Untuk membangun budaya literasi, menurut hemat saya, beberapa langkah bisa dilakukan oleh kita semua. Pertama, menumbuhkan minat baca sedini mungkin. Minat membaca diimulai dari keluarga. Orang tua wajib mendorong putra-putrinya untuk membaca banyak buku. Tak cukup itu, mereka seyogyanya memberi contoh. Mereka kudu  terlebih dahulu membiasakan membaca. Mereka dapat menciptakan lingkungan yang mendukung menumbuhkan minat baca seperti ruang baca dengan buku bacaan. Sebab itu, membeli buku dijadikan kebutuhan primer yang harus dipenuhi dalam setiap bulannya. Menyisihkan uang bulanan untuk tujuan di atas menjadi pilihan orang tua bijak dalam  membangun budaya literasi.
Kemudian, sekolah memiliki peran penting. Di sekolah, anak-anak kudu dibiasakan membaca. Guru memberi teladan. Mereka menanmkan kepada peserta didik kecintaan terhadap buku. Perpustakaan sekolah (diupayakan ada) sepantasnya dikelola dengan baik. Sehingga perpustakaan sekolah menjadi menarik untuk dikunjungi.
Di sekolah, budaya tulis menulis dimulai. Peserta didik diajari menulis. Dalam setiap pembelajaran, guru dapat menyisipkan kegiatan menulis atau mengarang. Osis dilatih mengelola majalah dingding. Lebih jauh, pelajar SLTP atau SLTA dapat dipacuh untuk menerbitkan buletin, jurnal  atau lain.
Kedua, subsidi buku. Di beberapa negara maju, pemebelian buku memperoleh subsidi dari pemerintah. Seabagai nagara berkembang yang mengejar ketertinggalan di berbagai sektor, tak salah bila Pemerintah Indonesia mengusahakan hal tersebut. Subsidi akan membantu masyarakat dalam memiliki serta membaca buku. Ini terlihat mustahil. Tapi selagi ada usaha dari semua pihak, saya  yakin tidak ada yang mustahil.
Ketiga mengoptimalkan peran perpustakaan daerah. Keberadaan perpustakaan daerah selama ini belum menunjukkan perannya dalam masyarakat. Keberadaanya antara ada dan tiada. Ini terkait dengan pengelolaan dan pelayanan belum maksimal. Koleksi buku perlu ditambah. Perpustakaan daerah diupayakan membuat terobosan dengan kegiatan menarik seperti lomba menulis, lomba baca puisi, atau lainnya. Saya juga melihat sosialisasi masih kurang. Ke depan perpustakaan daerah diminta menjadi lokomotif  minat baca masyaraat. Ini  sebuah tantangan berat sekaligus tanggung jawab  dalam upaya menamkan budaya membaca dan menulis.
Keempat, menghargai karya tulis. Bangsa ini musti belajar mennghargai karya orang lain. Dan karya tulis sepatutnya memperoleh tempat khusus, melebihi karya lain. Pemerintah dituntut memilki perhatian khusus pada para penulis. Pemerintah harus mendorong kegiatan penulisan juga penelitian.
Akhir kata, budaya literasi bangsa kita harus bangkit. Kita tak boleh terpuruk. Bangun budaya membaca dan menulis dari keluarga. Kemudian sekolah seyogyanya mengambil peran penting menyiapakan generasi gemar baca dan menulis. Tak tertinggal, pemerintah harus sudah mulai berhitung, kapan bisa mensubsidi  buku untuk rakyat. Wa Allahu Alam  Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H