Mohon tunggu...
Amirudin Mahmud
Amirudin Mahmud Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pemerhati sosial-politik

Penulis Buku "Guru Tak Boleh Sejahtera" Bekerja di SDN Unggulan Srengseng I Indramayu Blog. http://amirudinmahmud.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menimbang Komunikasi Guru dan Wali Siswa

7 Januari 2016   14:17 Diperbarui: 7 Januari 2016   18:18 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anjuran dalam Permendikbud di atas sebagai upaya Mendikbud untuk menciptakan budaya komunikasi guru-orang tua yang efektif, sejajar. Dan tentunya komunikasi itu tidak hanya pada awal masuk sekolah. Komunikasi harus terus menerus dilakukan baik secara formal seperti dalam rapat atau non farmal seperti kunjungan guru ke rumah atau sebaliknya.

Untuk mengharmoniskan komunikasi guru-wali siswa, saya mengusulkan hal-hal berikut, pertama, memberdayakan buku komunikasi. Gunakan buku tersebut untuk  menceritakan apa yang siswa pelajari, pemberitahuan mengenai PR, memberikan pujian serta pemberitahuan lain mengenai anak didik kita kepada orang tua. Buku komunikasi juga bisa berbentuk laporan bulanan yang melaporkan perkembangan belajar peserta didik termasuk aktivitasnya di sekolah. Kemudian buku komunikasi juga mengcover  laporan kegiatan siswa selama liburan misalnya.

Dari buku komunikasi tersebut, guru dan orang tua bisa menjadikannya sebagai bahan materi komunikasi keduanya. Dengan memberdayakan buku komunikasi, perkembangan pendidikan peserta didik dapat dipantau, dipelajari dan dicarikan solusi secara bersama.

Kedua, mengadakan pertemuan dengan orang tua seluruhnya saat tahun ajaran baru dimulai, kenalkan diri dan biarkan orang tua menyampaikan kekhawatiran serta harapan mereka terhadap kita sebagai guru, kaitannya dengan proses pendidikan putra-putrinya. Juga pertemuan akhir tahun untuk tujuan evaluasi dan perumusan program tahun pelajaran berikutnya.

Ketiga, mengajak orang tua untuk menjadi relawan di kelas, menjadi bintang tamu misalnya saat pembelajaran mengenai topik tertentu yang terkait dengan mereka. Misalnya saat materi ajar tentang kepolisian RI, datangkan polisi dari orang tua siswa untuk mempermudah penyerapan materi.

Akhir kata, kasus Aoup Saopudin harus dijadikan pelajaran berharga bagi guru dan orang tua atau wali sisiwa. Bahwa komunikasi   keduanya akan sangat membantu perkembangan pendidikan anak atau peserta didik. Maka tak elok, bila keduanya berkonfrontasi, bermusuhan. Keduanya selayaknya bersatupadu mendidik anak atau peserta didik. Bukankah itu merupakan tanggung jawab mereka bersama? Wa Allahu Alam

 Gambar:Aop Saoupuddin di Mahkamah Agung (MA) (detik.com)

         

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun