Mohon tunggu...
Amirudin Mahmud
Amirudin Mahmud Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pemerhati sosial-politik

Penulis Buku "Guru Tak Boleh Sejahtera" Bekerja di SDN Unggulan Srengseng I Indramayu Blog. http://amirudinmahmud.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menimbang Full Day School

8 Agustus 2016   20:49 Diperbarui: 9 Agustus 2016   00:18 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menimbang

Sebagai sebuah gagasan, Full day school merupakan wacana yang menarik. Hanya persoalannya, apa gagasan itu tepat untuk sekarang? Menjawab pertanyaan ini memerlukan kajian dan pemikiran mendalam. Menurut hemat saya, ada beberapa hal yang kudu diperhatikan dalam menjawabnya. Sebelum lebih jauh, saya ingin berbagi pengalaman. Sebagai guru di salah satu sekolah dasar, saya kerap kali mendengarkan keluhan peserta didik. Di antara keluhan mereka yang paling risih didengar adalah saat mereka merintih minta pulang. Jam terakhir menjadi waktu yang tidak menarik bagi guru dalam mengajar karena kondisi fisik anak yang sudah lelah,  tak fresh lagi, berbeda di pagi hari.

Analisa saya sementara, mereka minta pulang itu karena  merasa tak betah berlama-lama di sekolah (baca:di kelas). Tak betah di sekolah disebabkan lingkungan sekolah yang tak menarik. Di tambah lagi jika proses belajar mengajar disajikan secara asal oleh guru. Maka lengkaplah penderitaan peserta didik. Sekolah seperti penjara. Apalagi bila proses pendidikan dan pembelajaran jauh dari prinsip memanusiakan manusia. Ruang kelas tak layak huni, guru killer, sekolah tak mengakui perbedaan dan keragaman potensi dan bakat  peserta didik dan lainnya.

Karena itu, menurut saya sebelum full day school diberlakukan ada banyak hal yang wajib disiapkan terlebih dulu. Pertama,faktor guru. Guru harus menarik dan menyenangkan. Untuk menjadi  seperti itu, guru dituntut untuk selalu mengembangkan potensi dan kompetensi. Guru harus menjadi pembelajar abadi. Guru pembelajar sudah digagas oleh Anies Baswedan, menteri Pendidikan sebelumnya. Sekarang sedang diupayakan dengan berbagai cara, kegiatan seperti pendidikan dan pelatihan juga lainnya. Termasuk di dalamnya program Ujian Kompetensi Guru (UKG) dan tindak lanjutnya.

Kedua,sarana. Sarana pendidikan meliputi ruang kelas, media pembelajaran serta sarana lain seperti mushollah, WC/kamar mandi. Di lapangan, nampaknya banyak sekolah yang tidak memenuhi standar terkait dengan sarana. Di kota besar semisal Jakarta mungkin tak ada masalah. Tapi sebaliknya, di daerah masih banyak sarana sekolah yang jauh dari layak.

Ketiga,kurikulum. Maksudnya adalah rencana kegiatan mengisi waktu sampai sore hari. Saya yakin sepanjang hari itu peserta didik  tidak hanya belajar di kelas. Sebab itu akan merampas hak bermain anak, juga melelahkan. Maka, idealnya perlu dibuat kurikulum pembelajaran yang bemuatan permainan. Atau bisa juga berbentuk kegiatan ektra kurikuler.

Walhasil, masih banyak yang wajib disiapkan sebelum full day school diberlakukan. Maka, selayaknya jika menteri baru ini tidak gegabah. Jangan hanya karena ambisi membuat gebrakan, gagasan bagus seperti itu dipaksakan pada waktu yang tak tepat. Sehingga hal tersebut tidak dapat memperbaiki pendidikan nasional, justru sebaliknya.Wa Allahu Alam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun