon tunggu...
Amirudin Mahmud
Amirudin Mahmud Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pemerhati sosial-politik

Penulis Buku "Guru Tak Boleh Sejahtera" Bekerja di SDN Unggulan Srengseng I Indramayu Blog. http://amirudinmahmud.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Memilih Tak Harus Menjatuhkan

8 Maret 2019   09:59 Diperbarui: 8 Maret 2019   10:52 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melihat kondisi diatas, menurut hemat saya dibutuhkan kesadaran dari semua pihak. Dari pemerintah sampai rakyat jelata. Dari calon (presiden, wakil presiden, DPD dan caleg) sampai simpatisan dan relawan. Dari Petinggi partai sampai anggota biasa. Semua kudu bisa menahan diri, menghidupkan kesadaran bersama terhadap beberapa hal. Pertama, bahwa politik tak boleh menghalalkan segala cara. 

Partai politik sebagai instrumen demokrasi sepatutnya memberikan pendidikan politik yang sehat serta mencerdaskan anggota dan masyarakata luas. Politisi yang menjadi cermin parpol sepantasnya menjadi teladan. Pendidikan politik itu dapat diraih jika berpolitik menyajikan kompetisi aduh program, gagasan, dan ide. Bukan adu berita hoaks dan fitnah. Bukan obral janji tanpa memberi solusi nyata. Bukan adu pinter tanpa data.

Berkampanye itu sah dan dilindungi Undang-undang. Namun berkampanye tak boleh menghalalkan segala. Ada aturan yang harus ditaati. Menurut UU pasal 1 ayat 26 No. 10 tahun 2008, kampanye adalah kegiatan yang dilakukan oleh peserta pemilu untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi dan program yang ditawarkan oleh calon peserta Pemilu. 

Kampanye juga bisa dimanfaakan untuk mengenalkan sang calon lebih jauh terkait latarbelakang pendidikan, pengalaman dalam memimpin (karir hidup), kepribadian dan karakter, termasuk kekayaan yang dimilki. Kemudian rakyat  menilai siapa yang program kerjanya lebih baik? Lebih realisitis, nyata? Siapa yang pantas menjadi pemimpin?

Kedua, mendahulukan kepentingan bangsa dan negara daripada ambisi pribadi ataupun kelompok dengan mengedepankan persatuan dan kesatuan. Memperhatikan akrobatik para politisi sekarang, saya melihat ambisi mereka sangat membara. Haus kekuasaan. Sehingga melupakan tujuan mulia berpolitik yaitu mewujudkan negara yang maju, aman, sejahtera rakyatnya.

Perbedaan pilihan politik tidak sepantasnya menjadi alasan bangsa ini terpecah belah. Kesatuan dan persatuan lebih penting dibanding pilihan politik. Keduanya kudu diletakan diatas segala kepentingan. Bagi Indonesia perbedaan itu biasa dan sebuah keniscayaan. 

Bukankah kita adalah bangsa yang majemuk? Maka kebhinekaan menjadi pedoman yang harus dijaga. Tak boleh dirusak oleh siapapun dengan cara apapun. Indonesia negara kepulauan yang terdiri 714 suku dan 110 bahasa daerah ini telah berdiri tegak dan kokoh sejak lama dengan perbedaan yang ada karena kerukunan,  persatuan dan kesatuan warganya. Kenapa kita sekarang merusaknya?

Ketiga, menjadikan hoaks sebagai musuh bersama. Hoaks adalah berita bohong yang tak didukung oleh data dan fakta. Hoaks adalah kebohongan yang disebarkan ke khalayak ramai. Hoaks disebar melalui media sosial atau lainnya. Hoaks telah merusak pesta demokrasi. 

Hoaks mengundang permusuhan sesama anak negeri. Hoaks terbukti memeca belah bangsa.  Maka semua pihak wajib memerangi. Hoaks tak boleh digunakan untuk mewujudkan kemenangan politik.

Keempat, mengedepankan akal sehat. Sepertinya akal sehat telah dikesampingkan dalam perpolitikan kita saat ini. Logika diputarbalik. Salah terlihat benar. Benar menjadi nampak salah. Semua disebabkan perebutan kekuasan yang disertai nafsu dan ambisi berlebihan. Sehingga politik seperti dagelan. Poltisi layaknya seorang badut yang menyebalkan. Tak kenal malu. Bermuka tembok. Berkepala batu.

Akhir kata, pilihan boleh berbeda tapi tak harus bermusuhan. Berkampanye sah dilakukan tapi tak perlu menyerang lawan secara membabi buta dan frontal. Media sosial bisa digunakan tapi tidak membajirinya dengan berita hoaks dan fitna. Kita dituntut menentukan pilihan, tapi tak boleh menjatukan. Itu komitmen yang sepantasnya dipegang teguh oleh semua elemen bangsa ini guna mewujudkan negara yang maju, demokratis, serta sejahtera. Wa Allahu Alam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun