Mohon tunggu...
Amirudin Mahmud
Amirudin Mahmud Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pemerhati sosial-politik

Penulis Buku "Guru Tak Boleh Sejahtera" Bekerja di SDN Unggulan Srengseng I Indramayu Blog. http://amirudinmahmud.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik Musibah dan Musibah Politik

31 Oktober 2018   14:50 Diperbarui: 31 Oktober 2018   15:05 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di tahun politik jelang Pemilu dan Pilpres 2019 seperti sekarang tak ada hal yang tak ditarik ke area politik. Semua hal menjadi bermuatan politis. Musibah sekalipun dimanfaatkan sebagai media berpolitik. Ini sungguh sangat ironis. Disayangkan.

Politisi (atau kita semua) nyaris menjadi tak punya hati. Penderitaan saudara sebangsa sendiri dijadikan komoditas politik. Bencana yang menimpa negeri dijadikan tunggangan berpolitik.

Ada yang mempertanyakan, kenapa musibah kerap terjadi di negeri ini? Pertanyaan seperti di atas sebenarnya lumrah. Bisa menjadi bahan intropeksi diri. Menjadi tidak bijak ketika dikaitkannya dengan pihak tertentu. Menyalahkan orang lain.

Musibah itu bagian dari rahasia Tuhan. Tak ada satu orang pun yang mengetahui secara pasti baik sebab maupun hikmah dibaliknya. Semua hanya menduga. Ilmu manusia  sangat terbatas.

Belakangan, sering disaksikan  di media (media elektronik, media cetak, maupun media sosial) orang menyalahkan orang lain dalam hal musibah. Ada yang mengatakan sejak Jokowi menjadi presiden musibah berdatangan silih berganti. Gempa, tsunami, gunung meletus, angin topan, kekeringan, kebakaran hutan, banjir bandang, kapal karam, pesawat jatuh, dan lainnya. Kemudian disimpulkan ini akibat kita salah pilih presiden.

Sampai ada yang berani mengatakan bahwa musibah tak akan berhenti sampai Jokowi lengser. Lebih jauh, menetapkan sang presiden sebagai sumber bencana nasional. Juga ada yang meyakini sebagai pertanda Jokowi akan lengser. Apa hubunganya pemilihan presiden dengan musibah di Indonesia?

Beberapa pihak mengaitkan gempa bumi di Lombok akibat Tuan Guru Bajang Zainul  Majdi (Gubenur NTB) menyatakan dukungan kepada Presiden Joko Widodo pada Pilpres 2019. Dukungan Gubernur tersebut dikaitkan dengan musibah yang menimpah rakyatnya. Apa tuduhan seperti adil?

Guna menepis isu seperti itu, TGB sempat menganalogikan dakwah nabi Muhammad SAW.  Beliau dilempari batu, dicaci maki, dikatakan gila, bahkan akan dibunuh apa mungkin kita simpulkan bahwa dakwah rasul itu tidak baik. Tentu tidak.

Paling mutakhir terkait musibah jatuhnya pesawat Lion Air. Isu negatif nan miring pun ramai diperbincangkan di media. Ada yang menyebutkan, ini gara-gara Banser membakar bendera tauhid. Kekejian itu telah mengundang murka Allah.

Ada lagi yang mengatakan bencana  karena pemerintah tak mampu menegakkan hukum secara adil. Pemerintah telah melakukan tebang pilih dalam melakukan proses hukum. Yang salah dibebaskan, tak dituntut. Yang benar dikriminalisasi. Ini prasangka buruk yang tak sepantasnya dilakukan oleh para politisi atau publik secara umum dalam menyikapi bencana.

Secara bahasa "musibah" berasal dari bahasa Arab yang berarti setiap kejadian yang tidak disukai. Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa musibah ialah kejadian atau peristiwa menyedihkan yang menimpa seseorang atau kelompok. Dalam kajian agama, musibah itu tak melulu dipahami sabagai siksa. Musibah pula dipahami sebagai ujian, fitnah.

Misalnya kekalahan perang yang dialami rasulullah SAW di Uhud diyakini sebagai ujian bagi umat Islam saat itu. Berita bohong (kalau sekarang mungkin disebut hoaks) yang menimpa Aisya ra (salah satu istri nabi Muhammad SAW) dipandang sebagai fitnah yang menimpah kaum muslimin. Kemudian dibalik musibah juga terdapat banyak hikmah yang akan diterima oleh  umat manusia.

Menghadapi dan menyikapi musibah itu kita wajib sabar, ridha, ikhlash dan bersyukur. Tidak boleh mengeluh, kesal, atau marah. Kalau memperalat bencana untuk kepentingan politik melampau sikap tercela tersebut. Sebab akibat yang ditimbulkan tak hanya bagi yang bersangkutan tapi berdampak kepada masyarakat luas.

Musibah politik

Mempolitisasi musibah bagi saya adalah musibah politik yang menimpa bangsa ini. Kenapa? Pertama, karena telah menghalalkan segala cara. Menjadikan bencana sebagai komoditas politik merupakan contoh nyata politik menghalalkan segala cara.

Politik adalah adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain: politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama.

Namun demikian, politk itu tak boleh menghalalkan segala cara. Yakni politik buta mata. Buta hati. Buta pikir. Hanya kekuasaan yang terlihat. Segala hal dilakukan. Memfitnah, menyebar hoaks, menciptakan kerusuhan, memanipulasi data, memperalat agama dan lainnya. Politik semacam ini kudu ditinggalkan.

Kedua, karena mengkapitalisasi penderitaan orang lain. Musibah atau bencana jelas bukan sesuatu yang menyenangkan. Dimanakah rasa empati kita saat menyaksikan bencana yang menimpa saudara satu bangsa? Alih-alih membantu mereka keluar dari kesulitan dan penderitaan,  justru  menggunakan penderitaan mereka guna kepentingan politik sesaat. Ini terlalu.

Ketiga, bahagia di atas penderitaan orang. Mempolitisasi bencana sama saja dengan bahagia di atas penderitaan. Bahagia di atas penderitaan orang lain adalah sesuatu yang tak mendidik. Menjauhkan diri dari sikap peduli dan empati terhadap sesama. Bahagia memperoleh amunisi menyerang lawan politik dengan mengabaikan pederitaan korban bencana jelas bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Tak mencerminkan budaya dan karakter bangsa Indonesia.

Keempat, menciderai demokrasi. Demokrasi merupakan pijakan dalam berpolitik. Dan mempolitisasi bencana merusak nilai demokrasi. Demokrasi sejatinya menghadirkan sportifitas, siap kalah siap menang, sikap saling menghormati, membangun kerja sama, taat aturan, dan kesejukan politik. Mengkapital bencana mendatangkan

Kelima, merusak dan bertentangan akal sehat. Apa logis penderitan dijadikan medan politik. Harusnya membantu tidak memperalat. Sepantasnya membangun kepedulian bukan merusak suasana kebathinan para korban. Selayaknya memberi bantuan tidak melakukan pembiaran. Sepatutnya menghadirkan solusi bukan memicu konflik dan reaksi.

Walhasil, biarlah bencana menjadi rahasia Tuhan. Manusia boleh berikhtiar menemukan sebab dan mencari solusi guna menghindari terjadinyan musibah yang sama di waktu mendatang, di tempat lain. Hindari berprasngka buruk baik dengan sesama manusia apalagi terhadap tuhan. Mencari hikmah dan pelajaran merupakan pilihan yang kudu diambil oleh kita semua. Terakhir, semoga Indonesia segera lepas dari segala bencana dan musibah. Amin. Wa Allahu Alam Bisshawab       

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun