Mohon tunggu...
Amirudin Mahmud
Amirudin Mahmud Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pemerhati sosial-politik

Penulis Buku "Guru Tak Boleh Sejahtera" Bekerja di SDN Unggulan Srengseng I Indramayu Blog. http://amirudinmahmud.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Cocoklogi dan Pilpres Menggembirakan

24 September 2018   10:54 Diperbarui: 24 September 2018   15:47 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belum lama (21/09), Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menggelar rapat pleno terbuka dengan agenda pengundian dan penetapan nomor urut pasangan calon presiden dan wakil presiden. Pengundian dilakukan dalam dua tahapan. Pertama mengundi kesempatan mengambil undian. Kedua undian nomor urut. Dalam mengundi kesempatan mengambil undian dilakukan oleh masing-masing calon wakil presiden. 

Sementara untuk pengundian nomor urut melibatkan kedua calon presden. Pada pengundian yang dihadiri para ketua partai, Bawaslu dan pendukung masing calon,  Jokowi-KH Ma'ruf Amin memperoleh nomor urut 01 dan Prabowo-Sandi mendapatkan nomor urut 02.

Perolehan nomor urut pada pilpres tahun ini berkebalikan dengan pilpres tahun 2014 yang lalu. Saat itu Prabowo-Hatta Rajasa mendapat nomor 1 sementara Jokowi-JK memperoleh nomor 2. Yang menarik kedua pasangan calon beserta para pendukungnya langsung adu kreatifitas mencocok-cocokan segala hal dengan nomor urut mereka masing-masing. 

Dalam sambutanya, Jokowi mensyukuri  nomor satu karena pilpres sejatinya mencari orang terbaik yang dipilih menjadi RI-1. Dalam bahasa keseharian mencocokan segala hal itu disebut sebagai ilmu cocoklogi.

Ya, cocoklogi menjadi ramai di media sosial seperti facebook, whatshap, twiter juga instagram. Masing-masing (kedua tim sukses, pendukung juga penggembira) mengaitkan nomor dengan gagasan, visi-misi, rekam jejak dan segala hal yang terkait dengan pasangan calon presiden. Misal pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin langsung menyebut Jokowi 1 kali lagi sebagai taglene nasional. Salam 2 jari yang sempat ngepop pada pilpres 2014 harus mereka tinggalkan. Demikian tagar Jokowi 2 periode tak akan dipakai lagi.

 Hal yang sama di pihak Prabowo-Sandi. Tagar 212 kembali ramai dibicarakan dan dijadikan meme dengan mengaitkannya dengan tanggal 21 september Prabowo memperoleh nomor 2. Sangat menarik. Sebuah kebetulan yang menggembirakan bagi simpatisan Prabowo yang sebagian besar terlibat dakam gerakan 212 saat Pilkada DKI Jakarta 2017 silam. 212  juga dimanfaatkan oleh Ketua Umum Zulkifli Hasan dalam mensosialisasikan capres sekaligus partainya. Capres nomor 2 sedangkan partai nomor 12. Cocok bukan? 212.

Nomor urut lawan juga diartikan secara berbeda. Nomor 1 untuk Jokowi-Ma'ruf Amin diartikan oleh pendukung Prabowo dengan cukup 1 kali atau 1 periode. Sementara nomor 2 untuk Prabowo-Sandi ditafsiri oleh pendukung Jokowi sebagai kalah 2 kali bagi Prabowo dengan 1 orang, Jokowi. Sosialisasi, mengenalkan pasangan sampai saling sindir menggunakan nomor urut pasangan pun menjadi kian ramai di media sosial. Kreatifitas masing-masing tim pemenangan akan diuji lebih jauh dalam mempengarui pilihan rakyat.

Cocoklogi dalam pilpres terkait nomor urut pasangan merupakan hal wajar. Tak bisa dihindari. Dan itu sah-sah saja guna meramaikan persaingan dan kompetisi kedua pasangan capres-cawapres. Hal itu bisa dimaklumi selagi tidak menyinggung sentimen persoalan SARA (suku ras dan agama). Cocoklogi bisa menghibur publik selagi semangatnya adalah menawarkan pilihan pasangan capres dengan adu program kerja, visi-misi, gagasan dan lainnya. 

Ibararat ice breaking dalam sebuah pertemuan, cocoklogi hadir sebagai hiburan penghilang penat dan ketegangan di tengah kompetisi dan persaingan pasangan capres dalam merebut hati rakyat.

Pilpres menggembirakan

Membicarakan cocoklogi, saya teringat dengan harapan Presiden Joko Widodo guna menjadikan pilpres tahun ini  sebagai ajang adu visi-misi, gagasan, program, rekam jejak, dan prestasi yang menggembirakan. Pilpres kudu menjadi pesta bagi rakyat dalam memilih pemimpin mereka. Dengan demikian, kualitas demokrasi di Indonesia akan lebih bernilai, beradab serta berkualitas. Pilres tak  lagi diisi dengan saling hujat, saling menjatuhkan, saling memfitnah dan sebagainya. Pilpres berjalan damai sekaligus menggembirakan.

Dalam mewujudkan pilpres yang damai dan menggembirakan, menurut hemat penulis ada beberapa catatan yang kudu diperhatikan oleh semua pihak terutama capres-cawapres, tim sukses, juga para pendukung. Pertama, pilpres dijadikan sebagai ajang  adu gagasan, visi-misi, program kerja, rekam jejak, dan prestasi dalam memilih calon pemimpin bangsa yang akan datang. 

Masing-masing calon akan menyampaikan gagasan, visi-misi, program dan lainnya kepada masyarakat. Mereka wajib menyampakannya berdasarkan argumentasi.  Argumentasi mereka akan dipahami oleh rakyat. Berdebat boleh asal masih dalam koridor ketimuran, menjungjung tinggi moralitas. Mengedepankan akal sehat daripada emosi. Soal pilihan berilah kebebasan kepada rakyat. Tak perlu intimidasi. Jangan memaksakan kehendak. Rakyat sudah cerdas. Mereka bisa memilih dengan tepat.

Kedua, hindari hoaks. Hoaks adalah pemberitaan palsu, informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. Semua pihak diminta tak menyebarkan berita hoaks. Hoaks akan melahirkan fitnah di tengah masyarakat. Hoaks sangat berbahaya. Karenanya, msyarakat pun diminta tak mudah menerima informasi yang tersebar. Lakukanlah kroscek terlebih dahulu. Jangan cepat percaya dengan setiap hal yang dibaca di media, apalagi media sosial seperti facebook atau lainnya.

Ketiga, menjujung semangat persatuan dan kesatuan. Pesatuan dan kesatuan merupakan modal berharga bagi bangsa ini. Pesatuan dan kesatuan tak boleh dikorbankan begitu saja hanya karena pemilu lima tahunan. Berpolitk adalah hak setiap warga negara. Tapi tak sepatutnya poliitik merobek kesatuan dan kesatuan bangsa. Keragamaan dan kebhinekaan adalah anugra tuhan untuk Indonesia yang patut disyuri. Merawatnya dengan cara saling menghormati, menghargai, membantu, serta menyayangi di antara anak bangsa.

Keempat,  mengedepankan kepentingan bangsa di atas yang lain. Dalam berpolitik selayaknya mengedepan sesuatu yang lebih besar yakni bangsa dan negara. Jangan karena ambisi politik pribadi atau kelompok bangsa dan negara dikorbankan. Politik tak boleh menghalalkan segala cara. Beradablah dalam berpolitik. Berpolitik tak boleh menutup mata. Politik itu sejatinya alat menentukan kepemimpinan yang akan membangun,  memajukan bangsa dan negara. Bukan menghancurkannya, apalagi merusaknya.

Walhasil, beda pilihan adalah kenicayaan. Tak sepantasnya karena perbedaan tersebut kita saling menghujat, memfitnah, mencela. Kehadiran dua pasangan capres-cawapres merupakan nikmat tuhan yang seharusnya disyukuri. Kita memiliki pilihan guna menentukan pemimpin yang akan membawa negara dan bangsa menyongsong masa depan yang lebih baik. Lebih adil dan sejahtera. Semoga. Wa Allahu Alam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun