Mohon tunggu...
Amirudin Mahmud
Amirudin Mahmud Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pemerhati sosial-politik

Penulis Buku "Guru Tak Boleh Sejahtera" Bekerja di SDN Unggulan Srengseng I Indramayu Blog. http://amirudinmahmud.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menggali Nilai Edukatif Puasa

6 Juni 2016   20:05 Diperbarui: 6 Juni 2016   20:08 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketiga,merangsang rasa simpati dan empati. Simpati merupakan proses ketika seorang merasa tertarik kepada orang lain. Merasakan apa yang dirasakan, dialami, diderita oleh orang tersebut.  Sedangkan empati adalah respons afektif dan kognitif yang kompleks pada distres emosional orang lain. Empati termasuk kemampuan untuk merasakan keadaan emosional orang lain, merasa simpatik dan mencoba menyelesaikan masalah, dan mengambil perspektif orang lain.

Berpuasa dengan menahan lapar dan dahaga sepanjang hari selama satu bulan melatih pribadi muslim untuk senantiasa peduli dengan penderitaan sesama manusia. Puasa menghadirkan kepedulian sosial. Puasa mengasa ketajaman jiwa sosial seseorang. Dengan puasa diharapkan jiwa sosial kita lebih tajam. Sehingga kita menjadi lebih responsif terhadap apa yang menimpa orang lain.

Keempat,hidup sederhana. Berpuasa makan hanya dua kali yaitu ketika sahur dan berbuka. Berbeda dengan hari biasanya, berpuasa mendidik  hidup lebih hemat dan sederhana. Berpuasa itu sejatinya bukan memindahkan waktu makan dari siang ke malam hari.  Harusnya, selama berpuasa pengeluaran kebutuhan sehari-hari lebih sedikit. 

Tapi, faktanya bulan puasa adalah bulan termahal dalam hitungan keuangan keluarga masyarakat Indonesia. Ini tak selaras dengan semangat latihan hidup hemat nan  sederhana dalam kewajiban berpuasa. Biaya hidup di bulan suci ini lebih besar. Kenapa? Karena ternyata dalam berpuasa konsumsi kita dalam segala hal justru meningkat. Tak heran, harga sembako juga lainnya mengalami kenaikan tajam sebab tingginya permintaan.

Kelima, mendidik sabar. Betapapun rasa haus mencekik tenggorokkan dan lapar melilit perut, ketika waktu magrib belum tiba, kita tidak diperbolehkan bersentuhan dengan makan dan minuman. Meskipun itu halal,  kita harus bersabar menunggu hingga waktu berbuka tiba...Satu bulan berpuasa seperti itu kudu membekas dalam diri kita. Sehingga setelah berpuasa kesabaran diri jadi meningkat.

Akhir kata, puasa sebagai ibadah ritual tahunan sungguh kaya makna, nilai dan arti. Dari berpuasa dapat digali nilai-nilai pendidikan. Berpuasa diharapkan meningkatkan disiplin, membentuk pribadi jujur, hidup sederhana, jiwa sosial yang kuat, pribadi sabar, serta membangun kepedulian sosial yang tinggi. Nilai-nilai tersebut bila tertanam kuat akan melahirkan manusia yang bertakwa. Puasa akhirnya lebih bermakna. Tidak sebatas merasa lapar serta dahaga saja. Wa Allahu Alam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun