Pemerintah tak sedikit memberi bantuan buku, juga gedung. Hanya pemerintah memang belum bisa menyediahkan tenaga kepustakaan untuk sekolah. Karenanya, guru wajib mengelolanya. Untuk ini, membutuhkan kesadaran tersendiri dari guru. Bagi mereka yang tidak cinta buku, tak biasa membaca panggilan moral  itu tak akan muncul. Sehingga kita menyaksikan banyak perpustakaan sekolah yang keberadaannya antara ada dan tiada.
Majalah dinging (mading) juga musti ada di sekolah. Mading berfungsi untuk memberikan informasi. Melalui mading, siswa bisa dilatih mengelola informasi. Mading dapat berfungsi sebagai korannya sekolah. Di mading pula kreatifitas menulis bisa dikembangkan. Mereka yang berbakat menulis, melukis atau lainnya dapat ditampilkan di mading. Ini akan menjadi mootivasi luar biasa bagi peserta didik untuk melatih menulis dan menghasilkan karya. Dan otamatis kegiatan membaca menjadi lebih semarak.
Kegiatan membaca peserta didik perlu dipantau terus oleh guru. Sekolah dapat menyediahkan buku laporan membaca siswa. Dalam setiap minggu atau bulan buku itu diperiksa guru. Guru dapat mengetahui sejauh mana peserta didiknya membaca dalam seminggu atau sebulan? Sudah berapa buku? Lebih jauh, mereka dilatih menulis ringkasan dari bacaan yang dipahami. Ini tentu sangat menarik, bermanfaat dalam menumbuhkembangkan budaya literasi anak.
Kemudian, gerakan dalam masyarakat luas.  Sebagai anggota masyarakat, setiap dari kita harus  berperan aktif dalam menggerakan minat baca. Ketika  membaca buku di berbagai tempat seperti  terminal, pasar, pinggir jalan atau lainnya, saat itu secara tak sadar kita telah mengkampanyekan pentingnya membaca.  Saya kadang merasa malu melihat orang asing yang berkunjung ke negara kita. Mereka telah terikat dengan bacaan dan buku. Mungkin anda pernah menyaksikan turis asing itu ke mana-mana, di mana saja membawa buku dan membacanya. Membawa buku seperti rokok bagi bangsa kita.
Walhasil, gerakan membaca yang dilakukan  dalam keluarga, sekolah dan masyarakat luas diharpkan bisa merubah bangsa Indonesia menjadli lebih berbudaya dan beradab. Budaya membaca akan mendorong budaya menulis. Maka, di masa mendatang Indonesia tidak lagi menjadi negara terbelakang  dalam budaya literasi. Namun, hal itu tidak semuda membalik tangan. Butuh kerja sama, kesadaran tinggi, komitmen kuat serta gerakan bersama dari masyarakat. Sekarang bagaimana dengan kita,  apa sudah siap? Jawaban  pertanyaan tersebut akan menentukan budaya leterasi, minant baca  khususnya dia waktu yang akan datang.Wa Allahu Alam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H