Â
Istri saya mengeluh, kenapa anak kami yang kedua jika materi menggambar, yang digambar selalu matahari. Tidak pernah menggambar yang lain. Padahal ibunya sering menasihati, coba nak gambar yang lain. Tetap saja, matahari yang digambarnya. Dalam hati, saya bertanya apa anak ini seperti ayahnya, tidak bisa menggambar? Bukankah seperti yang diyakini banyak orang menggambar itu butuh bakat?
Terkait masalah ini, saya mengatakan ke istri untuk mengusulkan ke gurunya agar tidak memerintahkan peserta didik dengan menggambar bebas. Pasalnya, berdasarkan pantauan istri, guru-guru di TK tersebut selalu membebaskan anak dalam menggambar. Menjadi rahasia umum menggambar bebas itu sangat disukai oleh peserta didik. Karena dengan tidak menentukan tema, mereka dapat menggambar apa saja. Dan pasti yang dipilih adalah tema  yang dirasakan bisa dan disukai. Dan sayangnya, saran istri saya diabaikan. Saya menduga, guru-guru itu merasa kesulitan kalau harus menggambar dengan tema berbeda dalam setiap minggu. Sejak itu, saya melatihnya menggambar.
Kemaren minggu (24/1), bertempat di salah satu hotel di Cirebon saya mengikuti seminar pendidikan dengan tema Gambar Bercerta melejitkan Kreatifitas Anak. Seminar yang diselenggarakan oleh Auliyah Kids Centre itu mendatangkan pakar gambar bercerita, Luna Setiati. Keyakinan bahwa menggambar membutuhkan bakat ternyata salah, menyesatkan. Luna Setiati menegaskan, gambar bukan persoalan bakat, karena setiap anak bisa menggambar. Lalu kenapa ada anak yang tidak senang menggambar dan akhirnya merasa tidak bisa menggambar? Jawabanya karena tidak belajar dan berlatih. Ya, menggambar tak perlu bakat tetapi butuh belajar dan berlatih.
Kemudian apa gambar bercerita itu? Menurut Luna Setiati (2015), gambar bercerita adalah gambar yang memiliki bahasa rupa anak dan bahasa rupa anak adalah cara kreatif anak menggambarkan ceritanya. Dengan demikian gambar bercerita baik yang dibuat oleh penggambar dewasa maupun oleh anak memegang peranan penting dalam proses belajar anak. Proses pembinaan kreatifitas ini terjadi ketika anak menatap gambar bercerita secara mandiri (tanpa bantuan tulisan) dan ketika memahami sebuah tulisan.
Yang membedakan gambar bercerita dan cerita bergambar adalah bahasa rupa. Sedangkan bahasa rupa itu bisa berbentuk rebahan, image jamak, transparansi, cara kembar, juga obyek terpenting diperbersar. Singkatnya, bila tidak ada bahasa rupa dipastikan itu bukan gambar bercerita.
Sekarang bagaimana kreatifitas dalam gambar bercerita diimplementasikan di dunia pendidikan kita? Luna Setiati menjawab bahwa gambar bercerita tidak banyak diterapkan kalau tidak menyebutnya tidak sama sekali. Padahal sejarah menunjukkan perjalanan jejak pola pendidikan dengan rupa dan dalam rupa itu hadir sebagai bagian budaya sejak jaman prasejarah sampai tradisi di Indonesia. Dimulai ketika huruf ditemukan dan mesin cetak mulai dikembangkan, gambar semakin lama semakin hilang dan lambat laun fungsinya jadi terabaikan. Gerakan ayo membaca dan menulis yang dikampanyekan untuk memberantas buta huruf yang tinggi di Indonesia menjadi bukti bahwa dampak budaya literasi aksara di Indonesia yang masuk di era modern masih sangat kuat dalam pola pendidikan kita.
Melejitkan Kreativitas
Menggambar itu sangat membantu dalam menumbuhkan kreatifitas anak. Menggambar merupakan salah satu sarana untuk mengekspresikan kreativitas manusia. Menggambar sudah dilakukan oleh anak-anak kita sejak usia 1-2 tahun. Anak seusia itu bila diberi pensil maka selalu melakukan coret-coretan. Coretan merupakan ekspresi kreatifitas yang bersifat awal. Semakin lama, sejalan dengan bertambahnya usia, akan berkembang menjadi bentuk yang semakin jelas dan variatif. Melalui gambar, anak mengungkapkan apa yang dirasakan, dipikirkan dan dialaminya. Begitulah, sangat mengagumnkan ekpresi kreatifitas anak melalui menggambar.
Berdasarkan penelitian Prof Dr. Primadi Tabrani, guru besar Seni Rupa dan Desain ITB Bandung, yang berkonsentrasi tentang bahasa rupa anak dan peran kreativitas dalam humanitas menunjukkan adanya hubungan antara gambar dan kreatiftas dalam proses belajar anak. Sedangkan Luna Setiati sendiri telah merneliti dan penelitian itu menunjukkan pentingnya dua fungsi utama gambar bercerita sebagai pembawa pesan aktif dalam menatap gambar dan fungsi gambar sebagai penjelas tulisan dalam belajar membaca.
Krearifitas anak akan muncul melalui gambar bercerita bercirikan hal-hal berikut diantaranya, Â pertama, menjadi peka dan luwes. Anak menjadi sangat peka terhadap peristiwa yang ada di hadapannya. Ungkapan terhadap perisitiwa yang dilaluinya itu dituangkan dalam gambar bercerita. Mereka juga menjadi lebih luwes dalam menggambarkan sebuah peristiwa.
Kedua, orginilitas dan redefinisi. Anak akan bersikap secara orsinil, asli tak dibuat-buat. Pengamalan menggambar bercerita mengajarkan dengan kuat tentang makna orginilitas. Karenanya dalam proses menggambar bercerita, pendamping baik oleh guru atau orang tua tidak disarankan mengajari atau mendikte. Biarkan mereka mengembangkan kreatifitasnya secara orsinil. Kemudian melalui gambar bercerita, anak bisa meredifinisi atau memaknai ulang sebuah peristiwa. Tentu dalam bentuk gambar bercerita.
Ketiga, mampu memetakan masalah. Memetakan masalah bukan sesuatu yang mudah. Orang dewasa saja kadangkala tak bisa melakukkannya. Sehingga mereka mencapuraduk persoalan. Maka dipastikan penyelesaian masaalah menjadi lebih sulit. Dalam kegiatan menggambar bercerita, anak dilatih memetakan peristiwa yang dihadapi, dituangan dalam bentuk gambar. Saat mengurai cerita dalam gambar, anak tersebut dapat dengan mudah menjelaskan, menceritakan.
Keempat, elaborasi atau kemampuan mengembangkan masalah. Dalam gambar bercerita anak dengan sendirinya mengembangkan masalah atau perisitiwa. Maka biasanya gambar bercerita itu lebih banyak variasi, beragam bentuk. Anak dengan sesukanya menuangkan cerita dalam gambar.
Di samping hal-hal di atas gambar bercerita juga membantu anak dalam membaca tulisan (literasi). Karena bahasa rupa dan literasi itu saling berhubungan. Menurut Prof Dr. Primadi Tabrani (2015), rupa dan kata saling berkaitan dan mendukung dalam proses belajar. Rupa dan kata, keduanya tidak bisa berdiri sendiri, karena menggambar dan menatap gambar perlu dituturkan ceritanya, membaca dan menulis perlu dibayangkan pesan atau maknanya. Memahami pesan dan makna seseorang harus menggunakan imajinasinya dan dalam proses menangkap pesan dan makna seseorang harus kreatif.Â
Akhir kata, gambar bercerita sangat bermafaat bagi anak. Gambar bercerita dapat melejitkan kreatifitas anak. Dalam aktivitas (baca:belajar0 menggambar bercerita, anak membutuhkan pendampingan. Pendampingan dilakukan oleh orang tua di rumah, guru di sekolah. Dalam pendampingan guru dan orang tua bukan untuk mengajari atau mendikte anak. Tapi pendampingan hanya untuk memotifasi dan memfasilitasi. Tidak lebih. Sehingga anak dengan bebas menuangkan imajinasinya dalam gambar bercerita. Wa Allu Alam
Â
Gambar : Penulis dalam acara Seminar Pendidikan, Gambar bercerita melejitkan Kreatifitas anak di Hotel Bentani Cirebon (Dokumen Ptibadi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H