Mohon tunggu...
Amirudin Mahmud
Amirudin Mahmud Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pemerhati sosial-politik

Penulis Buku "Guru Tak Boleh Sejahtera" Bekerja di SDN Unggulan Srengseng I Indramayu Blog. http://amirudinmahmud.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Persatuan dan Kesatuan di Atas

30 Januari 2019   10:19 Diperbarui: 30 Januari 2019   10:24 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasca kemenangan Anis Baswedan Pilgub DKI, politik identitas dipridiksi bakal menjamur dalam event Pilkada serentak 2018. Pengamat komunikasi politik Hendri Satrio menuturkan, preferensi politik masyarakat Indonesia masih sangat dipengaruhi oleh politik identitas. Salah satunya adalah faktor kesamaan agama. 

Dan terbukti, pada Pilpres kali ini politisasi agama yang menjadi ciri politik identitas pun terlihat sejak awal. Isu agama dikaitkan dengan penentuan capres/cawapres. 

Ulama sebagai intitusi agama juga terdegrasi kedudukan dan sakralitasnya karena dilibatkan dalam poltik praktis menentukan capres/cawapres. Sakralitas Al Quran pun teruji saat diseret ke ranah politik guna mengukur keislaman capres/cawapres.

Kedua, Intoleransi dan radikalisme. Intoleransi adalah penolakan terhadap perbedaan yang ada. Segala perbedaan dijadikan alasan guna menolak kelompok atau orang lain. 

Intoleransi dalam agama merupakan hal yang sangat berbahaya, mengancam keutuhan bangsa atau negara. Intoleransi biasanya diawali sikap merasa paling benar. Disusul menyalahkan yang berbeda dengannya. Bahayanya lagi intoleransi mendorong pada prilaku kekerasan. Intoleransi melahirkan radikalisme.

Intoleransi di Indonesia sudah level mencemaskan. Mengkhawatirkan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh The Wahid Institute sekitar 0,4% dari 207 juta ummat Muslim Indonesia bahkan pernah melakukan tindakan radikal atas nama agama, misalnya menyerang rumah ibadah orang lain dan memberi sumbangan pada organisasi-organisasi radikal. Gerakan radikal dan intoleransi tidak saja dilakukan kelompok massa dan mempengaruhi orang dewasa, tetapi juga sekolah-sekolah dan remaja.

Ada 60,9 persen bersedia berangkat bila saat ini diajak berjihad ke Palestina, Suriah, dan Poso. 68,33 persen bersedia berangkat bila telah lulus diajak berjihad ke Palestina, Suriah, dan Poso. 30 persen berpendapat Bom Thamrin merupakan perbuatan jihad,

Ketiga, hoaks. Yaitu berita bohong yang tak didukung oleh data dan fakta. Hoaks adalah kebohongan yang disebarkan ke khalayak ramai. Hoaks disebar melalui media sosial atau lainnya. 

Hoaks berpengaruh sangat negatif bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Terlebih, berita bohong atau fitnah yang menyebar, telah dimanfaatkan untuk kepentingan politik maupun ekonomi tertentu dari pihak yang menghendaki kerusakan dalam hidup bermasyarakat.

Ketiga hal di atas wajib dijadikan musuh bersama. Perbedaan pilihan politik tidak sepantasnya menjadi alasan bangsa ini terpecah belah. Kesatuan dan persatuan lebih penting dibanding pilihan politik. Keduanya kudu diletakan diatas segala kepentingan. 

Bagi Indonesia perbedaan itu biasa dan sebuah keniscayaan. Bukankah kita adalah bangsa yang majemuk? Maka kebhinekaan menjadi pedoman yang harus dijaga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun